Pemerintahan Terpilih Diharapkan Kembangkan Ekonomi Digital
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri keuangan berbagai sektor sepakat agar pemerintahan terpilih terus memperkuat industri keuangan. Penguatan industri keuangan salah satunya dapat dimulai dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan melalui teknologi digital.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Bambang Tribaroto saat dihubungi di Jakarta, Jumat (19/4/2019), mengatakan, pemerintah perlu memperkuat industri keuangan, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
”Pemerintah perlu mempercepat konektivitas antardaerah dan hilirisasi industri dalam negeri. Harapannya, UMKM dapat ikut berkontribusi dalam membangun industri dalam negeri,” kata Bambang.
Dalam survei nasional Literasi dan Inklusi Keuangan pada 2016, indeks inklusi keuangan sebesar 67,82 persen pada 2016. Jumlah ini naik sedikit jika dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan sebesar 59,74 persen pada 2013.
Mengutip hasil survei perusahaan konsultan, E & Y, pada 2018, inklusi keuangan yang masih rendah menyebabkan adanya kesenjangan pembiayaan bagi UMKM. Pelaku industri keuangan di Indonesia baru mampu menyalurkan kredit untuk UMKM sebesar 57 juta dollar AS atau setara Rp 798,91 miliar. Padahal, kredit yang dibutuhkan mencapai 222 juta dollar AS.
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko berpendapat, UMKM dapat dikembangkan melalui ekonomi digital.
”Ekonomi digital bersifat multidimensi sehingga pengembangan industri keuangan tidak hanya di sektor menengah dan tinggi, tetapi juga sektor mikro. Ekonomi digital dapat membuat biaya operasional lebih murah dan jangkauan pasar keuangan lebih luas,” tutur Sunu.
Ia menyebutkan, perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang bergerak di bidang penyelenggara layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer to peer lending) kebanyakan menyalurkan pembiayaan bagi sektor mikro.
Mengutip data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), saat ini terdapat 99 perusahaan tekfin penyedia jasa pembiayaan per Februari 2019. Total dana yang telah disalurkan sebanyak Rp 25,59 triliun hingga Januari 2019.
”Prinsip kami adalah menyalurkan pembiayaan sebesar 60 persen untuk usaha produktif dan 40 persen untuk multiguna, seperti kredit konsumsi,” ujar Sunu.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menyampaikan, industri asuransi melihat pemerintah perlu segera mengembangkan ekosistem digital yang terpadu dari hulu hingga hilir.
”Pemerintah perlu memperkuat ekosistem digital, seperti kemudahan untuk mengakses data KTP-el dan data biometrik serta menggunakan stempel elektronik dan tanda tangan digital. Hal ini agar pelaku industri keuangan dapat bersaing di era Revolusi Industri 4.0,” tuturnya.
Ekonomi syariah
Sunu melanjutkan, ekonomi syariah juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Dari 99 perusahaan tekfin yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru ada tiga perusahaan tekfin yang berbasis syariah, antara lain PT Ammana Fintek Syariah dan PT Dana Syariah Indonesia.
”Potensi ekonomi syariah besar karena pasarnya besar. Dalam berbagai diskusi, pengusaha mikro justru berharap agar semakin banyak perusahaan keuangan syariah muncul. Namun, pengembangan ekonomi digital syariah saat ini memang belum banyak,” kata Sunu.