Saat Perundungan Berujung Viral
Tangis, senyum, harapan, ketakutan, dan rasa sakit bercampur dalam sosok korban perundungan, A (14) di Pontianak, Kalimantan Barat. Mulutnya terus berucap, "saya kuat, saya tidak menangis."
Itulah yang terlihat dari sosok A, siswi kelas 2 sekolah menengah pertama (SMP) yang telah menjadi korban penganiayaan dan perundungan oleh tiga orang pelaku, yang merupakan siswa SMA dan telah berusia 17 tahun. Peristiwa ini pun terus bergulir tanpa henti dan mendapat perhatian publik hingga mancanegara.
Ibu korban, L (44), menceritakan, kondisi kejiwaan A masih terganggu setelah kejadian persekusi tersebut. “Dia sulit tidur dan ketakutan karena terbayang dengan wajah para pelaku yang memukulinya. Ia juga takut dengan orang asing yang datang menjenguknya,” ujar L saat dijumpai pada Kamis (11/4/2019) di Ruang Orchid Rumah Sakit Promedika, Pontianak, Kalimantan Barat.
Setelah kejadian perundungan, A mengalami muntah-muntah, terdapat benjolan di bagian kepala belakang dan ada bekas luka di hidungnya. L menceritakan, A mengalami peristiwa tersebut pada 29 Maret 2019. Namun, A baru memberitahu kepada L seminggu setelah kejadian karena takut dengan ancaman para pelaku.
Berdasarkan penuturan A, kata L, A dipukul tiga pelaku, dua di antaranya tidak dikenal A. A pun bingung ketika diserang oleh pelaku karena yang bermasalah dengan mereka sesungguhnya kakak sepupunya.
A mengakui, ia melakukan perlawanan untuk membela dirinya. Peristiwa tersebut terjadi di dua lokasi yang berbeda yakni di Jalan Sulawesi dan Taman Akcaya, Pontianak.
Dalam peristiwa tersebut, A mengalami pemukulan di perut dan rambutnya dijambak. “Salah satu pelaku ada yang duduk di atas wajah A dan berusaha merusak kemaluannya. Namun, gagal karena A menggunakan celana sehingga tidak sampai rusak, tetapi ia merasa kesakitan,” ujar L.
Dalam perkelahian tak seimbang tersebut, A mengaku sudah menyerah kalah. Namun, para pelaku tetap memukuli A secara bergilir. Bahkan, ada yang menendangnya.
Persoalan ini pun menjadi perdebatan di media sosial karena pihak kepolisian telah mendapatkan hasil visum dari RS Promedika dan dinyatakan tidak ada luka serius pada A. Selain itu, tidak ada luka di kemaluan A.
Akan tetapi, L belum mendapatkan hasil visum dari pihak rumah sakit dengan alasan hasil visum tersebut sebagai bukti di pengadilan. “Jika tidak ada luka serius, kenapa hingga sekarang A belum boleh pulang dengan alasan masih belum stabil?,” ujar L.
Ia pun merasa risau dengan pemberitaan di media massa karena dianggap membesar-besarkan permasalahan ini. L mengaku tidak pernah membesar-besarkan peristiwa yang dialami A.
Berbagai cerita berlebihan yang beredar di media sosial bukan berasal dari dirinya. L hanya menceritakan, bahwa A hanya mengalami penganiayaan.
Pelaku pun mengakui bahwa telah melakukan kekerasan tersebut dan pihak keluarga A telah memaafkan para pelaku. Namun, L tetap ingin menempuh jalur hukum agar para pelaku jera.
Berprestasi
A merupakan seorang pelajar yang ceria dan berprestasi di sekolahnya. Selama duduk di bangku sekolah dasar, ia selalu mendapatkan peringkat pertama. Saat duduk di bangku SMP, ia memperoleh peringkat tiga besar. Hal tersebut dibenarkan Kepala Sekolah SMP Negeri 17 Pontianak Lukman Hakim, tempat A menempuh pendidikan.
“Korban seperti murid pada umumnya. Prestasinya bagus dan ia rajin ikut kegiatan sekolah,” tutur Lukman. A juga dikenal sering ikut mengisi pentas seni ketika ada acara perpisahan. Di sekolah, A juga dikenal sebagai sosok murid perempuan yang polos.
Pihak sekolah pun bersimpati dengan peristiwa yang menimpa A. Meskipun demikian, peristiwa yang dialami A tidak seheboh yang diberitakan di media sosial. Sekolah dan warga sekitar pun menganggap peristiwa yang dialami A sebagai bentuk kenakalan remaja.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pun meminta agar peristiwa ini tidak dibesar-besarkan dan diselesaikan sesuai hukum. Ia meminta, kasus yang menimpa A menjadi pembelajaran bersama.
Media sosial
Muhadjir berpandangan, persoalan ini muncul akibat penggunaan media sosial yang kurang bijak. Bahkan, peristiwa ini menggemparkan publik hingga ke luar negeri karena ada pihak yang membesar-besarkan di media sosial. Ia berharap, guru dan orangtua mengawasi anak dalam menggunakan media sosial.
Hingga saat ini, peristiwa yang menimpa A telah mendapat perhatian yang besar dari publik, khususnya pengguna media sosial. Mulai dari selebritas, tokoh publik, aktivis, dan pengguna media sosial lainnya silih berganti memberikan dukungan. Salah satunya melalui penandatanganan petisi daring yang telah mencapai 3,7 juta akun hingga Jumat (12/4/2019).
Psikolog Klinis dan Direktur Personal Growth Ratih Ibrahim mengatakan, segala kata-kata motivasi yang diucapkan oleh A digunakan agar dirinya tidak putus asa. Hal itu dilakukan karena orang yang mengalami perundungan akan merasakan ketakutan yang luar biasa. Adapun A yang terus menerus muntah merupakan pengaruh dari trauma.
Ia pun menyayangkan pihak kepolisian dan pemerintah yang mengatakan persoalan ini telah dibesar-besarkan. “Persoalannya bukan dibesar-besarkan, tetapi kasus ini jangan sampai dikecil-kecilkan,” ujar Ratih.
Adapun segala informasi yang beredar di media sosial dan media massa akan berpengaruh kepada kondisi psikologis korban. Informasi yang menyudutkan korban, akan membuatnya semakin rapuh.