Nelayan Kecil Jadi Tumpuan
JAKARTA, KOMPAS — Nelayan kecil yang menggunakan kapal berukuran kurang dari 30 gros ton mendominasi penangkapan tuna, tongkol, dan cakalang. Ketiga jenis ikan itu merupakan komoditas unggulan ekspor.
Dengan kondisi ini, hasil tangkapan nelayan kecil perlu didorong agar semakin berkualitas sehingga peluang pasar dalam dimanfaatkan.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dikutip Kompas, Minggu (14/4/2019), armada penangkapan ikan Indonesia pada 2016 sebanyak 544.000 unit. Dari jumlah tersebut, 96 persen berupa armada kecil berukuran kurang dari 30 gros ton (GT).
Armada kecil memberi andil besar terhadap komoditas unggulan. Sekitar 60 persen produksi tuna, tongkol, dan cakalang bersumber dari tangkapan nelayan skala kecil.
Ekspor komoditas tuna, tongkol, dan cakalang pada 2018 sekitar 118.000 ton dengan nilai 620 juta dollar AS.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan menyampaikan, pasca-kebijakan penghentian izin kapal ikan bekas asing, nelayan kecil merupakan pelaku utama produksi tuna di wilayah Indonesia bagian timur. Oleh karena itu, diperlukan dukungan pemerintah daerah untuk meningkatkan alokasi anggaran serta pembinaan nelayan kecil.
Pasar ekspor menuntut persyaratan dalam hal mutu produk dan aspek ketertelusuran tuna asal Indonesia. Oleh karena itu, penanganan ikan tangkapan dan dokumentasi pencatatan kapal perlu diperbaiki. Negara tujuan utama ekspor tuna antara lain Amerika Serikat dan Jepang.
Abdi mencontohkan, Maluku sebagai salah satu penyumbang utama produksi tuna di Indonesia masih menghadapi kendala sarana penangkapan dan listrik, terutama di pulau-pulau kecil. Data Bea dan Cukai Ambon (Maluku) menunjukkan, nilai ekspor tuna pada Januari-8 April 2019 mencapai 2,6 juta dollar AS, sedangkan pada Januari-Desember 2018 mencapai 9,7 juta dollar AS.
”Pemda Maluku mesti berani berinvestasi dan mengalokasikan anggaran pembangunan untuk pengadaan kapal ukuran kecil dan gudang pendingin kecil untuk menampung tangkapan nelayan kecil,” kata Abdi, akhir pekan lalu.
Andalan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar berpendapat, perikanan tuna skala kecil mampu menyumbang dan menjadi andalan kedaulatan pangan nasional.
”Pada saat bersamaan, sektor skala kecil ini mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” kata Zulficar.
Ia menyampaikan, penguatan pengelolaan perikanan skala kecil antara lain berupa perbaikan data dan sistem pendataan, termasuk menggunakan perangkat elektronik modern. Dengan cara itu, produk-produk nelayan kecil dapat berdaya saing. Akses pasar dengan harga premium juga terbuka.
Pihaknya bekerja sama dengan Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) untuk membentuk Komite Pengelola Data Perikanan.
Fisheries Improvement Program Manager Yayasan MDPI Wildan mengatakan, pihaknya menginisiasi pengumpulan data melalui penggunaan teknologi untuk memastikan ketertelusuran data, penguatan rantai suplai, serta penguatan kelembagaan. Hal ini untuk memastikan produk hasil perikanan tuna kecil dihasilkan dari proses pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan.
Inisiatif membina 3.679 nelayan kecil di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara menghasilkan tangkapan tuna yang memenuhi sertifikasi fair trade juga membuat nelayan pancing ulur (hand line) memperoleh dana premium dari peritel.
Wildan menambahkan, total dana premium tambahan yang didapat kelompok nelayan pancing ulur dari pembeli AS karena produk tuna memenuhi sertifikasi fair trade per Februari 2019 mencapai Rp 5,18 miliar.