Prospek karet alam nasional diperkirakan akan membaik di tahun ini. Penyebabnya, potensi perbaikan kondisi pasar ekspor dan kebijakan meningkatkan penyerapan karet domestik. Namun, perubahan pola pikir petani untuk menghasilkan produk karet yang lebih berkualitas terus dibangun.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
SEMBAWA,KOMPAS—Prospek karet alam nasional diperkirakan akan membaik di tahun ini. Penyebabnya, potensi perbaikan kondisi pasar ekspor dan kebijakan meningkatkan penyerapan karet domestik. Namun, perubahan pola pikir petani untuk menghasilkan produk karet yang lebih berkualitas terus dibangun.
Hal ini mengemuka dalam seminar bertajuk “Inovasi Teknologi dan Pengembangan Kelembagaan Pemasaran Bokar Merespon Harga Karet Rendah” di Balai Penelitian Sembaga Pusat Penelitian Karet di Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Senin (15/4/2019).
Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo menerangkan, kebijakan pembatasan karet dan upaya pemerintah untuk meningkatkan penyerapan karet di dalam negeri mendukung perbaikan harga tahun ini. Pembatasan ekspor karet yang dilakukan Dewan Tripartit Karet Internasional (ITRC) yang anggotanya terdiri dari Indonesia, Thailand, dan Malaysia, sejak 1 April 2019, juga berdampak pada perbaikan harga karet di pasar dunia.
Berdasakan data Gapkindo sejak 13 Desember 2018, harga karet mulai melonjak di kisaran 1,21 dollar AS menjadi 1,24 dollar AS per kilogram. Kecenderungan kenaikan ini berlanjut hingga implementasi pembatasan ekspor per 1 April 2019. Saat ini, harga karet berada di atas 1,5 dollar AS per kg.
"Pembatasan ekspor diharapkan dapat mengembalikan harga karet yang dinilai pantas. Sampai akhir peberlakuannya pada 31 Juli 2019, harga karet bisa mencapai 1,7 dollar AS per kg,” kata Moenardji.
Menurut Moenardji, kebijakan pembatasan ekpor oleh ITRC sudah dilakukan sebanyak enam kali. Pembatasan karet ini adalah salah satu upaya diplomasi untuk memperbaiki harga karet dan diharapkan dapat berpengaruh pada peningkatan pendapatan di tingkat petani.
“Dengan perbaikan harga maka akan terjadi kesinambungan pasokan pada pabrik karet, sehingga keberadaan karet tetap terjaga,” ucapnya.
Di sisi lain, Moenardji mengapresiasi upaya pemerintah meningkatkan penyerapan karet di dalam negeri. Hal itu diharapkan dapat terus memperbaiki harga karet di pasar internasional serta mengurangi ketergantungan karet Indonesia pada pasar ekspor.
“Pola penyerapan karet untuk kebutuhan dalam negeri juga dilakukan oleh Malaysia, Indonesia, dan Thailand,” katanya.
Perkuat hilirisasi
Direktur Riset dan Pengembangan PT Riset Perkebunan Nusantara Gede Wibawa mengatakan, penyerapan dalam negeri sampai saat ini masih sekitar 600.000 ton per tahun atau sekitar 18 persen dari total produksi 3,6 juta ton. “Jumlah ini masih sangat minim jika dibandingkan penyerapan karet negara lain,” kata Gede. Ia mencontohkan, Malaysia yang dapat menyerap karet domestiknya mencapai 40 persen.
Upaya pemerintah untuk menggalakan aspal karet juga perlu diapresiasi. Adapun dari 1,6 juta penyerapan aspal domestik, penggunaan karet mencapai 80.000-100.000 ton. Oleh karena itu, ujar Gede, sejumlah produk turunan lain dicoba seperti pembuatan ban vulkanisir yang bisa menyerap karet sekitar 15-25 persen. Atau, ada juga produk turunan lain seperti konblok, dock fender, dan converyor belt. Dengan hilirisasi ini diharapkan penyerapan karet pada tiga sampai lima tahun ke depan dapat meningkat menjadi 25 persen per tahun dari total produksi karet.
Direktur Pusat Penelitian Karet Supriadi berharap petani harus mulai menghasilkan produk berkualitas mulai dari peningkatan kebersihan dan kadar karet kering (K3). Selama ini, K3 yang dihasilkan petani hanya sektiar 30-40 persen. Padahal, karet yang berkualitas K3 nya sekitar 50-60 persen. Untuk itu, diperlukan standardisasi agar petani mengetahui bagaimana menghasilkan karet yang berkualitas. Dengan karet yang berkualitas, pendapatan yang diterima petani bisa jauh lebih besar.