Upaya Korea Utara menghapus sanksi internasional atas negara itu kini tampak diarahkan lewat Rusia. Pemimpin kedua negara ini akan melakukan pertemuan.
Kremlin telah mengumumkan bahwa Pemimpin Korut Kim Jong Un akan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin, dua minggu mendatang, di Rusia. Pengumuman disampaikan di tengah perundingan yang macet antara Korut dan Amerika Serikat (AS) mengenai penghapusan senjata nuklir Pyongyang serta pencabutan sanksi.
Pada pertemuan terakhir di Vietnam, Presiden AS Donald Trump dan Jong Un gagal mencapai kesepakatan. Washington meminta Korut menghapus secara total dan tak dapat dipulihkan (irreversible) kemampuan persenjataan nuklir negara tersebut sebelum sanksi dicabut.
Sebaliknya, Korut merasa sudah melakukan sejumlah langkah denuklirisasi, antara lain menutup sebuah situs uji coba nuklir, sehingga pantas kiranya sanksi atas negara itu diperingan. Dua hal ini tak bisa dikompromikan sehingga pertemuan di Vietnam berakhir tanpa kesepakatan.
Trump dan Jong Un bertemu pertama kali pada Juni 2018. Pertemuan di Singapura itu dapat dikategorikan bersejarah karena merupakan pertemuan pertama antara Pemimpin Korut dan Presiden AS yang sedang menjabat pascakonflik terbuka Perang Korea (1950-1953).
Dalam rangka persiapan menghadapi pertemuan Jong Un dengan Putin, Utusan Khusus AS untuk Korut Stephen Biegun bertandang ke Moskwa, 17-18 April. Lebih kurangnya, Biegun menjelaskan situasi kebuntuan perundingan nuklir antara Washington dan Pyongyang.
Selain itu, Biegun kemungkinan mendesak Rusia agar terus menerapkan sanksi internasional terhadap Korut. Bagi Washington, sanksi keras merupakan alat efektif menekan Pyongyang dalam negosiasi nuklir.
Upaya untuk memastikan agar sanksi keras tetap dijalankan juga dilakukan AS kepada China. The Korea Times menulis, dalam perjalanan rahasia ke Beijing, bulan lalu, Biegun meminta pejabat China untuk mematuhi keputusan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Korut.
Rusia, AS, dan China adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Selain mereka, anggota lembaga paling berpengaruh di PBB itu ialah Inggris dan Perancis. Sanksi atas Korut diberikan DK PBB setelah negara ini menggelar uji coba nuklir dan rudal balistik, antara lain pada 2017.
Bagaimanapun, rencana pertemuan dengan Putin menunjukkan Jong Un sangat gigih untuk mendapatkan keringanan sanksi. Ia diperkirakan bakal ”mengajukan banding” ke Rusia. Larangan bagi negara-negara lain untuk melakukan perdagangan dengan Korut selama ini telah memukul pemerintahan yang dipimpinnya.
Pencabutan sanksi akan sangat membantu Korut untuk mengembangkan ekonomi. Sebaliknya, bagi Putin, pertemuan dengan Kim dapat mendukung upayanya memperkuat Moskwa sebagai kekuatan global dan alternatif dalam rangka membendung pengaruh Barat.