JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan Maret 2019 surplus 540,2 juta dollar AS yang dipicu surplus nonmigas sebesar 990 juta dollar AS. Surplus nonmigas ini menutup defisit sektor nonmigas yang sebesar 450 juta dollar AS.
Surplus neraca perdagangan Maret ini lebih besar dibandingkan dengan Februari 2019 yang sebesar 329,9 juta dollar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, dalam konferensi pers, Senin (15/4/2019), di Jakarta, mengatakan, selama Februari-Maret 2019, pergerakan harga komoditas memengaruhi kinerja ekspor-impor. Dia mencontohkan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang naik dari 61,31 dollar AS per barel pada Februari 2019 menjadi 63,3 dollar AS pada Maret 2019.
Untuk komoditas nonmigas, katanya, ada beberapa yang harganya naik, antara lain karet, nikel, dan tembaga. Sementara, harga sejumlah komoditas lain justru turun, yakni minyak sawit, cokelat, dan minyak inti kelapa sawit atau kernel.
Pada Maret 2019, nilai ekspor Indonesia 14,03 miliar dollar AS. Nilai ini meningkat 11,71 persen dibandingkan dengan Februari 2019 yang sebesar 12,5 miliar dollar AS. Peningkatan nilai ekspor ini terutama dipengaruhi kenaikan ekspor nonmigas.
Suhariyanto memaparkan, pada Maret 2019, ekspor pada hampir semua sektor tumbuh positif. Ia mencontohkan, ekspor industri pengolahan pada Maret 2019 senilai 10,31 miliar dollar AS atau tumbuh 9,48 persen dibandingkan dengan Februari 2019. Ekspor didorong sejumlah komoditas, antara lain logam mulia dan kimia dasar organik.
Sementara, tujuan ekspor nonmigas Indonesia terutama ke China, Amerika Serikat, dan Jepang. Ketiga negara itu berkontribusi 35 persen terhadap total ekspor Indonesia. Jenis komoditasnya meliputi, antara lain, besi dan baja, alas kaki, bahan rajutan, bahan bakar mineral, minyak kelapa sawit, dan karet.
Sementara, nilai impor pada Maret 2019 mencapai 13,49 miliar dollar AS atau meningkat 10,31 persen dibandingkan dengan Februari 2019. Kondisi ini terutama disumbang oleh peningkatan impor golongan mesin dan peralatan listrik senilai 211,2 juta dollar AS atau naik 17,04 persen dibandingkan dengan Februari 2019.
Secara spesifik, pada Maret 2019, Suhariyanto menyebutkan, impor barang konsumsi 1,15 miliar dollar AS atau meningkat 13,49 persen dibandingkan Februari 2019. Adapun impor bahan baku/penolong sebesar 10,14 miliar dollar AS atau naik 12,34 persen, sedangkan impor barang modal 2,20 miliar dollar AS atau naik 0,47 persen.
”Tahun 2019 harus ekstra hati-hati karena ini bukan tahun yang mudah bagi kinerja perdagangan internasional. Harga komoditas masih fluktuatif,” kata Suhariyanto.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan, perkembangan neraca perdagangan dari bulan ke bulan menunjukkan sinyal positif, terutama dalam dua bulan terakhir.
”Ada kondisi yang berbalik. Februari surplus, kemudian Maret kembali surplus,” ujarnya.
Meski demikian, Faisal memperkirakan tekanan kondisi global tetap terjadi. Ia mencontohkan, hubungan dagang Amerika Serikat-Uni Eropa mulai memanas baru-baru ini. Namun, dia memandang pengaruhnya bagi Indonesia tidak sesignifikan pengaruh perang dagang Amerika Serikat-China. (MED)