Jurnalis Pewarta Perang Yaman, Krisis Rohingya, dan Skandal Trump Raih Pulitzer

AP PHOTO/NARIMAN EL-MOFTY

Foto ini merupakan salah satu karya fotografer Associated Press, Nariman El-Mofty, saat bertugas meliput perang di Yaman. Foto itu menunjukkan seorang aktivis, Anas al-Sarrari, duduk di kursi rodanya di rumahnya di Marib, Yaman, pada 29 Juli 2018. Pria berusia 26 tahun itu mengatakan, dirinya lumpuh karena disiksa oleh kelompok pemberontak Houthi di Yaman.

NEW YORK, SELASA — Penghargaan tertinggi dalam bidang jurnalisme cetak di Amerika Serikat, Pulitzer, tahun ini diberikan kepada tim jurnalis dari berbagai media yang menunjukkan dedikasinya dalam mewartakan berita perang, pembunuhan, kemanusiaan, dan kejahatan pemimpin negara.

Tahun ini, pemberian penghargaan itu dihelat di sekolah jurnalistik di Columbia University, New York, AS, Senin (15/4/2019) waktu setempat. Sejumlah media yang menerima penghargaan itu adalah Associated Press, Reuters, The New York Times, dan The Wall Street Journal.

Ada total 10 penghargaan yang diberikan. Namun, selain untuk karya jurnalistik, penghargaan juga diberikan kepada karya sastra dan musik.

Perang di Yaman

Tim kantor berita Associated Press (AP) yang terdiri dari wartawati Maggie Michael, fotografer Nariman El-Mofty, dan videografer Maad al-Zikry memenangi Penghargaan Pulitzer di bidang pemberitaan internasional atas kerja mereka meliput perang saudara di Yaman selama satu tahun. Mereka mengungkapkan kekejaman dan penderitaan di sana yang sebagian besar tak diketahui publik AS.

Dalam ceritanya, mereka menunjukkan bagaimana orang-orang di Yaman menderita kelaparan sehingga terpaksa makan daun demi tetap hidup. Di saat-saat warga menderita, pejabat negara yang korup justru memindahkan arus bantuan pangan internasional yang ditunjukkan kepada rakyat.

Tim AP juga menunjukkan penyiksaan oleh kelompok pemberontak Houthi dan pasukan yang didukung AS. Dalam salah satu laporannya, Michael mewawancarai tujuh korban penyiksaan yang saat itu masih dipenjara.

AP PHOTO

Foto yang dikombinasikan ini menunjukkan tim jurnalis Associated Press yang bertugas di Yaman. Dari kiri, videografer Maad al-Zikry, wartawati Maggie Michael, dan fotografer Nariman El-Mofty.

Kisah dan gambar mereka di tempat berbahaya itu berhasil mendorong sejumlah perubahan. Ada setidaknya 80 tahanan yang dibebaskan dari tempat penahanan rahasia di bawah kontrol Uni Emirat Arab. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mengirimkan makanan dan obat ke daerah tempat Associated Press mengungkapkan adanya rakyat yang kelaparan.

”Pekerjaan inovatif AP di Yaman menarik perhatian dunia atas salah satu tragedi terburuk pada zaman kita. Yaman adalah salah satu tempat paling berbahaya di dunia untuk jurnalis. Namun, berkali-kali, tim ini menantang bahaya itu dan menceritakan kisah yang tidak pernah didengar oleh dunia dan dengan detail yang luar biasa,” tutur Editor Eksekutif AP Sally Buzbee.

Pekerjaan ketiga jurnalis itu tentu tidak tanpa bahaya. Untuk menceritakan kisah itu, mereka harus pergi ke daerah berbahaya, menghindari kelompok yang kesal dengan laporan mereka, serta memastikan keamanan narasumber yang membantu memberikan informasi kepada mereka.

”Kisah (di Yaman) ini tidak diperhatikan banyak orang. Kami sangat senang dapat menarik sejumlah perhatian (terhadap isu di Yaman),” kata Michael.

Meskipun penghargaan itu melibatkan laporannya di Yaman pada 2018, Michael masih berada di sana untuk melanjutkan tugasnya. Pada awal April 2019, ia mengungkapkan wabah kolera di negara itu yang memburuk akibat korupsi.

AP PHOTO/THEIN ZAW

Dua wartawan kantor berita Reuters, Kyaw Soe Oo (kiri) dan Wa Lone, diborgol saat dikawal polisi keluar dari ruang pengadilan di Yangon, Myanmar, 3 September 2018. Pengadilan tinggi, Jumat (11/1/2019), menolak upaya banding keduanya.

Rohingya dan Amerika Tengah

Selain AP, ada juga dua jurnalis Reuters, Kyaw Soe Oo dan Wa Lone, yang saat ini ditahan di Myanmar, yang memenangi Pulitzer di bidang pemberitaan internasional. Mereka ditangkap otoritas Myanmar pada Desember 2017 karena dituduh melanggar peraturan mengenai kerahasiaan negara.

Laporan jurnalistik yang memicu penangkapan itu mengenai pembantaian 10 warga Muslim dari kelompok etnis minoritas Rohingya oleh penduduk desa beragama Buddha dan pasukan keamanan Myanmar.

Kedua jurnalis asal Myanmar itu juga menemukan kuburan massal yang penuh dengan apa yang diduga kuat sebagai tulang manusia. Mereka juga mengumpulkan informasi dari kesaksian para pelaku, saksi, dan keluarga korban.

Selain mereka, ada pula tim yang terdiri dari 11 fotografer dari Reuters yang diberikan Penghargaan Pulitzer di bidang fotografi. Koleksi foto mereka menunjukkan suasana jalur migran dari Amerika Tengah ke perbatasan AS.

AFP/SANDY HUFFAKER

Imigran dari Honduras melihat melalui celah pagar perbatasan antara Amerika Serikat-Meksiko di Taman Persahabatan di San Ysidro, California, Minggu (18/11/2018). Ribuan imigran yang telah sampai di kawasan perbatasan menghadapi situasi yang sulit karena Pemerintah AS memperkuat kawasan perbatasan untuk mencegah mereka masuk AS. Kondisi itu membuat peluang mereka masuk AS semakin tipis. Dalam satu bulan itu, mereka telah menempuh jarak 4.300 kilometer dengan berjalan kaki.

Salah satu foto oleh Kim Kyung-hoon, misalnya, menunjukkan para migran asal Amerika Tengah itu melarikan diri dari gas air mata yang diluncurkan otoritas AS di perbatasan San Diego-Tijuana. Pada gambar itu, ada seorang ibu yang berlari sambil memegang tangan anak perempuan dengan tangan kanannya, sedangkan satu anak lagi yang memakai popok dipegang dengan tangan kirinya.

”Meskipun sangat memuaskan rasanya untuk diakui dalam pekerjaan ini, perhatian publik harus lebih difokuskan kepada mereka yang kami laporkan dalam berita kami, yaitu migran Rohingya dan Amerika Tengah,” kata Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J Adler.

AP PHOTO/EVAN VUCCI

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara dengan wartawan di Gedung Putih, Washington, AS, Jumat (22/3/2019).

Kasus Trump

Penghargaan Pulitzer, yang digelar sejak 1917, dikenal sebagai penghargaan tertinggi di bidang jurnalisme di Amerika Serikat. Penghargaan juga diberikan kepada media yang mengungkapkan skandal masa lalu yang melibatkan Presiden AS Donald Trump.

The Wall Street Journal memperoleh Penghargaan Pulitzer di bidang pemberitaan nasional atas laporannya mengenai uang tutup mulut yang diberikan kepada dua perempuan yang diduga berselingkuh dengan Trump. Kedua perempuan dalam skandal ini ialah mantan bintang film dewasa Stephanie Clifford yang juga dikenal sebagai Stormy Daniels dan mantan model majalah Playboy, Karen McDougal. Peristiwa itu terjadi sebelum pemilu presiden AS tahun 2016.

Ada pula Penghargaan Pulitzer yang diberikan kepada The New York Times atas laporan investigasinya selama 18 bulan yang mengungkapkan bagaimana Trump dan kerabatnya, sebelum pilpres 2016, menghindari membayar pajak sekitar setengah miliar dollar AS atau sekitar Rp 7 triliun. (AP/REUTERS)