Sekitar enam tahun silam, tepatnya awal April 2013, Lionel Messi mendapatkan umpan lambung dari Dani Alves saat laga di Stadion Parc des Princes, Paris, berjalan 38 menit. Messi berlari dan kemudian menceploskan bola itu ke gawang Paris Saint-Germain. Itulah terakhir kalinya bintang Barcelona tersebut mencetak gol pada laga perempat final Liga Champions.
Laga pertama semifinal di Paris itu berakhir imbang 2-2 dan laga kedua juga berakhir imbang 1-1. Barcelona lolos ke babak semifinal untuk kemudian dibantai Bayern Muenchen dengan jumlah agregat gol 0-7.
Dua musim berikutnya, yaitu pada musim 2014-2015, Barcelona memang bisa memboyong trofi Liga Champions. Namun, masalah yang dihadapi Messi hingga saat ini tetap sama. Ia masih berusaha memecahkan kutukan yang membuatnya tumpul ketika Barcelona memasuki fase gugur dalam kompetisi antarklub paling bergengsi di Eropa ini.
Kutukan ini pun menjadi sebuah ironi. Messi sangat perkasa di kompetisi domestik dengan menjuarai La Liga sebanyak 9 kali dan mengemas total 414 gol untuk Barcelona sejak 2004 hingga saat ini. Sebagai perbandingan, Cristiano Ronaldo sewaktu bermain untuk Real Madrid (2009-2018) mengemas total 311 gol.
Wajar apabila Messi yang memiliki tinggi badan 169 sentimeter ini dijuluki ”La Pulga” atau ”Si Kutu”. Dengan tubuh mungilnya, ia justru dapat menggiring bola dengan lincah dan cepat. Ia juga memiliki akurasi tembakan yang tinggi dan kejelian melihat ruang kosong ketika berlaga. Setiap kali tampil, Messi hampir selalu menjadi pembeda bagi timnya.
Bagi para fans Barcelona, Messi sampai dipuji setinggi langit. Bahkan, sampai Paus Fransiskus turun tangan untuk mengingatkan para fans bahwa Messi adalah pemain yang sangat bagus, tetapi bukan Tuhan.
Namun, keperkasaan Messi memudar ketika tampil di kompetisi Eropa. Sepanjang kariernya, Messi mencetak total 108 gol di Liga Champions, sementara Ronaldo sudah mencetak total 125 gol. Bukan berarti Messi tidak bisa mencetak gol di Liga Champions, karena pada musim ini saja pemain asal Argentina itu menjadi pencetak gol terbanyak bersama striker Muenchen, Robert Lewandowski. Keduanya telah mencetak delapan gol.
Masalah Messi baru muncul ketika Barcelona memasuki fase gugur. Kemampuannya mencetak gol mendadak menurun. ”Musim lalu, kami meraih gelar ganda (di kompetisi domestik), tetapi kami selalu gagal di Liga Champions. Kami janji musim ini akan membawa trofi (Liga Champions) kembali ke Camp Nou,” ujar Messi.
Menjalar ke tim
Kutukan yang menjerat Messi ternyata juga berpengaruh terhadap tim. Pada tiga musim terakhir, Barcelona selalu kandas di babak perempat final. Pada musim ini, mereka punya peluang untuk memecahkan kutukan itu dengan mengalahkan Manchester United (MU) pada laga kedua perempat final, Rabu (17/4/2019) dini hari WIB. Barcelona punya modal unggul 1-0 pada laga pertama.
Namun, setiap lawan yang dihadapi Barcelona selalu punya misi untuk melumpuhkan Messi terlebih dulu. Begitu pula dengan MU. Pelatih MU Ole Gunnar Solskjaer menugasi Scott McTominay untuk mengawal ketat Messi. Bahkan, pada laga itu pula Messi mengalami patah hidung setelah berbenturan dengan bek MU, Chris Smalling.
”Messi memang sulit dihentikan, tetapi itu bukanlah hal yang mustahil,” ujar Solskjaer menjelang laga pertama. Misi Solskjaer itu pun bakal terus berlanjut pada laga kedua nanti. Jika berhasil, Messi akan menunggu lebih lama lagi untuk bisa mencetak gol pada laga perempat final. (AFP/REUTERS)