Dunia Bisnis Optimistis Menghadapi Tahun Ini
JAKARTA, KOMPAS
Hari Rabu (17/4/2019) ini, Indonesia melaksanakan Pemilu. Siapa pun Presiden-Wakil Presiden terpilih, harapan pelaku usaha dan dunia bisnis tersandar ke pundak mereka.
Apalagi, Pemilu kali ini dilakukan di tengah kondisi perekonomian global yang tidak menentu. Kondisi itu dipengaruhi, antara lain, perang dagang Amerika Serikat-China yang belum juga reda dan geopolitik di sejumlah negara yang meningkat.
Bank Dunia pada Januari lalu merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global, dari 3 persen menjadi 2,9 persen. Adapun Dana Moneter Internasional (IMF) yang pada Januari lalu mengoreksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,7 persen menjadi 3,5 persen, kembali merevisi pada April menjadi 3,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi global yang melambat ini dikhawatirkan berdampak pada perdagangan dunia. Bagi Indonesia, mengutip Deputi Bidang Koordinasi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir, pekan lalu, dalam jangka menengah, risiko yang perlu diperhatikan Indonesia adalah risiko ekspor.
Indonesia, dalam APBN 2019, menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada tahun ini.
Di tengah kondisi perekonomian global yang tak menentu, sejumlah pimpinan perusahaan di Indonesia, yang dimintai komentar hingga Selasa (16/4), optimistis. Mereka meyakini Indonesia memiliki potensi dan daya saing.
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir menegaskan, siapa pun presiden-wakil presiden terpilih dalam Pemilu 2019, sebaiknya dapat menjaga keberlanjutan kebijakan yang sudah ada saat ini. Keberlanjutan kebijakan merupakan hal yang penting bagi investor untuk memperoleh jaminan kepastian hukum dan iklim investasi yang kondusif. Ia optimistis Indonesia memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang positif.
"Saya optimistis, dengan didukung ketersediaan infrastruktur dan pasokan listrik yang terus diperkuat, Indonesia dapat mempertahankan momentum pertumbuhan ekonominya. Apalagi kalau Pemilu berjalan lancar," kata Garibaldi di Jakarta.
Ia menambahkan, hal penting untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, salah satunya, adalah kepastian hukum bagi investor. Di tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global, selain meningkatkan ekspor, investasi juga perlu ditingkatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk investasi asing.
Investasi yang meningkat, kata Garibaldi, dapat menciptakan lapangan kerja baru serta menumbuhkan daya beli dan konsumsi. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi juga dapat terus meningkat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produk domestik bruto (PDB) Indonesia per akhir 2018 sebesar Rp 14.837 triliun atau tumbuh 5,17 persen secara tahunan.
Adapun data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan, realisasi investasi pada 2018 sebesar Rp 721,3 triliun. Jumlah itu terdiri dari penanaman modal asing Rp 392,7 triliun dan penanaman modal dalam negeri Rp 328,6 triliun.
Penyerapan tenaga kerja pada 2018, berdasarkan data BKPM, sebanyak 960,052 orang.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono berpendapat, salah satu isu besar saat ini adalah defisit neraca perdagangan.
"Semua negara berusaha agar neraca perdagangannya setidaknya nol atau positif," kata Warih di Tangerang, Banten.
Mengacu pada data BPS, neraca perdagangan Indonesia pada 2018 defisit 8,496 miliar dollar AS. Defisit ini terjadi akibat neraca perdagangan migas yang defisit 12,464 miliar dollar AS tidak bisa ditutup dengan surplus neraca perdagangan nonmigas yang sebesar 3,967 miliar dollar AS.
Menurut Warih upaya mengurangi impor dapat memperbaiki neraca dagang secara lebih cepat. Akan tetapi, dalam jangka panjang, ekspor harus ditingkatkan dalam jumlah besar agar kinerja perdagangan Indonesia membaik.
"Ekspor hanya bisa diberikan oleh industri, terutama industri yang dapat memberi nilai tambah. Jadi, industri adalah faktor kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," katanya.
Terkait hal tersebut, menurut Warih, kebijakan Indonesia mendatang tetap harus mendukung pertumbuhan sektor industri. Regulasi, fasilitas insentif, dan infrastruktur harus menarik dapat investor untuk mengembangkan industri di Indonesia.
Menurut catatan BKPM, negara yang merealisasikan investasi dalam jumlah paling besar di Indonesia adalah Singapura. Negara itu merealisasikan investasi 9,193 miliar dollar AS pada 4.946 proyek.
Seluruh sektor
Sementara, pendiri dan CEO Bhinneka.com Hendrik Tio berharap, presiden dan wakil presiden hasil Pemilu 2019 mampu memberikan kepastian bisnis dan keamanan. Selain itu, dia juga berharap, penyusunan serta penetapan regulasi yang diluncurkan di Indonesia memperhitungkan kemajuan seluruh sektor industri, termasuk perdagangan elektronik atau e-dagang.
Menurut Hendrik, bisnis e-dagang di Indonesia memiliki prospek yang kian positif. Dia mencontohkan, pada 2018, Bhinneka hadir di platform e-dagang milik Lazada dengan nama Bhinneka Official Store. Kerja sama ini bertujuan memperluas pangsa pasar sekaligus membuktikan kolaborasi antarpemain e-dagang.
"Tahun 2019 ada beberapa proyek kerja sama diluncurkan dan tidak hanya dilakukan oleh Bhinneka. Jadi, berikan kepastian dan keamanan," kata dia.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk I Gusti Ngurah Askhara Dhanadiputra menyampaikan, di tengah pertumbuhan ekonomi yang stagnan, dunia bisnis harus berinovasi dalam mengembangkan usaha. Oleh karena itu, dukungan pemerintah bagi dunia bisnis sangat diharapkan.
"Bisnis penerbangan yang harus selalu mengedepankan keselamatan, sudah harus mengembangkan usaha logistik yang terintegrasi sebagai penunjang bisnis e-dagang. Jika sebelumnya maskapai hanya sekadar memindahkan penumpang dari satu titik ke titik lain, kini harus melakukan sesuatu yang lain. Maskapai mempunyai kelebihan bisa menghubungkan Nusantara melalui pengiriman barang kurang dari 24 jam ke seluruh wilayah Indonesia," kata Askhara.
Askhara menambahkan, dukungan regulasi dari pemerintah sangat diperlukan. Sebab, investasi yang dibutuhkan industri penerbangan terkait teknologi baru cukup signifikan.
"Dukungan dari pemerintah kepada industri penerbangan agar bisa menjadi pemain global dan siap bersaing, serta membawa merah putih ke seluruh penjuru dunia juga diperlukan," tegas dia.
Dalam negeri
Direktur Ciputra Group Harun Hajadi mengatakan, pertumbuhan sektor properti lebih banyak dipengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri dibandingkan kondisi perekonomian global. Sebab, seluruh komponen pendukungnya ada di dalam negeri, mulai dari lahan, tenaga kerja, hingga material, yang hampir seluruhnya diproduksi atau ada di dalam negeri.
Sebagai sebuah siklus, lanjut Harun, pertumbuhan sektor properti melambat sejak 2014. Pada periode 2008-2013, sektor properti meningkat tajam, bahkan sampai ke puncak.
Tahun ini, sektor properti diperkirakan kembali meningkat seiring dengan perbaikan kondisi perekonomian di dalam negeri. Oleh karena itu, pemimpin Indonesia yang terpilih dalam Pemilu 2019 diharapkan dapat menjaga agar perekonomian RI tetap tumbuh.
“Ketika kondisi pertumbuhan perekonomian ekonomi melambat, bagaimana membuat orang tetap berinvestasi atau konsumsi, Kita beruntung karena inflasi rendah, di kisaran 3 persen, sehingga meskipun Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan beberapa kali, suku bunga kredit masih terjaga,” kata Harun.
Menurut Harun, perizinan untuk sektor properti kebanyakan ada di tangan pemerintah daerah, seperti mengenai rencana tata ruang wilayah (RTRW). Dalam beberapa persoalan, sejumlah pemerintah daerah tidak siap mengubah RTRW.
Di sisi lain, properti juga dipengaruhi peraturan mengenai perpajakan, terutama untuk segmen menengah ke atas yang terkena pajak penjualan untuk barang mewah.
Secara terpisah, Direktur Utama dan Komisaris Utama PT Tirta Anugerah Abadi, Iwan Sutanto, mengemukakan, industri perikanan memiliki potensi besar untuk menggerakkan perekonomian nasional. Akan tetapi, potensi itu belum dimanfaatkan secara optimal.
Selama ini, ekspor produk perikanan dan komoditas pertanian lainnya masih didominasi dalam bentuk bahan baku. Padahal, jika sudah diolah, produk tersebut memiliki nilai tambah dan harga yang lebih tinggi.
Untuk itu, presiden-wakil presiden terpilih perlu mendorong industrialisasi berbasis pengolahan. Saat ini, industri pengolahan masih kekurangan bahan baku. Stok ikan yang diklaim semakin meningkat karena pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal, belum diikuti dengan pemanfaatan yang optimal.
Di sisi lain, penetrasi teknologi harus terus didorong untuk meningkatkan daya saing produk perikanan.
“Pengembangan industri pengolahan dan teknologi menjadi kunci agar sektor perikanan lebih berdaya saing dan menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Iwan.
Sementara, Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk Santosa menyebutkan, presiden-wakil presiden terpilih harus mampu mengeksekusi program-program yang dijanjikan dan melanjutkan program-program yang sudah baik.
"Yang paling penting, eksekusi. Siapa pun yang memimpin, kalau tidak bisa mengeksekusi, percuma," katanya.
Menurut Santosa, program-program yang perlu terus ditingkatkan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan infrastruktur. "Kalau tidak ditingkatkan, biaya logistik tidak bisa berkompetisi," katanya. (APO/CAS/MED/ARN/NAD/FER/LKT)