JAKARTA, KOMPAS — Kinerja neraca perdagangan memasuki wilayah positif setelah dua bulan terakhir mampu mencetak surplus. Namun, untuk menjaga keberlanjutan surplus, pemerintah masih perlu lebih optimal dalam memacu ekspor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan neraca perdagangan pada Maret mengalami surplus 540 juta dollar Amerika Serikat. Hasil itu berasal dari kinerja sektor nonminyak dan gas yang surplus 990 juta dollar AS dan defisit di sektor migas senilai 450 juta dollar AS.
Surplus neraca perdagangan nonmigas pada Maret 2019 meningkat dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya yang sebesar 800 juta dollar AS.
Surplus neraca perdagangan nonmigas pada Maret 2019 meningkat dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya yang sebesar 800 juta dollar AS.
Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan, surplus neraca dagang yang terjadi saat ini harus dijaga dengan memaksimalkan penggunaan bahan baku dan penolong dari dalam negeri.
Baca juga: Defisit Neraca Perdagangan Berkurang
Dia khawatir tingginya ketergantungan impor manufaktur terhadap bahan baku dan penolong akan kembali menekan kinerja perdagangan.
”Pemerintah perlu segera membentuk peta jalan industri intermediate yang dapat mengolah bahan baku dari dalam negeri untuk dipasok ke industri hilir,” ujarnya di Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Lana sangsi surplus dagang akan berlanjut. Dia menilai, surplus yang terjadi pada Maret lebih disebabkan oleh faktor musiman. Alasan kenaikan ekspor dan impor didominasi periode di China sebagai mitra dagang strategis Indonesia yang baru mengakhiri masa libur panjang Imlek yang terjadi pada Februari.
Masih ada peluang perbaikan neraca perdagangan seiring dengan implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhasil dalam menekan impor.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro mengatakan, surplus neraca perdagangan yang berlanjut pada Maret 2019 disebabkan oleh kenaikan ekspor nonmigas secara bulanan, terutama produk pertanian sebesar 15,91 persen, manufaktur sebesar 9,48 persen, dan pertambangan sebesar 31,08 persen.
Andry melihat masih ada peluang perbaikan neraca perdagangan seiring dengan implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhasil dalam menekan impor. Andry memprediksi defisit transaksi berjalan berpeluang menurun ke level 2,78 persen terhadap produk domestik bruto pada tahun ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko menilai, peningkatan surplus neraca dagang itu berdampak positif terhadap upaya memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan.
Peningkatan surplus dipengaruhi kenaikan neraca perdagangan nonmigas terjadi karena peningkatan ekspor nonmigas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan impor nonmigas.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Solusi Jangka Panjang
Peningkatan ekspor nonmigas sebesar 1,49 miliar dollar AS secara bulanan lebih besar dibandingkan dengan peningkatan impor non-migas sebesar 1,3 miliar dollar AS secara bulanan.
”Ke depan BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik sehingga tetap dapat memperkuat ketahanan sektor eksternal, termasuk prospek kinerja neraca perdagangan,” ujarnya.