Institusi Pendidikan Perlu Jawab Kebutuhan Industri
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Institusi pendidikan harus mampu menjawab kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, salah satunya sektor kemaritiman. Indonesia memiliki potensi kemaritiman yang besar tetapi belum mampu dikelola secara maksimal karena keterbatasan sumber daya manusia yang kompeten.
Salah satu penyebab belum maksimalnya pengelolaan sumber daya alam di sektor kemaritiman yakni kurangnya lulusan dari pendidikan formal yang mampu mengisi kekosongan lapangan kerja. Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Senin (15/4/2019), mengatakan, program studi kemaritiman masih kurang di Indonesia.
“Kita menjadi pusat maritim dunia sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang banyak,” kata Ali dalam pembukaan Diskusi Publik Rencana Induk Pengembangan Sumber Daya Manusia Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sektor Maritim Indonesia di Jakarta, Senin.
Untuk menyelesaikan persolan tersebut, maka perlu ada kualifikasi sumber daya manusia kemaritiman. Sebagai contoh, kualifikasi lulusan program diploma III adalah dapat menguasai bidang logistik pelabuhan.
Institusi pendidikan juga harus memiliki progam studi yang mampu menghasilkan sumber daya manusia sesuai kebutuhan dunia kemaritiman seperti hukum laut, kemaritiman, dan bisnis kemaritiman. Program studi tersebut diharapkan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan industri untuk jangka panjang.
Persoalan pedagogi
Menurut Ali, fokus pendidikan di Indonesia saat ini masih berkutat pada persoalan pedagogi yang mengutamakan proses pembelajaran. “Pendidikan di Indonesia belum memikirkan lulusannya akan bekerja sesuai dengan bidangnya atau tidak,” ujar Ali.
Ia berharap institusi pendidikan di bidang kemaritiman mulai berpikir untuk menjalankan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhkan industri sebab sektor ini memiliki peluang lapangan kerja yang sangat luas. Ali menyebutkan ada 18 jenis tenaga kerja yang dibutuhkan pada sektor maritim. Salah satunya, di bidang budidaya ikan air payau membutuhkan tenaga ahli akuakultur yang mampu mengatur tata kelola air, pemilihan jenis ikan, pengembangbiakan, dan lain-lain.
Dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor, Alan F Koropitan, mengatakan, untuk meningkatkan jumlah produksi ikan dapat dilakukan melalui pengembangan budidaya perikanan air payau.
Devisa
Indonesia memiliki luas lahan yang berpotensi untuk budidaya air payau seluas 2,8 juta hektar. Selain air payau, lahan tersebut dapat digunakan untuk budidaya udang. Melalui budidaya air payau, diperkirakan mampu memproduksi udang sebanyak 1,5 juta ton per tahun sehingga dapat menambah devisa negara.
Untuk menghasilkan produksi udang yang berkualitas baik, maka dibutuhkan riset dasar memerangi penyakit, integrasi tata ruang darat dan laut demi menjamin kualitas air dan keberlanjutannya, serta kebutuhan pangan udang agar selalu tercukupi. Selain itu, dibutuhkan benih berkualitas, infrastruktur dasar penunjang, dan potensi pasar yang harus diisi.
“Untuk menjawab tantangan tersebut, dibutuhkan lulusan akuakultur yang berkompeten,” kata Alan. Ia berharap, institusi pendidikan dapat melihat peluang tersebut sehingga mereka mampu memberikan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dari industri.
Kepala Grup OptoSense Laboratory for Emerging Nanometrology dan CEO Indonesian-German Center for Nano and Quantum Technologies di Technische Universitat Braunschweig, Jerman, Hutomo Suryo Wasisto menceritakan, sebuah proyek penelitian yang dilakukan institusi pendidikan di Jerman harus mengajak industri lokal.
“Hal tersebut bertujuan agar hasil penelitiannya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri lokal,” kata Hutomo. Melalui cara tersebut, SDM yang dihasilkan juga mampu bekerja sesuai dengan kebutuhan industri yang sedang dikembangkan di Jerman.