Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Barat merekomendasikan tujuh TPS agar dilakukan pemungutan suara ulang. Hal itu perlu dilakukan karena diduga ada beberapa hal terjadi, antara lain TPS ada yang tidak memiliki surat suara calon presiden dan DPD serta ada pencoblosan yang diwakilkan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi Kalimantan Barat merekomendasikan pemungutan suara ulang di tujuh tempat pemungutan suara. Hal itu perlu dilakukan karena diduga ada beberapa hal terjadi, antara lain TPS ada yang tidak memiliki surat suara calon presiden dan DPD serta ada pencoblosan yang diwakilkan.
Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Barat Faisal Riza, Jumat (19/4/2019), mengungkapkan, tujuh TPS yang perlu dilakukan pemungutan suara ulang (PSU) adalah lima TPS di Kabupaten Sintang, satu TPS di Kabupaten Melawi, dan satu TPS di Kabupaten Kapuas Hulu. Rekomendasi untuk dilakukan PSU di TPS-TPS itu sudah disampaikan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalbar pada Kamis (18/2).
”Lima TPS di Sintang yang direkomendasikan untuk dilakukan PSU karena di TPS itu tidak ada surat suara calon presiden-wakil presiden. Sementara satu TPS di Melawi itu karena Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) membuka kotak suara sebelum waktunya. Kemudian, satu TPS di Kapuas Hulu itu pencoblosan diwakili oleh petugas KPPS,” papar Faisal.
Faisal mengatakan, lebih lanjut, rekomendasi untuk dilakukan PSU di tujuh TPS itu sudah disampaikan kepada KPU. Selanjutnya, tinggal KPU yang menindaklanjuti kapan PSU akan dilaksanakan.
Ada juga dua TPS di Kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau yang berpotensi dilakukan PSU.
Selain tujuh TPS yang direkomendasikan untuk PSU, ada pula TPS lain yang berpotensi terjadi PSU. Di Kabupaten Bengkayang ada dua TPS berpotensi PSU karena kekurangan surat suara DPD. Kemudian, ada yang menggunakan hak pilihnya, padahal KTP-el yang bersangkutan bukan beralamat di daerah itu. Selain tidak sesuai alamat KTP-el, juga tidak mendapatkan undangan. Namun, diperbolehkan KPPS untuk mencoblos.
”Ada juga dua TPS di Kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau yang berpotensi dilakukan PSU. Kejadian di Pontianak itu, pemilih ada yang tidak mendapat undangan dan mencoblos dengan menggunakan KTP-el, tetapi tidak sesuai dengan alamat KTP-el yang bersangkutan. Sementara kejadian di Sanggau pencoblosan diwakili oleh petugas KPPS,” ujar Faisal.
Faisal mengatakan, dalam pelaksanaan Pemilu 2019 di Kalbar, aspek manajemen logistik belum optimal. Hal itu terbukti dengan adanya kekurangan surat suara di beberapa TPS. Pelayanan hak pilih belum optimal.
Selain itu, muncul persepsi di pemilih bahwa saat tidak mendapat undangan dan memilih menggunakan KTP-el dianggap bisa mencoblos di mana saja. Padahal, jika menggunakan KTP-el, seseorang harus mencoblos sesuai dengan alamat KTP-el yang bersangkutan. Artinya, dari sisi pemahaman masyarakat belum maksimal.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Kalbar Ramdan mengatakan, pihaknya sudah menerima rekomendasi dari Bawaslu. Pihaknya terus berkoordinasi dengan KPU RI dan KPU di kabupaten/kota.
Dari pantauan pasca-pencoblosan 17 April, situasi di wilayah Kalbar hingga Jumat (19/4) kondusif. Tidak ada pihak-pihak yang merespons hasil penghitungan cepat secara reaktif dari pendukung kedua calon presiden-wakil presiden.
Kapolda Kalbar Inspektur Jenderal Didi Haryono dan Panglima Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura Mayor Jenderal Herman Asaribab memastikan pelaksanaan Pemilu 2019 di Kalbar berlangsung aman. Bahkan, mereka sempat berpatroli ke sejumlah TPS untuk memastikan situasi kondusif.
Apalagi, sejak jauh-jauh hari pengamanan sudah diantisipasi dengan menyiagakan pasukan gabungan. Sebanyak 14.000 personel gabungan Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura dan Polda Kalbar disiagakan untuk mengamankan Pemilu 2019.