John Nickell, Kepala Bidang Media Komunikasi Kedutaan Besar Inggris untuk Indonesia, mengamati daftar pemilih tetap yang dipasang di sebuah papan di salah satu tempat pemungutan suara di Rumah Tahanan Kelas 1 Cipinang, Jakarta, Rabu (17/4/2019). Barisan pemilih yang merupakan tahanan itu mencuri perhatiannya. Ribuan orang yang mengantre pada tujuh TPS di penjara itu menimbulkan kekagumannya.
John bersama sedikitnya 208 delegasi dari sejumlah negara ikut serta dalam Election Visit Program Pemilu Serentak 2019. Ia dan rombongannya yang berjumlah sekitar 30 orang mendapatkan kesempatan untuk memantau dan melihat langsung jalannya pemungutan suara di Rutan Kelas 1 Cipinang dan kawasan permukiman di Kebon Kosong, Kemayoran.
Pada sore harinya, John mengikuti penghitungan suara di dua TPS di Taman Surapati, Menteng. Adapun ratusan delegasi lain tersebar di sejumlah daerah di Indonesia untuk melakukan pemantauan.
”Ini sangat fantastis. Indonesia menurut saya adalah negara yang menyelenggarakan pemilu dalam satu hari (one day election) dengan skala terbesar di dunia. Orang-orang antusias datang ke TPS dan memiliki waktu pemilihan hanya tujuh jam. Kami terkesan bagaimana semua kegiatan ini bisa tertata dengan baik. Dan, tentu saja, saya senang menyaksikan ini karena orang Indonesia ramah-ramah,” tutur John.
John mengatakan belum menemukan adanya persoalan mendasar dalam pemungutan suara kemarin. Sebagai negara yang telah lima kali menjalankan pemilu demokratis setelah reformasi, ia menilai, sebagai negara demokrasi yang relatif muda, Indonesia cukup berhasil dalam pemilu kali ini.
Pemilu dalam satu hari yang melibatkan lebih dari 190 juta orang menurut dia bukan hal kecil. ”Ini adalah pemilu yang kompleks, dan kami berharap semua orang datang memilih sehingga suara mereka terdengar. Di saat inilah, suara mereka sangat menentukan karena dalam demokrasi keputusan itu dibuat oleh orang-orang yang memilih. Pemilu adalah hari ketika demokrasi menjadi nyata bagi semua orang,” ujarnya.
Ketika melihat kesibukan di TPS 10 Kebon Kosong, Wakil Duta Besar Inggris untuk Indonesia Rob Fenn juga terkesima. Ibu-ibu datang mengantre membawa anaknya dalam cuaca yang menyengat. Orang-orang datang berjalan kaki dan duduk menunggu namanya dipanggil dan sebagian dari mereka melintasi kemacetan untuk memilih. TPS sederhana yang dibuat dengan tenda sewaan dan didirikan di sebuah lahan kosong di depan toko yang tutup itu tak mengurangi nilai penting pemilu bagi masyarakat. Empat TPS lain berjajar tidak berjauhan dari TPS 10 Kebon Kosong, dan sebagian di antaranya terpaksa didirikan di bahu jalan karena ketiadaan tempat. Kemacetan sedikit mengganggu, tetapi orang-orang berdatangan seperti pergi ke hajat besar.
Kami berharap Indonesia berhasil dan bisa menunjukkan contoh bagus kepada negara-negara lain di dunia yang percaya pada demokrasi.
”Bisa dipahami, pasti sangat sulit untuk menyelenggarakan pemilu seperti ini di seluruh Nusantara. Ini adalah festival demokrasi, dan kami sangat senang menjadi saksi untuk itu. Kami berharap Indonesia berhasil dan bisa menunjukkan contoh bagus kepada negara-negara lain di dunia yang percaya pada demokrasi,” kata Rob.
Kompleks
Apresiasi juga disampaikan Presiden dan CEO International Foundation for Electoral Systems (IFES) Anthony Banburry dan Karlito Nunes dari International Republican Institute. Pemilu di Indonesia tidak kalah kompleks daripada pemilu di India sekalipun dari segi jumlah pemilih, skala di India jauh lebih besar. Hanya saja, pemilu di Indonesia istimewa karena mereka harus memilih lima jenis surat suara pada hari yang sama. Adapun pemilu di India berlangsung selama berhari-hari untuk pemungutan suaranya saja.
”Kami melihat semua jenis pemilu di dunia. Sejauh ini, pemilu satu hari di Indonesia berlangsung lancar. Meskipun sangat kompleks, logistik yang diperlukan bisa sampai di lokasi,” ucap Anthony.
Pujian dan apresiasi pemantau asing itu barang kali memang tidak sepenuhnya mewakili kondisi riil pelaksanaan pemilu di Tanah Air. Pemantau asing dengan kacamatanya sebagai orang luar lebih banyak melihat ”kulit luarnya” saja dari pemilu di Indonesia.
Kompleksitas pemilu serentak di Tanah Air pada kenyataannya memang masih mengandung sejumlah kekurangan dan ada banyak laporan persoalan teknis di lapangan. Sejumlah TPS di daerah kekurangan surat suara karena meningkatnya jumlah pemilih yang masuk daftar pemilih tambahan (DPTb).
Surat suara cadangan sebanyak 2 persen dari daftar pemilih tetap (DPT) tidak memadai untuk melayani sebagian pemilih. Belum lagi masih ada logistik yang datang terlambat sehingga sebagian TPS di Papua harus melakukan pemilu susulan pada Kamis ini.
Optimisme
Dengan segala kekurangan yang ada, fakta bahwa Indonesia berhasil melalui tahapan puncak pemilu berupa pemungutan dan penghitungan suara tidak bisa dimungkiri. Persoalan pasti timbul. Hal itu menjadi kewajiban penyelenggara pemilu untuk merespons dan menangani dengan cepat. Hal lain yang patut disyukuri ialah pelaksanaan pemilu yang berjalan damai dan secara umum relatif aman.
Kacamata pemantau asing sedikit banyak juga mendorong kita untuk optimistis dan menghargai segala daya upaya yang telah dikerahkan untuk mewujudkan pemilu demokratis. Kerja banyak pihak dalam pemilu tidak bisa dikecilkan dengan hanya menyoroti kekurangan tanpa sedikit pun memberikan kredit.
Dari kacamata pemantau asing itu, sekaligus tumbuh harapan, demokrasi di Indonesia masih bersemi dan akan makin bersemi dengan bekal semangat dan dukungan publik.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, upaya mengundang pemantau asing itu sebagai bagian dari upaya transparansi penyelenggaraan Pemilu 2019. Semua orang bisa mengakses semua tahapan pemilu, mulai dari daftar pemilih, para kandidat yang bertarung, bahkan hingga tahapan rekapitulasi serta dana kampanye mereka.
”Kami ingin mempromosikan demokrasi yang baik ini kepada banyak negara. Praktik ini pun telah lama kami lakukan, yakni dengan mengundang pemantau luar negeri dalam setiap pemilu. Banyak negara kemudian mengadopsi cara-cara di Indonesia,” tuturnya.