JAKARTA, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah mendampingi proses penyembuhan korban perundungan yang menimpa siswi sekolah menengah pertama di Pontianak, Kalimantan Barat. Masyarakat diminta untuk tidak membangun narasi dan menyampaikan informasi yang tidak tepat atas peristiwa ini.
Kasus penganiayaan yang menimpa A (14) pada 29 Maret 2019 telah menyita perhatian publik hingga mancanegara. KPAI pun mendapat desakan dari berbagai pihak, khususnya pengguna media sosial, untuk segera menyelesaikan kasus ini hingga tuntas.
Ketua KPAI Susanto menyatakan, KPAI akan mendampingi proses penyembuhan kepada korban. “Tidak hanya penyembuhan secara medis, tetapi juga psikologis, sosial, dan sebagainya,” ujar Susanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (15/4/2019).
KPAI juga akan mendampingi para pelaku, saksi, dan korban dalam memperoleh pendidikan. Mereka juga menegaskan akan mengawal proses hukum kasus ini sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Susanto meminta warganet untuk tidak membangun narasi dan menyampaikan informasi yang tidak tepat karena dapat mengganggu proses penanganan kasus ini. Masyarakat diminta bijaksana dalam menyikapi kasus tersebut dan menghentikan segala bentuk hujatan bahkan ancaman kepada korban serta pelaku.
Salah sasaran
Apalagi, beberapa hujatan dari warganet salah sasaran karena ditujukan kepada salah satu anak yang tidak ada di lokasi kejadian. Ia mendapat ribuan pesan singkat yang bermuatan ancaman dari pihak yang tidak dikenal.
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati menambahkan, penyembuhan trauma akan dilakukan karena identitas korban diketahui masyarakat luas. “Korban harus mendapatkan pendampingan dalam menjalin relasi dengan komunitas,” kata Rita.
Sebagai lembaga pengawas, KPAI akan memprioritaskan upaya rehabilitasi sebab korban telah menerima kekerasan fisik dan psikis. Orangtua korban juga akan diberikan pendampingan sebab mereka akan mudah teringat kembali ketika membaca berita atau melihat informasi di media sosial.
Orangtua pelaku juga perlu mendapatkan dukungan karena keluarga menjadi tempat anak kembali. Dukungan tersebut dibutuhkan sebagai upaya pemulihan agar pelaku tidak mengulangi kesalahannya.
Hak pendidikan
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, korban dan para pelaku tetap memperoleh hak atas pendidikan. KPAI telah meminta Dinas Pendidikan Kalimantan Barat untuk lebih memantau penggunaan media sosial pada pelajar sebab dampak dari perundungan di media sosial lebih berat daripada kasus itu sendiri.
Perundungan di media sosial akan meninggalkan jejak digital dari korban dan pelaku yang dapat disebarkan dengan secara luas. Identitas korban dan pelaku akan diketahui oleh orang-orang di sekitarnya sehingga membuat mereka menjadi rendah diri karena akan menjadi bahan ejekan.
Dalam mengangani kasus ini, sekolah memegang peranan penting sehingga korban dan pelaku tidak mengalami masalah ketika kembali ke sekolah. Sekolah juga perlu meningkatkan pengetahuan kepada siswa terkait literasi digital.
Berkaca pada kasus ini, respons negatif di media sosial akan berdampak luas. Masyarakat harus mengecek kebenaran informasi yang didapat dan tidak melakukan penghakiman sehingga jangan sampai pelaku menjadi korban kedua.
“Masyarakat harus mengetahui kebenaran peristiwa itu, baik atau tidak untuk menyebarkannya, dan bermanfaatkah informasi tersebut jika disebarkan,” ujar Retno.