Pemerintah Kota Surabaya terus berusaha memberdayakan pengelolaan toko kelontong agar lebih sejahtera. Pemilik toko kelontong didorong membentuk koperasi sehingga harga barang bisa lebih murah.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya terus berusaha memberdayakan pengelolaan toko kelontong agar lebih sejahtera. Pemilik toko kelontong didorong membentuk koperasi sehingga harga barang bisa lebih murah.
Hal ini disampaikan dalam pembinaan toko kelontong di rumah susun sewa (rusunawa) se-Surabaya oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Senin (15/4/2019). Pembinaan ini ditujukan kepada warga penggerak koperasi yang tinggal di rusun. Sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan sektor ekonomi dan kesejahteraan masyarakat ini digelar di Gedung Siola, Surabaya.
Pembinaan Pengelolaan Usaha Koperasi Toko Kelontong tersebut diikuti 120 peserta yang terdiri atas 12 anggota rusunawa Surabaya. Selain itu, pertemuan kali ini juga mengundang beberapa instruktur untuk memberi pelatihan seputar pengembangan toko kelontong terkait motivasi, cara mengembangkan usaha, dan sejahtera bersama koperasi.
Dalam kesempatan itu, Risma memberikan semangat dan mendukung penuh pelaku pengelola koperasi untuk terus berjuang mengembangkan toko kelontong yang sudah ada. Ia menjelaskan bahwa betapa pentingnya koperasi harus ditegakkan supaya keuntungan bisa dikembalikan untuk masyarakat setempat.
”Semua pemilik toko kelontong harus membentuk koperasi agar keuntungannya bisa dikembalikan untuk warga, untuk anggotanya. Sebaliknya, kalau belanja di tempat lain, keuntungan, kan, sama orang lain,” kata Risma.
Lewat koperasi, pemilik toko kelontong yang menjadi anggota mendapat akses membeli barang langsung kepada agen sehingga harganya relatif lebih murah dibandingkan pada umumnya. Dengan demikian, keuntungan yang didapat untuk kesejahteraan para anggota koperasi.
”Pemkot Surabaya sudah bisa membantu akses pembelian barang untuk mendapatkan harga-harga yang lebih murah. Silakan saja dibandingkan karena prinsipnya bergabung dengan koperasi agar pemilik toko lebih sejahtera.”
Pada kesempatan itu, Risma juga memberi peluang selebar-lebarnya kepada pengurus koperasi agar tidak hanya menjual barang-barang atau kebutuhan pada umumnya.
Namun, apa pun yang bisa diproduksi oleh warga, seperti kerajinan, makanan, minuman, camilan, termasuk kebutuhan sandang, dapat dipasarkan melalui koperasi tersebut. Jadi, semua produk warga Surabaya boleh dipasarkan, semisal menjajakan kue kering atau minuman, termasuk hasil panen dari pertanian warga.
Semua pemilik toko kelontong harus membentuk koperasi agar keuntungannya bisa dikembalikan untuk warga, untuk anggotanya. Sebaliknya, kalau belanja di tempat lain, keuntungan, kan, sama orang lain.
Untuk memantau pergerakan koperasi toko kelontong, Pemkot Surabaya akan melakukan evaluasi setiap tiga bulan. Tujuannya, agar pengelola koperasi lebih keras lagi dalam mencapai kesejahteraan melalui upaya pengembangan toko kelontong.
”Saya sangat yakin warga Kota Surabaya dapat diajak kerja keras dan hidup lebih sejahtera, tidak ada yang bisa mengubah nasib kita kecuali kita sendiri. Saya berharap pelatihan terkait pengembangan toko kelontong benar-benar bermanfaat bagi warga,” ujarnya.
Gigih bersaing
Kepala Dinas Perdagangan Kota Surabaya Wiwiek Widayati memastikan pendampingan pelaku usaha toko kelontong sebagai program Wali Kota Surabaya sudah berjalan sejak 2018. Selama ini, pelaku toko kelontong didampingi dan diberikan pengarahan, termasuk mengikuti berbagai pelatihan dalam mengelola toko.
Tujuan dari program Pemkot Surabaya mendorong pemilik toko kelontong membentuk koperasi adalah agar mereka lebih kuat menghadapi persaingan dengan toko swalayan modern yang berjejaring.
Di Surabaya, dengan penduduk 3,2 juta jiwa ini, terdapat sekitar 2.000 toko kelontong dan baru 12,5 persen yang aktif di koperasi. Pengelola toko kelontong secara bertahap diberi pelatihan penataan toko, pengelolaan administrasi stok barang dan barang keluar.
Pemilik toko kelontong juga dibekali cara mengelola keuangan, pemasaran dan penjualan. Bahkan barang yang hendak dijual melalui toko kelontong bisa diperoleh dari produk pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang ada di Surabaya, sehingga sesama pelaku usaha bisa saling menguatkan jaringan dan menguntungkan..