Salah satu yang ditelusuri lebih lanjut oleh Badan Pengawas Pemilu Jatim yakni beberapa kasus dugaan politik uang.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pelaksanaan pemilihan umum di 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, Rabu (17/4/2019), berlangsung lancar kendati sempat diwarnai sejumlah peristiwa yang diduga masuk kategori pelanggaran. Salah satu yang ditelusuri lebih lanjut oleh Badan Pengawas Pemilu Jatim adalah beberapa kasus dugaan politik uang.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu Jatim (Bawaslu) Aang Kunaifi mengatakan, hingga Rabu sore, pihaknya menginvestigasi lebih lanjut terkait dengan 11 laporan kasus dugaan politik uang yang terjadi di sejumlah wilayah di Jatim. Contohnya dua kasus di Kabupaten Ponorogo dan masing-masing satu kasus di Kabupaten Malang, Probolinggo, dan Sidoarjo.
”Investigasi lanjutan ini dalam kerangka memenuhi syarat formal ataupun material dalam proses penanganan perkara,” ujar Aang Kunaifi.
Aang mengatakan, pihaknya harus mencari pelaku politik uang dan melengkapi alat bukti agar memenuhi syarat untuk diproses sebagai pidana pemilu. Politik uang ini terjadi pada masa rawan, yakni tiga hari sebelum pencoblosan hingga pagi hari pada hari pencoblosan.
Dari sejumlah laporan kasus politik uang, ada beberapa di antaranya yang telah selesai dianalisis dan hasilnya dinyatakan tidak memenuhi unsur pidana. Misalnya, kasus dugaan politik uang yang terjadi di Kabupaten Lamongan. Kasus dengan barang bukti uang lebih dari Rp 1 miliar itu tidak memenuhi unsur politik uang karena dananya untuk operasional saksi.
Sementara kasus dugaan politik uang untuk wilayah Blitar dan Tulungagung yang ditangkap di Surabaya setelah ditelusuri ternyata uangnya untuk operasional saksi. Adapun kasus di Banyuwangi juga diputuskan tidak memenuhi syarat politik uang karena bukan peserta pemilu.
Marji Nurcahyo dari Divisi Penindakan Pelanggaran Pemilu Bawaslu Ponorogo membenarkan, pihaknya tengah memproses dua kasus dugaan politik uang yang melibatkan total 20 warga. Adapun barang bukti yang dikumpulkan berupa uang sebanyak Rp 67.490.000.
”Selain itu, juga ada daftar nama para penerima uang serta alat peraga surat suara dengan nama caleg,” ucap Marji.
Kasus pertama terjadi di Desa Jenangan, Kecamatan Jenangan, Minggu (14/4). Bawaslu mengamankan dua orang yang diduga anggota tim sukses salah satu caleg DPRD Kabupaten Ponorogo. Mereka kedapatan menyiapkan uang yang akan dibagikan kepada warga untuk mempengaruhi pilihan politik. Dalam perkara itu, Bawaslu menyita uang Rp 1.330.000 dalam bentuk lembaran Rp 50.000 dan Rp 20.000.
”Berdasarkan daftar nama yang diperoleh dari dua orang itu, rencananya uang akan dibagikan kepada 19 pemilih untuk mempengaruhi pilihan politik mereka. Masing-masing pemilih mendapat Rp 70.000,” kata Marji.
Kasus kedua terjadi pada Selasa malam. Pihaknya menerima laporan dari Desa Sendang, Kecamatan Jambon. Setelah didatangi, Bawaslu mendapati salah satu rumah warga yang digunakan untuk menyiapkan kegiatan politik uang. Di dalam rumah itu didapati 15 orang tengah menyiapkan uang yang akan dibagikan.
Total nilai uang yang ditemukan Rp 66.160.000. Uang yang sudah tertata rapi dalam bentuk paket-paket itu mayoritas merupakan lembaran Rp 20.000 dan Rp 10.000. Setiap paketnya berisi tiga lembar Rp 20.000 dan selembar Rp 10.000. Paket senilai Rp 70.000 itu rencana dibagikan kepada 1.500 pemilih.
Surat suara
Aang Kunaifi menambahkan, selain politik uang, pelaksanaan Pemilu 2019 juga diwarnai beragam peristiwa yang menjadi catatan penting Bawaslu. Contohnya, surat suara tidak sesuai peruntukan karena berbeda daerah pemilihan (dapil). Hal itu murni kesalahan saat proses distribusi.
Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat agar menjaga proses penghitungan dan menjaga situasi Jatim tetap kondusif.
Peristiwa lain adalah adanya surat suara yang jumlahnya kurang karena daftar pemilih tetap tambahan yang jumlahnya lebih tinggi. Bawaslu juga menerima laporan kejadian surat tercoblos salah satu pasangan calon presiden dan kasus pemukulan terhadap panitia pemungutan suara serta saksi. Laporan pemukulan itu terjadi di wilayah Madura.
Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, tingkat partisipasi pemilih di wilayahnya cukup tinggi. Dari pantauan di Kabupaten Jombang, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, dan Sidoarjo, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya hampir 80 persen.
”Saya ingin menyampaikan kepada seluruh masyarakat agar menjaga proses penghitungan dan menjaga situasi Jatim tetap kondusif,” ucap Khofifah.