Partisipasi Dorong Pemilu Damai
Ikut mencoblos calon-calon pilihan di dalam bilik suara saja saat pemilihan umum rupanya dirasa belum cukup menunjukkan partisipasi aktif untuk mensukseskan pesta demokrasi tahun ini. Bagi anak muda, kepedulian dan partisipasi langsung untuk ikut mengkampanyekan pemilu damai di masyarakat itu penting.
Salah satu bentuk partisipasi untuk kampanye damai itu dilakukan 70 mahasiswa semester 2 program studi Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), ISI Surakarta, dengan memajang desain bertemakan “Peduli Pemilu Damai 2019” di Kampoeng Demokrasi, Dukuhan, Nayu, RT/RW 02/03, Kadipiro, Solo.
Beragam ilustrasi poster yang berjumlah sekitar 70 karya dengan media cetak dipamerkan sejak, Selasa (9/4/2019), hingga pencoblosan pemilu berakhir, Rabu. Media cetak yang digunakan unik karena berupa ban bekas sepeda motor dengan diamter 50 cm.
Pesan-pesan yang disampaikan melalui karya mahasiswa itu seputar ajakan menolak politik uang, tetap bersatu meski berbeda pilihan, antihoaks dan ujaran kebencian, pemilu damai, semangat toleransi, ajakan untuk tidak golput, dan konten persuasif kepada generasi milenial agar mensukseskan pesta demokrasi.
Selain pameran karya ilustrasi poster itu mahasiswa juga membuat aksi grafiti massal dengan cat pylox, spidol, dan alat gambar lainnya di media spanduk raksasa berukuran 3 m x 3 m. Di spanduk itu mahasiswa bisa menuangkan beragam kreasi konten pemilu damai bagi masyarakat Indonesia.
Koordinator Mahasiswa DKV, FSRD, ISI Surakarta, Nindra Aris Setya Budi, menceritakan ajakan mahasiswa untuk terlibat dalam kampanye pesan positif tentang Pemilu 2019 berawal dari ruang kuliah tepatnya mata kuliah Ilustrasi Terapan yang diampu dosen Basnendar Herry Prilosadoso dan Rendya Adi Kurniawan. Keduanya mengajak mahasiswa menerapkan ilmu yang didapat selama kuliah dengan menggelar pameran.
Mahasiswa diharapkan bisa berkontribusi langsung mensukseskan pemilu agar terlaksana dengan damai, aman, jujur, dan adil melalui kompetensi dan kemampuan mahasiswa dalam mengolah ide gagasan kreatif lewat karya ilustrasi. “Nah, yang dekat kan pemilu. Mahasiswa diminta membuat poster bertema pemilu. Kegiatan ini untuk menyemarakkan berbagai ajakan pemilu damai di Kota Solo,” jelas Nindra.
Sebagian besar karya mahasiswa, lanjut Nindra, menyuarakan agar masyarakat tidak percaya pada informasi yang hoaks atau menyesatkan dan tidak benar. Ada juga karya ajakan untuk tidak apatis terhadap pemilu dan imbauan untuk tidak percaya pada politik uang. Meski sederhana, setiap mahasiswa dapat berkontribusi sesuai dengan bidangnya masing-masing. Mahasiswa diberi waktu satu minggu untuk menciptakan karya posternya.
“Kami juga membuat aksi mural. Ada banner ukuran 3m x 3m yang menampung aspirasi pengunjung yang hadir seperti
mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum. Semua kami ajak berperan mensukseskan pemilu 2019,”kata Nindra yang untuk pertama kalinya mencoblos calon presiden di Pemilu 2019.
Pemilih pemula
Selain kampanye damai, sosialisasi proses pemilu bagi Ryan Hendrich Dharma Wijaya (25) juga penting dilakukan untuk generasi milenial khususnya pada pemilih pemula. Ryan yang menjadi Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi (KPPD) Provinsi Bali dan Panitia Pemilihan Kecamatan Denpasar Selatan KPU Kota Denpasar itu aktif memberikan sosialisasi kepada pemilih pemula melalui acara-acara seperti KPU Goes to Campus, Bincang Pemilu di stasiun RRI, acara pemilu di stasiun TVRI, dan sosialisasi ke masyarakat Denpasar Selatan.
Acara-acara yang dilakukan KPPD Bali untuk masyarakat khususnya anak muda antara lain diskusi kelompok terarah, lomba mural, musik, yel-yel, pidato pemilu, teater, dan acara mengopi bersama. Berbagai acara kreatif dikemas agar anak muda tidak apatis terhadap proses demokrasi.
Alumni Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yang kini kuliah di Universitas Pendidikan Nasional Denpasar itu tergabung dalam komunitas ini sejak 2016 sebagai mitra kritis dan mitra strategis bentukan dari KPU RI dan KPU Provinsi Bali terkait pendidikan pemilih dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemilu baik pemilihan kepala daerah dan pemilu Nasional, khususnya untuk generasi milenial.
“Saya menyadari pentingnya peran serta masyarakat khususnya pemilih milenial yang hampir mencapai 40 persen dari total daftar pemilih tetap nasional. Saya ikut bertanggungjawab membantu menyadarkan generasi milenial punya nilai suara penting bagi keberlangsungan hidup demokrasi dan pembangunan masyarakat lima tahun ke depan,” kata Ryan.
Sosialisasi fokus pada generasi milenial masih harus intensif dilakukan karena menurut Ryan generasi milenial ternyata belum menyadari perannya dalam memberikan suara terutama dalam hal menjadi pemilih yang cerdas. Generasi milenial harus cerdas menentukan sikap dalam pemilu dan kritis dengan perkembangan demokrasi Indonesia.
“Bukan urusan media sosial instagram melulu dan apatis dengan persoalan politik yang memengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Ryan.
Ryan berharap ke depan akan semakin banyak anak muda yang aktif berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu. Terlibat beraktivitas di KPPD Provinsi Bali bagi Ryan memberikan pengalaman baru yang menarik. Di satu sisi, ia bisa berbagi sudut pandang, pengalaman, dan informasi dengan banyak orang baik generasi milenial atau akademisi tentang pemilu dan demokrasi. Ia juga bisa berkreasi memberikan penyuluhan atau pendidikan ke pemilih sesuai dengan sasaran usia dan hobinya.
“Saya bisa belajar bagaimana memberikan pemahaman yang baik sehingga mereka bisa menjadi pemilih cerdas dan meningkatkan partisipasi masyarakat,” ucap Ryan.
Namun, tak selamanya tugas Ryan mudah karena ada saja orang yang merasa lebih tahu tentang pemilu sehingga ia diremehkan hanya karena masih berusia muda. Ia juga merasa kekurangan waktu karena terlalu banyak hal yang harus didiskusikan dan dilakukan. Selain itu, ia merasa dana kas masih kurang sehingga anggota KPPD untuk sementara harus mengumpulkan uang untuk menjalankan aktivitas.
Berbeda dengan Ryan yang merasa diremehkan karena berusia muda, Gumilang Alam (20), mahasiswa program Sistem Informatika semester akhir Universitas Budhi Luhur, Jakarta, justru merasa anak muda juga dianggap penting karena pada akhirnya toh nanti anak muda yang juga menggantikan orang-orang yang lebih tua. Alam ditunjuk menjadi salah satu panitia pencoblosan di TPS 11 Rawakalong, Bogor, dan tugasnya menjaga kotak suara dan membantu 221 pemilih melipat surat suara.
“Mau aja sih karena mau mencoba hal baru dan sudah waktunya anak muda paham tentang pemilu. Lagipula, kalau panitianya anak muda nanti kan penghitungan suaranya bisa lebih cepat,” kata Alam.
Dengan dilantik sebagai panitia, Alam merasa mendapat kepercayaan dari orang-orang yang lebih tua. Hanya saja banyak warga sekitar yang agak kaget karena panitia pencoblosan tahun ini lebih banyak anak muda. “Tantangannya, terkadang orang yang lebih tua suka mengharapkan lebih dari kinerja kita anak muda. Yang penting kita berbuat yang terbaik untuk pemilu ini,” ujarnya.