Bawaslu Jateng Usut 27 Kasus
SEMARANG, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah menemukan adanya dugaan politik uang dalam Pemilu 2019. Sebanyak 27 kasus yang terjadi di 14 kabupaten dan kota di provinsi itu kini tengah diinvestigasi.
Koordinator Divisi Penindakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah Sri Wahyu Ananingsih, di Semarang, Jumat (19/4/2019), mengatakan, politik uang itu diduga terjadi di 14 kabupaten dan kota di Jawa Tengah pada masa tenang, yakni 14-16 April 2019.
Rinciannya adalah tujuh kasus di Banyumas; empat kasus di Salatiga; masing-masing dua kasus di Boyolali, Brebes, Wonogiri, dan Batang; serta masing-masing satu kasus di Banjarnegara, Kudus, Cilacap, Demak, Kebumen, Kabupaten Pekalongan, Purworejo, dan Kota Tegal.
Baca juga: Sebagian Masyarakat Masih Permisif pada Politik Uang
Menurut Sri, Bawaslu Jawa Tengah sedang dalam proses mengumpulkan bukti-bukti serta melakukan klarifikasi kepada pelapor, terlapor, dan saksi-saksi. Setelah semua proses itu dilalui, Bawaslu bersama dengan kepolisian dan jaksa yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) akan mengkaji apakah dugaan pelanggaran politik uang itu memenuhi unsur pelanggaran pidana pemilu atau tidak.
”Nanti Sentra Gakkumdu akan melakukan proses kajian dahulu. Jika kasus dugaan itu sudah didaftarkan, Bawaslu memiliki waktu maksimal 14 hari kerja untuk melakukan proses penanganan,” kata Sri.
Dihubungi secara terpisah, Komisioner Bawaslu Jawa Tengah Muhammad Rofiuddin mengungkapkan, politik uang banyak dilakukan oleh oknum tim sukses peserta pemilu legislatif. Modus yang paling banyak terjadi adalah pemberian uang dengan amplop berstiker partai atau foto calon anggota legislatif (caleg). Meskipun demikian, masih ada juga caleg atau tim suksesnya yang memberikan uang kepada pemilih tanpa amplop.
Menurut Rofiuddin, pada masa kampanye, politik uang dilakukan melalui pemberian barang, seperti paket sembako. Namun, di hari tenang, kebanyakan politik uang dilakukan dengan cara memberikan uang tunai. Uang tersebut biasanya diberikan oleh tim sukses kepada ketua kelompok masyarakat atau kepada masyarakat secara langsung.
”Berdasarkan rekam jejaknya, Jawa Tengah ini termasuk daerah yang rawan politik uang. Hal itu terbukti pada banyaknya kasus politik uang dalam pemilihan gubernur tahun 2013, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019,” ucap Rofiuddin.
Regulasi lemah
Menurut Rofiuddin, regulasi yang mengatur tentang subyek hukum yang melakukan politik uang masih lemah. Pada masa tenang, subyek hukum yang dilarang melakukan politik uang adalah pelaksana dan peserta pemilu. Sementara itu, larangan bagi siapa pun untuk melakukan politik uang hanya diberlakukan saat hari pemungutan suara.
”Sebaiknya, regulasi terkait subyek hukum yang melakukan politik uang itu dikaji kembali. Sebab, pengenaan hukuman bagi siapa pun yang melakukan politik uang hanya terjadi pada hari pemungutan suara. Artinya, pada masa tenang, siapa pun di luar pelaksana dan peserta pemilu belum bisa dijerat hukum,” ujar Rofiuddin.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah pun mengapresiasi langkah Bawaslu untuk menangani dugaan kasus-kasus tersebut. Komisioner KPU Jawa Tengah Ikhwanudin berharap temuan ini bisa diproses lebih lanjut.
”Adanya temuan seperti ini menandakan Bawaslu bersungguh-sungguh dalam mengawasi proses pemilu ini. Ini merupakan langkah yang baik untuk mendewasakan masyarakat,” kata Ikhwanudin.
Pemungutan ulang
KPU Jawa Tengah berencana menyelenggarakan pemungutan suara ulang di 6 tempat pemungutan suara (TPS) di 5 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Pemungutan suara ulang dilakukan lantaran Bawaslu menemukan tidak sahnya proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS-TPS tersebut.
”Ada beberap faktor yang menyebabkan terjadinya pemungutan suara ulang. Di Kabupaten Tegal, misalnya, banyak orang yang bisa memilih, padahal tidak punya hak pilih. Sementara di Jepara, pemungutan dan penghitungan suara tidak dihadiri Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Hal itu secara otomatis membuat pemungutan dan penghitungan suara tidak sah,” tutur Ikhwanudin.
TPS yang harus melakukan pemungutan suara ulang itu adalah TPS 16 Desa Welahan, Kecamatan Welehan, Kabupaten Jepara; TPS 4 Desa Blubuk Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal; TPS 24 Desa Dukuhwaringin, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal; TPS 26 Kelurahan Siswodipuran, Kecamatan Boyolali kota, Kabupaten Boyolali; TPS 1 Kampung Tulung, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang; dan TPS 1 Dusun Jambu, Desa Tempurejo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang.
”Pemungutan suara ulang untuk Kabupaten Tegal dan Jepara akan diselenggarakan pada Sabtu (20/4). Sementara itu, untuk Kabupaten Boyolali, Kota Magelang, dan Kabupaten Magelang belum kami putuskan waktu pelaksanaannya,” ucap Ikhwanudin.