Puluhan Ribu Halaman Manuskrip di Sijunjung Didigitalisasi
Masyarakat Pernaskahan Nusantara atau Manassa cabang Sumatera Barat bersama Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia atau Dreamsea berhasil mendigitalisasikan 20.914 halaman manuskrip koleksi Surau Simauang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Kehadiran data digital manuskrip itu diharapkan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, termasuk akademik.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
SIJUNJUNG, KOMPAS - Masyarakat Pernaskahan Nusantara atau Manassa Sumatera Barat bersama Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia atau Dreamsea berhasil mendigitalisasikan 20.914 halaman manuskrip koleksi Surau Simauang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Kehadiran data digital manuskrip itu diharapkan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, termasuk akademik.
Data Manajer Dreamsea M Nida\' Fadlan di Padang, Jumat (19/4/2019) mengatakan, digitalisasi naskah di Surau Simauang, Jorong Tapian Diaro, Nagari Sijunjung, Kabupaten Sijunjung, merupakan kegiatan kesebelas di Indonesia sejak program Dreamsea diluncurkan pada 24 Januari 2018 lalu. Surau Simauang terletak di sekitar 125 kilometer timur laut Kota Padang.
Dreamsea merupakan program yang bertujuan melestarikan naskah Asia Tenggara yang berada dalam kondisi terancam rusak karena alasan apa pun (endangered) sekaligus memiliki nilai penting (affected) dalam konteks masyarakat Asia Tenggara.
Program tersebut dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Jakarta (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia, bekerja sama dengan Centre for the Study of Manuscript Cultures(CSMC), University of Hamburg Jerman, atas dukungan dari Arcadia Fund, lembaga filantropi asal London, Inggris. Arcadia Fund adalah lembaga yang mendukung pelestarian warisan budaya, lingkungan, dan peradaban dunia.
Nida\' menambahkan, proses digitalisasi manuskrip di Surau Simauang dimulai sejak 22 Maret 2019 lalu hingga 19 April 2019. Proses digitalisasi, menurut Nida\', melibatkan enam filolog dari tiga perguruan tinggi yakni Pramono, M Yusuf, dan Yerri Satria Putra dari Universitas Andalas, Ahmad Taufik Hidayat, Chairullah dari Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, dan Yusri Akhimuddin dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar. Selain itu, mereka dibantu dua orang dokumenter yakni Surya Selfika dan Harry Sofyan.
Beragam teks
Pramono selaku Sekretaris Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara dan juga filolog yang ikut tim digitalisasi mengatakan, proses digitalisasi tidak serta merta dilakukan. Mereka harus melakukan pendekatan terlebih dahulu hingga mendapatkan akses dari pemilik.
Setelah mendapatkan akses, proses digitalisasi dilakukan sesuai standar yang berlaku. Setelah itu, dilakukan pengelolaan basis data digital mulai dari pemberian nama untuk memudahkan pengelompokan, pemotongan, hingga penyusunan deskripsi lengkap. Baru dilanjutkan dengan pembuatan nama file lagi untuk memudahkan pencarian.
Hal serupa juga dilakukan di Surau Simauang. Menurut pewaris Surau Simauang, A Malin Bandaro Tuangku Mudo, suraunya memiliki koleksi 88 naskah atau sekitar 20.914 halaman. Koleksi itu terdiri atas lebih dari 200 teks (kandungan isi naskah) di dalamnya. Naskah-naskah tersebut merupakan peninggalan Syekh Kitabullah yang wafat pada tahun 1963.
"Naskah-naskah itu selama ini tersimpan di lemari dalam salah satu bangunan surau kecil di tengah-tengah dua surau besar. Ruangan yang minim ventilasi dan penyimpanan naskah yang bertumpuk dengan benda lain, membuat naskah banyak yang rusak. Bahkan, ada dua naskah tebal yang sama sekali tidak dapat terbaca lagi karena kertasnya hancur," kata Pramono.
Menurut Pramono, bila dibandingkan dengan koleksi naskah di surau-surau lain di Sumbar, koleksi naskah Surau Simauang memiliki teks yang beragam. Beberapa naskah yang cukup penting ditemukan di surau ini, seperti naskah Mîzân al-Qarbyang berisi empat bab.
Keempat bab itu yakni, pertama perhitungan tahun mulai dari perhitungan tahun dunia sejak zaman Nabi Adam, lahir Nabi Muhammad, dan hari kiamat. Bab kedua tentang pembagian tahun syamsiah dan kamariah. Dua bab lain yakni tentang sistem kalendar penanggalan hijriah dan penetapan puasa.
"Dalam konteks wacana Islam lokal Minangkabau, teks tentang kalender yang lengkap ini sangat penting. Apalagi, perdebatan penentuan awal bulan dalam tahun Hijriah pernah menjadi perdebatan di kalangan ulama Minangkabau pada permulaan abad ke-20," kata Pramono.
Pramono menambahkan, selain tentang sistem kalender, naskah yang ditemukan di Surau Simauang terkait bencana alam yakni gempa. Uraiannya juga panjang dan lengkap. "Penjelasan tentang gempa di naskah-naskah yang kami digitalisasi juga panjang. Berbeda dengan naskah lain yang biasanya uraian singkat saja," kata Pramono.
Isi naskah lain, menurut Pramono adalah tentang ajaran tasawuf, termasuk juga tentang pengetahuan tradisional seperti cara menentukan kecocokan jodoh dengan menghitung nama pasangan, menentukan kecocokan yang mengobati dengan yang diobati berdasarkan nama, dan sebagainya.
Nida\' menambahkan, naskah yang sudah didigitalkan akan diolah dan diunggah dalam perpustakaan digital. Perpustakaan digital itu nantinya bisa diakses secara daring dan lebih luas untuk kepentingan umum termasuk kepentingan akademik.
Menurut Nida\', selain sebagai naskah koleksi Surau Simauang dan membuka peluang untuk wisata sejarah dari para peziarah, naskah itu juga harapannya akan membuka penelitian-penelitian antara lain tentang keagamaan, falsafah, kesejarahan, kesustraan, kebahasaan, dan kajian-kajian dari sudut pandang lain.