Setelah lebih dari dua tahun tanpa kejelasan, pengembangan angkot Pete-Pete Smart di Makassar saat ini difokuskan pada penetapan desain untuk memperoleh surat kelayakan rancang bangun bagi angkutan orang.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Lebih dari dua tahun tanpa kejelasan, pengembangan angkutan kota Pete-Pete Smart di Makassar saat ini difokuskan pada penetapan desain untuk memperoleh surat kelayakan rancang bangun bagi angkutan orang. Desain angkutan itu saat ini belum memenuhi persyaratan daya muat penumpang yang diizinkan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Kota Makassar M Iqbal Asnan mengatakan, tim penguji kendaraan dari Direktorat Jenderal Hubungan Darat Kementerian Perhubungan telah meninjau desain purwarupa Pete-Pete Smart. Masih ditemukan beberapa bagian terkait ukuran kendaraan yang harus diperbaiki.
”Kendaraan yang ada sudah diukur dan ditimbang atas permintaan kami untuk memperbaiki kekurangan yang ada. Kalau sudah keluar hasilnya, Kemenhub akan berkunjung ke Makassar dan membicarakan perubahan-perubahan yang diusulkan dengan Pak Ramdhan Pomanto (Wali Kota Makassar) sebagai pemegang hak paten,” tutur Iqbal, Sabtu (20/4/2019).
Iqbal yakin, setelah kesepakatan antara Kemenhub dan Ramdhan mengenai desain tercapai sekitar awal Mei 2019, surat kelayakan rancang bangun (SKRB) bisa segera terbit. Selama ini, ketiadaan SKRB menghambat produksi Pete-Pete Smart rancangan Ramdhan yang diluncurkan sejak Desember 2016.
Dihubungi dari Makassar, Direktur Sarana Transportasi Jalan Ditjen Hubungan Darat Kemenhub Sigit Irfansyah mengapresiasi desain Pete-Pete Smart yang futuristik. Masalahnya, rangka (chassis) kendaraan multiguna (multipurpose vehicle/MPV) sesuai desain tidak dapat memuat 12 penumpang duduk dan empat penumpang berdiri sesuai rancangan Ramdhan.
Mobil MPV seperti Daihatsu Zebra atau Suzuki APV hanya dapat menampung tujuh orang. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017, mobil penumpang maksimal menampung delapan orang dengan total berat muatan 3,5 ton.
”Untuk memuat 16 penumpang, chassis dalam desain diperpanjang. Wheelbase (sumbu roda) juga diperlebar. Itu melanggar regulasi dan tidak aman. Jadi, secara prinsip, desainnya sudah oke, tetapi safety juga harus diperhatikan,” ujar Sigit.
Selain itu, berat kendaraan dalam desain juga melampaui standar pabrikan. Sebab, Pete-Pete Smart akan memuat genset, panel surya, dan baterai untuk menyediakan penyejuk ruangan, sambungan internet nirkabel (Wi-Fi), kamera pemantau (CCTV), dan stop kontak listrik.
Oleh karena itu, Sigit akan menawarkan dua desain alternatif dalam dialog dengan Ramdhan. Pertama, mobil yang digunakan bisa tetap berukuran seperti Suzuki APV, tetapi kapasitas penumpang dikurangi.
Kedua, mempertahankan jumlah penumpang 16 orang, tetapi chassis yang digunakan lebih besar, misalnya seukuran Toyota Hi-Ace atau Isuzu ELF.
Jika ingin mempertahankan jumlah penumpang, anggaran daerah yang disiapkan untuk Pete-Pete Smart harus lebih besar. ”Anggaran per unit yang disediakan sekarang hanya sekitar Rp 300 juta, tidak cukup untuk mobil ukuran besar. Jadi, kami akan bicarakan agar Pete-Pete Smart bisa muat banyak penumpang, aman, dan murah,” tutur Sigit.
Pelelangan tender produksi Pete-Pete Smart telah digelar beberapa kali sejak 2017. Namun, produsen angkutan atau karoseri yang memenangkannya tidak dapat memproduksi karena desain tidak sesuai standar keamanan serta ketiadaan SKRB.
Untuk dialog dengan Wali Kota Makassar, Sigit telah menggandeng perusahaan karoseri dari Jawa Timur yang sanggup membuat desain alternatif Pete-Pete Smart dari Kemenhub.
Urai kemacetan
Berdasarkan catatan Kompas, 14 November 2017, total kendaraan roda dua di Makassar mencapai 1,08 juta unit atau 35 persen dari total 3,02 juta kendaraan di 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. Kendaraan roda empat pun memadati ruas-ruas jalan di Makassar dengan 301.267 unit atau 55,8 persen dari 539.819 di seluruh wilayah provinsi.
Iqbal mengatakan, Pete-Pete Smart diperkirakan bisa mengatasi kemacetan yang semakin parah. Saat ini, Pete-Pete atau angkutan kota (angkot) biasa telah dicanangkan sebagai angkutan anak sekolah dalam program Pasikola (Pete-Pete Anak Sekolah) pemkot.
Di lain pihak, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Sulsel Lambang Basri sepakat, Pete-Pete Smart dapat mengurangi kemacetan di Makassar. Beragamnya jenis kendaraan di jalan yang sama, mulai dari truk, bus, angkot, hingga mobil dan sepeda motor pribadi, berkontribusi paling besar dalam menyebabkan kemacetan.
Namun, membuat Pete-Pete Smart yang nyaman dengan berbagai fasilitas seharusnya bukan menjadi prioritas pemerintah saat ini. Manajemen transportasi serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) di industri tersebut lebih mendesak.
”Penting untuk mencetak driver yang smart, misalnya bagaimana mereka berpakaian, berkomunikasi dengan penumpang, dan mengemudi. Sistem gaji mereka juga harus dipikirkan. Selain itu, panjang trayek yang lebih dari 20 kilometer saat ini juga terlalu panjang,” tutur Lambang.
Ia juga mengingatkan, harus ada sinergi antara pemerintah kota dan provinsi. Pete-Pete Smart seharusnya bisa menjadi pengumpan (feeder) bagi bus-bus di dalam kota maupun antarkota. Sistem gaji bagi sopir angkot dan pemanfaatannya sebagai pengumpan bagi bus kota telah dilaksanakan di Jakarta dalam program JakLingko.
”Perangkat sistem transportasi, SDM, dan manajemennya harus diperbaiki lebih dulu dengan Pete-Pete yang ada sekarang. Pete-Pete semakin tua dan akan semakin ditinggalkan. Jika sistemnya sudah benar, baru fisik Pete-Pete yang sekarang bisa digantikan dengan Pete-Pete Smart secara perlahan,” ujar Lambang.