Warga lima desa di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah menolak keberadaan perkebunaan sawit di sekitar permukiman mereka. Menurut warga, perusahaan telah menggarap persawahan dan kebun mereka menjadi lokasi perkebunan sawit.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Warga lima desa di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, menolak keberadaan perkebunan sawit di sekitar permukiman mereka. Menurut warga, perusahaan telah menggarap persawahan dan kebun mereka menjadi lokasi perkebunan sawit.
Lima desa yang menolak adalah Desa Anjir Kalampan, Pantai, Saka Mangkai, dan Teluk Hiri. Semua desa tersebut berada di Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Mereka menolak kehadiran PT Kapuas Sawit Sejahtera (KSS) yang mulai membuka lahan atau land clearing di wilayah lima desa tersebut.
Zainuddin, Ketua Kelompok Tani Harapan di Desa Pantai, mengungkapkan, lahan milik kelompok tani seluas 15 hektar saat ini dijadikan lokasi pembibitan. Sedikitnya terdapat 200.000 bibit sawit yang sudah dibuat di lokasi itu.
Zainudin saat dihubungi dari Palangkaraya, Minggu (14/4/2019), mengatakan selain 15 hektar, ada lahan lagi milik anggota kelompok tani seluas 10 hektar. Jadi, luasan total pembibitan mencapai 25 hektar. Menurut Zainudin, semua anggota kelompok tani sebanyak 25 orang tidak pernah menjual lahan ke perusahaan.
”Tidak bisa sembarangan, ini kan bukan lahan saya, tetapi lahan kelompok, mana bisa dijual begitu saja tanpa diketahui kelompok,” ujar Zainudin.
Selain lahan kelompok tani, kebun sengon milik Liung Halesa (55) seluas lebih kurang 3 hektar juga digarap perusahaan. Ia mengaku sudah menanam 1.500 pohon sengon yang sudah berumur 3 tahun.
”Sekarang habis semua rata dengan tanah, padahal satu tahun lagi saya panen sengon itu. Saya tidak tahu tiba-tiba sudah habis begitu,” kata Liung.
Liung menjelaskan, pembukaan pertama terjadi pada awal 2019 ini. Awalnya ada tiga alat berat, lalu saat ini menjadi 13 alat berat yang datang melakukan pembukaan lahan. ”Kebun saya hilangnya cepat sekali, saya tidak setiap hari ada di kebun, tiba-tiba aja rata sama tanah,” kata Liung.
Pada Jumat (13/4/2019), warga lima desa membentuk forum untuk melakukan aksi penolakan dengan total 173 orang dari lima desa. Dalam forum itu, mereka menyamakan pendapat dan mengumpulkan bukti pembukaan lahan yang dilakukan warga.
Menurut Zainudin, sedikitnya terdapat 1.200 hektar lahan bermasalah dengan total 608 keluarga. Mereka juga mengumpulkan 608 surat penunjukan tanah (SPT) dari lahan bermasalah tersebut.
Menanggapi hal itu, Direktur Operasional PT KSS Agus Nadi membantah telah melakukan pembukaan lahan tanpa izin. Ia mengaku bahwa pihaknya sudah melakukan ganti rugi lahan kepada warga.
Kami bekerja sesuai dengan aturan, semua lahan yang kami kerjakan, baik milik warga maupun kelompok tani, sudah dibebaskan atau ganti rugi.
PT KSS memiliki total luas lahan seluas lebih kurang 4.500 hektar. PT KSS mengantongi izin lokasi dari pemerintah dan izin lain yang diperlukan.
Meskipun demikian, perusahaan belum memiliki hak guna usaha (HGU). Menurut Agus, pihaknya tetap bisa beroperasi dengan izin yang ada meski belum HGU.
”Perizinan kami sudah komplet sesuai aturan yang ada. Dengan itu, sesuai aturan yang berlaku, kami bisa beroperasi,” kata Agus.