Keputusan Bank Sentral AS Tahan Kenaikan Suku Bunga Untungkan Indonesia
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai, keputusan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, untuk menahan kenaikan suku bunga mereka di tingkat 2,25 persen-2,5 persen tahun ini bisa menguntungkan Indonesia. Keputusan Bank Sentral AS yang disampaikan dalam risalah pertemuan Rabu (10/4/2019) dinilai bisa menahan arus keluar dana di negara berkembang, termasuk Indonesia, sehingga bisa menahan gejolak ekonomi.
Sri Mulyani mengemukakan, keputusan The Fed tidak menaikkan suku bunga merupakan respons mereka terhadap pelemahan kondisi perekonomian global. The Fed, lanjutnya, sadar keputusan menaikkan suku bunga bisa membuat gejolak ekonomi dunia.
Menurut Sri Mulyani, kini The Fed dinilai lebih sabar dan memberikan ruang yang lebih lebar bagi negara-negara berkembang.
”Artinya, kenaikan suku bunga yang akan mengakibatkan guncangan di pasar negara berkembang tidak akan terjadi atau akan berhenti. Itu bagus untuk negara-negara berkembang, salah satunya seperti kita,” ujar Sri Mulyani, ditemui seusai memberikan suara di TPS 77 di Kelurahan Pondok Karya, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Rabu (17/4/2019).
Artinya, kenaikan suku bunga yang akan mengakibatkan guncangan di pasar negara berkembang tidak akan terjadi atau akan berhenti. Itu bagus untuk negara-negara berkembang, salah satunya seperti kita.
Meski demikian, pemerintah tetap akan mengantisipasi segala kemungkinan terjadinya gejolak ekonomi yang disebabkan pelemahan ekonomi dunia.
Dana Moneter Internasional (IMF) baru saja mengoreksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 3,3 persen. Angka ini terus menyusut dari proyeksi sebelumnya 3,9 persen dikoreksi menjadi 3,7 persen dan terakhir menjadi 3,5 persen.
Tidak hanya IMF, indikator pelemahan ekonomi dunia juga dikemukakan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Regulator perdagangan dunia ini mengoreksi pertumbuhan perdagangan dunia tahun ini menjadi 2,6 persen menyusut dari proyeksi sebelumnya di angka 3,0 persen.
Mengantisipasi pelemahan ekonomi dunia, pemerintah akan menjaga ruang fiskal dan moneter.
”Jadi kita harus tetap menjaga ruang kebijakan fiskal dan moneter sehingga punya ruang yang cukup untuk antisipasi gejolak apa pun di dunia ini,” ujar Sri Mulyani.
Ia mengatakan, apabila terjadi pelemahan ekonomi, pemerintah bisa melakukan dorongan ekonomi. Adapun dorongan ekonomi di bidang moneter bisa dilakukan dengan menurunkan suku bunga pinjaman untuk mendorong produksi dan konsumsi masyarakat.
Sementara di bidang fiskal, pemerintah bisa meningkatkan penerimaan pajak yang berujung pada belanja pemerintah.
Gubernur The Fed Jerome Powell dalam risalah yang dirilis Rabu pekan lalu mengumumkan akan menahan tingkat suku bunga.
”Terkait proyeksi kebijakan moneter setelah rapat ini, mayoritas partisipan memperkirakan evolusi proyeksi ekonomi dan risiko terhadapnya sepertinya akan mendukung langkah untuk menahan kisaran target suku bunga tidak berubah sepanjang tahun ini,” tutur Jerome menurut risalah rapat tersebut, dilansir dari CNBC International.
Dana asing
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan, masih mendominasinya dana asing di pasar keuangan Indonesia yang masih dangkal. Kondisi ini membuat kondisi sektor keuangan Indonesia menjadi lebih mudah goyah ketika terjadi gejolak keuangan dunia.
Kenaikan suku bunga The Fed yang membuat dana segar kembali ke AS pernah mendera Indonesia pada tahun 2018. Pada awal 2018, kurs rupiah terhadap dollar AS di kisaran Rp 13.500, lalu merosot pada akhir Oktober 2018 hingga menembus Rp 15.220.
”Jika struktur kedalaman pasar uang kita sudah baik, kita lebih tahan menghadapi gejolak eksternal,” ujar Josua.