Perbaikan jaringan irigasi utama di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pascagempa bumi diperkirakan bakal meleset dari target semula akhir April 2019. Warga meminta pengerjaan irigasi dilakukan dengan sistem padat karya agar perbaikan cepat rampung sehingga sawah bisa diolah kembali.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
SIGI, KOMPAS — Target perbaikan jaringan irigasi utama di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, pascagempa bumi diperkirakan bakal meleset dari target semula akhir April 2019. Warga meminta pengerjaan irigasi dilakukan dengan sistem padat karya agar perbaikan cepat rampung sehingga sawah bisa diolah kembali.
Pantauan Kompas, Rabu (17/4/2019), baru sekitar 200 meter dari bendungan lantai irigasi dicor dengan beton. Besi untuk dinding irigasi sebagian sudah ditancapkan. Sepanjang 300 meter material berupa tanah dan pasir dipadatkan di dasar atau lantai irigasi.
Titik-titik yang diperbaiki itu belum sampai di Desa Pandere, Kecamatan Gumbasa, Sigi, yang merupakan desa pertama yang dilintasi irigasi, dengan jarak 1 kilometer dari bendungan. Tak terlihat pekerja di lokasi.
Berdasarkan target pemerintah pascabencana, pengerjaan tahap pertama jaringan irigasi sepanjang 7 km bakal rampung akhir April. Irigasi itu untuk mengairi 1.700 hektar sawah di Desa Pandere dan Kalawara di Gumbasa serta Desa Lembara di Kecamatan Tanambulava.
Jaringan irigasi Gumbasa mengairi total 8.000 hektar sawah di Kabupaten Sigi sepanjang 36 km. Jaringan irigasi itu hancur karena guncangan gempa dan likuefaksi, 28 September 2018.
Akibatnya, sawah tak bisa ditanami padi. Warga memilih mengolah lahan sawah dengan menanam palawija, terutama jagung. Pemerintah menargetkan perbaikan jaringan irigasi itu rampung pada 2020.
Moh Said (43), warga Desa Pandere, menyatakan pesimistis irigasi akan bisa difungsikan pada akhir April ini. ”Kami meminta pemerintah memacu perbaikan irigasi agar secepatnya bisa kami gunakan untuk mengairi sawah,” katanya.
Said menanam jagung di sawah seluas 1 hektar. Hasil panen untuk penanaman pertama pada Maret lalu sebanyak 500 kilogram. Jagung tersebut tumbuh mengandalkan hujan.
Menurut dia, salah satu cara agar perbaikan irigasi cepat rampung adalah dengan melaksanakan sistem pembangunan padat karya. Warga di desa-desa sekitarnya bisa dilibatkan dalam pengerjaan irigasi. ”Soal upah, kami dan pelaksana proyek bisa negosiasi. Tujuannya, agar irigasi bisa segera kembali berfungsi,” ujarnya.
Rudy, perwakilan Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mengakui seretnya perbaikan irigasi tersebut. Diperkirakan perbaikan untuk tahap pertama baru rampung pada Mei. Ia mengatakan, pengerjaan perbaikan molor dari rencana semula, dari target Desember 2018 baru dilakukan Februari 2019. Penyebabnya dipicu perubahan desain fisik irigasi.
Bupati Sigi Irwan Lapatta menyatakan, ketiadaan irigasi menjadi pukulan besar untuk pertanian di Sigi. ”Perbaikan irigasi jadi salah satu prioritas penanganan pascabencana. Karena itu, pengerjaannya harus dilakukan dengan serius. Irigasi itu menjangkau sebagian besar mata pencarian warga,” ujarnya.