JAKARTA, KOMPAS — Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, DKI Jakarta memiliki sembilan proyek infrastruktur senilai Rp 571 triliun yang diusulkan untuk didanai melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Program itu diusulkan mendapatkan pendanaan tidak hanya dari APBN atau APBD.
Denny Wahyu Haryanto, Wakil Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Selasa (16/4/2019), menjelaskan, kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) atau kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha (KPDBU) merupakan alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur.
Dalam Jakarta Investment Center Talk, DPMPTSP ingin menggugah investor atau lembaga swasta agar berkontribusi dalam membangun infrastruktur di Jakarta.
Pengadaan infrastruktur melalui KPBU atau KPDBU, ujar Denny Wahyu, akan meminimalkan risiko karena ada pembagian biaya, pembagian risiko, juga pembagian pengelolaan.
Bastary Pandji Indra, Asisten Deputi Perumahan, Pertanahan, dan Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Koordinator Perekonomian, menyebutkan, dalam penyediaan infrastruktur melalui KPBU, pemerintah melalui kantor bersama dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sudah menyusun skema risiko, baik risiko yang harus ditanggung pemerintah dan investor. Pemerintah bertanggung jawab atas risiko politik dan perubahan atau perkembangan mata uang.
”Itu semua ada diatur dalam peraturan menteri keuangan dan dibuatkan guideline-nya oleh PT PPI,” ucap Bastary.
Terkait pendanaan melalui KPDBU, DKI Jakarta perlu memperkuat dan meningkatkan kapasitas SDM pemerintah agar bisa membangun kerja sama yang baik. ”Yang penting transparansi, dan ini harus dibiasakan,” lanjutnya.
Dalam Musyawarah Rencana Pembangunan DKI Jakarta, Rabu, 10 April, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mendorong Pemprov DKI agar mayoritas pembangunan infrastruktur sampai tahun 2030 tidak mengandalkan APBN/APBD. KPBU dan partisipasi swasta secara penuh menjadi penting.
Adapun proyek infrastruktur yang diusulkan DKI kepada Bappenas untuk didanai dengan KPBU adalah pengembangan jaringan rel moda raya terpadu (MRT) menjadi 223 kilometer senilai Rp 214 triliun, pengembangan jaringan rel kereta ringan (LRT) menjadi 116 kilometer senilai Rp 60 triliun, serta pengembangan panjang rute bus transjakarta menjadi 2.149 kilometer senilai Rp 10 triliun.
DKI juga mengusulkan pembangunan jaringan rel layang jalur lingkar sepanjang 27 kilometer senilai Rp 27 triliun, penyediaan permukiman hingga 600.000 unit (fasilitas pembiayaan 30 persen) senilai Rp 90 triliun, dan peningkatan cakupan air bersih hingga 100 persen penduduk DKI senilai Rp 27 triliun.
Usulan lain terkait peningkatan cakupan air limbah hingga 81 persen penduduk DKI senilai Rp 69 triliun, revitalisasi angkot hingga 20.000 unit senilai Rp 4 triliun, serta pengendalian banjir dan penambahan pasokan air senilai Rp 70 triliun.
Usulan tersebut, lanjut Denny, masih dikaji Bappenas untuk menentukan proyek yang bisa didanai KPBU.
Satu dari sembilan usulan itu saat ini sudah disetujui untuk prastudi kelayakan (feasibility study), yaitu usulan proyek cakupan air limbah Jakarta Sewerage System (JSS) Zona 8. JSS Zona 8 dikerjakan melalui Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas bekerja sama dengan ADB.