JAKARTA, KOMPAS — Lebih dari 22 kepala negara dan kepala pemerintahan negara sahabat mengapresiasi gelaran Pemilu 2019 pada 17 April 2019. Tak hanya itu, mereka mengucapkan selamat kepada calon presiden-wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yang menurut hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei unggul dari kompetitornya, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
Jokowi menyampaikan hal itu seusai bertemu para ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik koalisi pengusung dan pendukung Jokowi-Amin di Rumah Makan Plataran di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (18/4/2019) sore.
”Beliau (para kepala negara dan pemerintahan) menyampaikan ucapan selamat kepada seluruh masyarakat Indonesia dan juga Jokowi-KH Ma’ruf Amin atas keberhasilan Pemilu 17 April kemarin,” tuturnya kepada wartawan.
Apresiasi ini diberikan karena pemilu dapat digelar di lebih dari 800.000 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 17.000 pulau. Tidak mudah untuk bisa menyelenggarakan pemilu di wilayah seluas itu. Ditambah lagi pemilu tak hanya memilih presiden-wakil presiden, tetapi sekaligus DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD.
”Apalagi, tingkat partisipasinya hampir 81 persen. Itu sangat tinggi,” kata Jokowi.
Meningkat
Berdasarkan hasil hitung cepat Litbang Kompas hingga pukul 17.40, Kamis (18/4/2019), tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 memang meningkat. Dari 99,95 persen data yang masuk untuk pemilu presiden, tingkat partisipasi pemilih mencapai 81,79 persen. Adapun untuk pemilu legislatif, dari 90,90 persen data yang masuk, tingkat partisipasi pemilih 77,59 persen.
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2014. Tingkat partisipasi pada Pemilu Presiden 2014 hanya 69,58 persen, sedangkan Pemilu Legislatif 2019 sebesar 75,11 persen.
Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu, di Jakarta, mengatakan, meningkatnya partisipasi pemilih karena pemilu presiden dan pemilu legislatif digelar serentak. Berbeda dengan Pemilu 2014 yang dipisah antara pemilu presiden dan legislatif, sementara di antara keduanya ada jeda sekitar 3 bulan.
”Masyarakat terlihat antusias dengan mereka memenuhi beberapa TPS sejak pagi,” ujar Yohan.
Antusiasme warga untuk memilih itu sebenarnya sudah terlihat sebelum pemilu digelar. Ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang mengurus formulir pindah tempat memilih atau A5. Pemilih yang tak bisa kembali ke tempat namanya tercantum di daftar pemilih tetap saat hari pemungutan suara, ramai-ramai mengurus A5 agar tetap bisa nyoblos.
Dalam hitung cepat kali ini, Litbang Kompas mengambil sampel dari 2.000 TPS terpilih yang tersebar di seluruh Indonesia. Pengambilan 2.000 sampel dilakukan dengan pertimbangan target toleransi kesalahan (margin of error), kemampuan sumber daya yang ada, dan biaya. Metode penentuan TPS sampel dengan menggunakan teknik penarikan sampel secara acak sistematis berdasarkan jumlah data dari daftar pemilih tetap (DPT) dalam negeri.
Total DPT dari 2.000 TPS sampel Litbang Kompas pada hitung cepat kali ini adalah 488.826 pemilih. Dengan tingkat kepercayaan 99 persen dari total maksimal pemilih adalah 185.732.093, maka simpangan kesalahan diperkirakan akan kurang dari 1 persen.
Faktor keamanan
Menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, faktor keamanan turut menjadi faktor peningkatan partisipasi pemilih pada Pemilu 2019. Peran tim gabungan antara Polri-TNI, satuan polisi pamong praja, dan anggota perlindungan masyarakat (linmas), lanjut Tjahjo, telah memberi rasa nyaman bagi pemilih.
”Kita harus yakin kepada Polri dan TNI akan mengamankan ketertiban dan keamanan masyarakat dan lingkungan, khususnya terhadap tindakan-tindakan inkonstitusional yang mengganggu jalannya pemilu serentak 2019," kata Tjahjo.
Tjahjo juga menuturkan, Kemendagri melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) tingkat provinsi dan kabupaten/kota akan tetap membantu kerja penyelenggara pemilu hingga rekapitulasi suara tuntas secara konstitusional sesuai aturan dan mekanisme.
”Kami memberi apresiasi kepada KPU dan Bawaslu yang dengan cepat responsif mengatasi permasalahan kecil yang muncul di tingkat TPS,” katanya.
Pekerjaan rumah
Kepala Pusat Studi Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor melihat peningkatan partisipasi pemilih karena daya tarik dari para calon di Pemilu Presiden 2019.
Masyarakat kemudian mengerucut pada dua kelompok, yakni mereka yang ingin mempertahankan pemerintahan sekarang dengan berbagai macam alasan dan di sisi lain yang ingin menciptakan perubahan melalui pemerintahan baru.
”Dua figur yang ada mampu mendatangkan massa untuk kepentingan itu tadi,” kata Firman.
Sekalipun pemilu di banyak wilayah berjalan lancar dan partisipasi pemilih meningkat, dia mengingatkan masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Di antaranya, pemilu yang tertunda di sejumlah daerah dan adanya oknum di beberapa tempat yang mengganggu proses demokrasi.
”Kalau tak segera diselesaikan, ini bisa menjadi bola liar yang bahaya bagi proses demokrasi dan bisa menimbulkan citra buruk bagi penyelenggara (pemilu) hari ini. Jadi, catatan-catatan itu harus diperhatikan,” ujar Firman.(INA/PDS/BOW)