Di balik paras ayu dan tubuh atletis, pelari 100 meter gawang putri andalan Indonesia Emilia Nova adalah perempuan tangguh. Sosok yang tidak mau menyerah dengan keadaan dan berjuang sampai garis finis.
Sejak 2015, Emilia menderita cedera tumit atau plantar fasciitis yang kerap kambuh. Sejumlah cedera juga menderanya, mulai dari lutut, hamstring, hingga robek otot (strain) antara pinggul dan paha. Namun, Emilia tidak pernah mengeluh. Dia tetap berlatih keras dan berjuang saat berlomba.
Puncak perjuangannya terlihat saat Emilia berlari dengan cedera strain saat tampil di final 100 m gawang putri Asian Games 2018. Namun, Emilia tetap berlari sekuat tenaga dan finis di posisi kedua dengan waktu 13,33 detik. Medali perak yang diperolehnya adalah medali Asian Games pertama Indonesia dari nomor lari gawang putri
”Sejak saya latih tahun 2014, saya kenal Emil sebagai atlet yang disiplin, keras, ngotot, dan tidak mudah menyerah. Saat cedera, ia tidak mengeluh. Kadang, saya kerepotan mengelolanya. Saat saya minta dia istirahat, dia maunya terus berlatih,” ujar pelatih lari gawang putri pelatnas Fitri ”Ongky” Haryadi di Jakarta, Senin (15/4/2019).
Pelari kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1995, itu mulai terjun di nomor lari gawang pada 2014 setelah sebelumnya fokus di saptalomba. Cedera tumitnya muncul kemudian, kadang terasa dan kadang hilang. Saat menyerang, rasanya ngilu hingga ia tidak sanggup menapakkan kaki.
Dari hasil rontgen, tidak ada keanehan di tumitnya. ”Menurut dokter, ini cedera yang biasa dialami pelari gawang. Tumit pelari gawang bekerja lebih keras karena digunakan sebagai tumpuan dan mendarat saat melompati gawang,” katanya.
Kondisi tubuh Emilia memang rentan cedera, tetapi ia tetap tekun berlatih. Pada awal tahun, cedera tumit dan dampak ikutannya kembali mengganggu program latihan. Namun, dia tetap berhasil meraih emas di nomor andalannya pada Grand Prix Malaysia Terbuka, 30-31 Maret. Menjelang Kejuaraan Asia Atletik 2019, 21-24 April, ia tetap berusaha sebaik mungkin.
”Saya akan berusaha keras tapi tidak benar-benar ngotot. Apalagi target utama saya tahun ini adalah Kejuaraan Dunia Atletik Mahasiswa di Italia pada Juli dan SEA Games 2019 Filipina pada November-Desember mendatang,” ucapnya.
Berusaha sembuh
Berkat bantuan Ketua Umum PB PASI Bob Hasan, Emilia berkonsultasi setiap bulan dengan dokter ahli penyakit kaki (podriatis) Robert Ashton yang didatangkan dari Singapura ke Jakarta.
Untuk meredam rasa sakit di tumit, Emilia kini menggunakan insole atau alas kaki dalam sepatu khusus yang menyesuaikan bentuk kakinya. Alat bantu yang digunakan sejak Juli 2018 itu juga bisa membantu memperbaiki postur kakinya yang cenderung tak seimbang.
Alas tambahan itu dibuat dari bahan khusus yang anti air dan bisa dipakai di jenis sepatu apa pun, kecuali sepatu lari. Untuk membuat tumitnya semakin nyaman, Emilia memakai bantalan gel yang mampu meredam tekanan antara tumit dan alas sepatu.
”Tapak kaki ini penting sekali buat saya. Kalau sepatu saya dicuri, sepatunya silakan diambil, tetapi insole-nya jangan,” ujar Emilia menggambarkan betapa pentingnya tapak kaki tersebut.
Emilia menunggu kesempatan konsultasi ulang untuk melakukan MRI (magnetic resonance imaging). Selagi masih bisa ditangani dengan rawat jalan, Emilia akan memilih metode itu ketimbang operasi karena operasi akan membuat dirinya istirahat berlatih. Padahal, Emilia tengah berusaha mengejar cita-citanya meraih medali emas di SEA Games 2019 dan lolos ke Olimpiade Tokyo 2020.
Untuk lolos Olimpiade, Emilia harus bisa mencapai waktu 12,84 detik. Hal itu membutuhkan kerja keras dan latihan rutin. ”Kalau saya berhenti latihan terlalu lama, usaha saya mengejar mimpi akan lebih sulit,” ujarnya.