28 Burung Endemik Diselundupkan dengan Kapal Tunda
Kapal tunda penarik tongkang bermuatan kayu menyelundupkan 28 ekor burung endemik terancam punah dari Pulau Buru, Maluku, ke Medan, Sumatera Utara. Selama satu bulan pelayaran, burung disimpan di sela dinding kapal dan diberi makan bubur bayi instan. Para penyelundup diduga bagian dari sindikat perdagangan satwa internasional
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Kapal tunda penarik tongkang bermuatan kayu menyelundupkan 28 ekor burung endemik terancam punah dari Pulau Buru, Maluku, ke Medan, Sumatera Utara. Selama satu bulan pelayaran, burung disimpan di sela dinding kapal dan diberi makan bubur bayi instan. Para penyelundup diduga bagian dari sindikat perdagangan satwa internasional.
Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai (KPPBC) Belawan Haryo Limanseto, di Medan, Senin (15/4/2019), mengatakan, modus penyelundupan satwa dilindungi tersebut termasuk baru. Mereka menyimpan satwa di sela dinding kamar anak buah kapal di kapal tunda.
“Penyelundupan satwa dilindungi ini dilakukan dengan sangat terencana. Ini menunjukkan modus ini sudah dilakukan beberapa kali,” kata Haryo.
Haryo mengatakan, penyelundupan itu diungkap oleh patroli laut rutin KPPBC Belawan, Sabtu (13/4/2019) malam. Petugas melakukan pemeriksaan terhadap Kapal Tunda Kenari Djaja yang menarik tongkang bermuatan kayu bulat di perairan Belawan, Medan. Petugas memeriksa dokumen pengiriman kayu tersebut.
Karena curiga dengan gelagat awak kapal yang gelisah, petugas melakukan pemeriksaan mendalam di kabin kapal. Awalnya petugas tidak menemukan barang mencurigakan. Namun, petugas mendengar suara burung. Mereka pun menggeledah kamar anak buah kapal dan menemukan burung berstatus dilindungi disimpan di sela dinding.
Burung tersebut yakni 23 ekor nuri ambon (Alisterus amboinensis), satu ekor nuri kepala hitam (Lorius lory), dan empat kakak tua jambul kuning, (Cacatua sulphurea). Burung nuri ambon dikurung dalam sangkar besi. Sementara, kakak tua dan nuri kepala hitam dibuat dalam kandang terbuka dan satu kakinya dirantai besi. Kondisi burung tersebut pun sudah memburuk karena hanya diberi bubur bayi selama pelayaran. Atas temuan itu, sembilan anak buah kapal pun langsung ditahan.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara Hotmauli Sianturi mengatakan, mereka akan berupaya mengungkap jaringan perdagangan satwa dilindungi tersebut sampai ke akarnya. “Para pelaku ini sepertinya bagian dari sindikat perdagangan satwa yang sudah terorganisir,” katanya.
Hotmauli mengatakan, penyelundupan satwa dilindungi itu menjadi titik terang untuk mengungkap jalur perdagangan satwa dilindungi dari Indonesia timur. Burung-burung tersebut dikirim dari jalur laut dari Indonesia timur ke Medan. Dari Medan, satwa tersebut kemungkinan dikirim ke Singapura atau Malaysia. “Namun, kami masih terus mendalami jalur penyelunduapan satwa ini,” katanya.
Hotmauli mengatakan, kasus tersebut akan diselidiki Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Sumatera. Disamping penegakan hukum, kata Hotmauli, yang paling penting adalah penyelamatan satwa.
BBKSDA akan membawa burung-burung itu langsung ke Pusat Penyelamatan Satwa Sibolangit di Kabupaten Deli Serdang. Setelah kondisinya membaik, burung-burung tersebut akan dikirim ke Maluku untuk dilepasliarkan di habitat aslinya.
Pelepasliaran burung tersebut, kata Hotmauli, sangat penting di tengah kondisi pupulasi burung yang terancam punah di alam liar. “Burung endemik Indonesia timur menghadapi ancaman perburuan dan perdagangan satwa,” katanya.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Belawan Bambang Haryanto mengatakan, modus pengiriman satwa melalui kapal tunda tersebut untuk menghindari pemeriksaan petugas, termasuk petugas balai karantina. Penyelamatan satwa dilindungi dan terancam punah, kata Bambang, menjadi focus balai karantina.