Ketagihan Calabalatuik
Ini libur panjang akhir pekan, lho, sayang kalau tidak dimanfaatkan. Lupakan dulu soal pemilu, lepaskan pandangan dari layar ponsel. Sini melipir ke warung-warung asyik yang menyajikan masakan unik, enak, dan dijamin bakal bikin ketagihan.
Konsep menikmati olahan ikan dengan suasana dapur di rumah perdesaan diangkat Warung Tuman di Jalan Keramat Beringin II, Jalan Ciater Tengah, Serpong, Tangerang Selatan. Warung yang menyajikan menu utama ikan calabalatuik dan mangut pari tersebut mengangkat slogan ”Ayo mangan neng umah”.
Suasana perdesaan terwakili dengan hadirnya aliran sungai membelah warung ini dengan kawasan perumahan. Rimbun pepohonan turut mengakrabi pengunjung.
”Pencinta kuliner yang suka berburu yang uni-unik, pasti akan senang dengan suasana di tempat ini,” kata Eko Sulistyanto, pemilik Warung Tuman, Kamis (18/4/2019).
Hingga tahun 2012, kata Eko, kawasan tersebut mirip hutan kecil. Sampai sekarang masih ada pohon karet dan jambu mede. Selain rumpun bambu rindang, di tepi sungai juga ditemukan beberapa pohon sagu.
Hening dan asri. Isinya biawak, aneka burung, serangga, dan macam pepohonan. ”Kombinasi yang pas sebagai warung makan tradisional,” ucap Eko.
Sulit-sulit gampang mencari tempat Warung Tuman ini. Tempatnya agak masuk, sekitar 300 meter dari jalan raya. Jika menggunakan bantuan dari Google Map, titiknya tidak persis sampai ke tempat itu. Padahal, apabila ditarik garis lurus, jaraknya dekat dari titik pusat keramaian Granada Square Bumi Serpong Damai (BSD).
Eko mengatakan, lokasi warungnya menawarkan pengalaman berbeda. Butuh sedikit perjuangan untuk menemukannya. ”Mirip warung makan di dusun-dusun Jogya. Mblusuk di pinggir kali. Warung kami terjepit di antara perkampungan di Ciater Tengah dan perumahan BSD, seperti Sevilla dan Crysan,” ujar Eko.
”Kebanyakan yang datang biasanya menelepon dulu. Nanti, setelah dekat, kami tuntun masuk ke sini (Warung Tuman),” kata Nanin Upiyanti (42), istri Eko sekaligus juru masak andalan Warung Tuman.
Santi (41), warga Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang datang ke Warung Tuman, Kamis, sempat kesulitan. Ia akhirnya tiba setelah dituntun Nanin.
Jika menggunakan kereta api, sebaiknya turun di Stasiun Rawa Buntu dan naik ojek ke tempat ini. Walau di aplikasi belum tercantum nama tempat tersebut, pemilik warung akan menuntun pengemudi ojek untuk bisa tiba ke tempat yang dituju.
Menu warisan
Jangan kaget, saat masuk ke Warung Tuman, suasana yang ditawarkan adalah makan di sekitaran dapur.
Dinding dapur terbuat dari potongan bambu dan atap genteng. Di dapur ini ada kompor gas, rak piring dan gelas dari bambu, tempat cuci piring, dan dua dipan bambu. Dipan bambu inilah tempat duduk untuk makan lesehan. Ada juga dipan kayu dan dipan bambu di halaman depan warung.
Warung Tuman menjual masakan utama ikan calabalatuik dan mangut pari asap. Akan tetapi, jika ingin memesan makanan lainnya, juru masak akan sesegera menyiapkannya asalkan bahan baku tersedia. Di sini akrab dengan istilah palugada atau apa lu mau gua ada.
”Apa saja makanannya, bisa dipesan asalkan bahan baku dan bumbunya lengkap. Mendingan enggak disajikan daripada ada bumbu atau salah satu bahan kurang,” ujar Nanin.
Mau pesan mi goreng, pisang goreng, udang goreng tepung, bahkan seblak mi juga bisa.
Calabalatuik adalah makanan khas Padang yang diracik khusus oleh Nanin yang berdarah campuran Padang dan Jawa. ”Namanya calabalatuik. Waktu direbus, kan, meletup-letup, latuik latuik. Itu kata ayah saya,” kata Nanin.
Namanya calabalatuik. Waktu direbus, kan, meletup-letup, latuik latuik. Itu kata ayah saya.
Masakan itu, diakui Nanin, hampir tidak ada di rumah makan padang. Bahkan, Nanin mengecek di Google, kategori masakannya itu tidak muncul. ”Makanya, aku berani bilang ini spesial. Unik. Juga enak dong pastinya,” kata Nanin.
Nanin dan Eko yang sebelumnya pernah membuka kedai makan di kawasan Kota Tua, Jakarta, pun memutuskan membuka warung di rumah sendiri, fokus menyajikan cabalatuik. Ini untuk memperkaya khazanah kuliner negeri ini serta memperkenalkannya kepada pencinta kuliner.
Menurut Nanin, ikan calabalatuik adalah masakan istimewa keluarganya. ”Makanan ini hanya ada ketika Lebaran. Jadi istimewa, bukan makanan keseharian,” kata Nanin.
Nanin meneruskan dan mengembangkan resep ikan cabalatuik dari leluhurnya. Resep ini, tambah Nanin, sudah ada sejak buyut dari ayahnya, Amir bin Jamil, ayahnya, dan diteruskan hingga dirinya.
”Yang berbeda adalah kalau dulu ayah menggunakan kayu dan tungku untuk memasaknya. Tetapi, saya menggunakan kompor gas,” ujar Nanin.
Dulu, saat orangtuanya memasak masakan ini dibilang kurang kerjaan sebab ikannya dimasak berulang kali. Di Warung Tuman, ikan nila direbus dengan daun pisang, setelah meletup-letup alias mendidih, ikan diangkat dan dibakar.
Selanjutnya dimasak lagi dengan bumbu sapujagat (berbagai bumbu yang bisa dipakai untuk masakan apa saja, istilah dalam keluarga Nanin) bersama santan, daun singkong, daun jeruk dan daun kunyit.
Sepiring ikan cabalatuik terhidang di atas dipan bambu, Kamis siang. Ikan nila gurih, pedas, dengan aroma daun jeruk dan rempah, serta harum khas ikan bakar. Daging berwarna putih lembut di mulut.
Sepiring ikan cabalatuik terhidang di atas dipan bambu, Kamis siang. Ikan nila gurih, pedas, dengan aroma daun jeruk dan rempah, serta harum khas ikan bakar. Daging berwarna putih lembut di mulut.
Menikmati menu ikan ini akan lengkap jika dipadukan dengan ikan mangut pari serta oseng sayur kembang pepaya daun singkong dan ikan teri.
Segelas es jeruk kunci atau yang hangat melengkapi santap lezat hari itu.
Warung Tuman ini ini buka pukul 10.00 hingga 21.00. Selain datang langsung ke warung tersebut, kata Eko, masyarakat dapat memesan melalui nomor telepon 085715364741. Mereka akan mengantarnya dengan menggunakan jasa ojek daring.
Eko mengatakan, dirinya bersama istri memasarkan produk makanan mereka melalui media sosial, seperti Twitter, Instagram, dan Facebook. ”Alhamdulillah banyak yang datang,” kata Eko.
Lobster
Kalau agak bosan makan ikan, jangan ragu mencoba lobster. ”Pada umumnya orang beranggapan lobster itu hanya ada di restoran mewah dengan harga wah. Sebab itu, restoran saya kasih nama Kedai Lobster,” kata Wardah Zakia Salamah (21), pemilik resto ini.
Berlokasi di Jalan Pandu Raya 171, Kota Bogor, Kedai Lobster sudah ada satu tahun di sana. Sebelumnya, resto seafood dengan andalan utamanya olahan lobster ini ada di Jalan Bina Marga, Kota Bogor.
Makan di kedai ini memang tidak perlu formal. Bahkan, bisa lesehan karena tiga mejanya didesain untuk duduk lesehan. Meja-meja lainnya berbangku panjang tanpa sandaran, yang semuanya terbuat dari bambu. Tersedia juga meja dan kursi bersandar.
”Kedai sengaja tampil sederhana, seperti warung-warung di pantai di Lombok. Pengunjung jadi lebih santai. Dari nama dan tampilan restonya begini, saya ingin benar-benar menyajikan lobster yang membumi, bukan khusus kalangan elite,” kata Wardah.
Lobster yang disajikan harganya relatif murah, tergantung dari jenis dan besar lobster yang kita pesan. Jenis lobsternya antara lain mantis, kipas, dan mutiara. Harganya mulai dari Rp 52.000, dengan berat 150-200 gram. Dengan pilihan bumbu saus padang, barbeque atau asam manis, bisa untuk dimakan berdua, asal pesan juga dua porsi nasi.
Kalau ingin menikmati lobster mahal, Kedai Lobster juga menyediakan lobster mutiara yang beratnya sampai 3 kg. Harganya Rp 1,5 juta. ”Yang sudah sering makan lobster biasanya cari lobster ini. Sebab itu, saya sediakan juga,” kata Wardah.
Kalau ingin menikmati lobster mahal, Kedai Lobster juga menyediakan lobster mutiara yang beratnya sampai 3 kg. Harganya Rp 1,5 juta.
Selain masakan murni lobster, tersedia juga hidangan PM alias Paket Mantul, yang harga per paketnya mulai dari Rp 170.000 sampai Rp 250.000. Hidangannya berupa campuran berbagai jenis kerang, lobster, udang, kepiting, rajungan, baby octopus, dan ditambah sayuran berupa jagung atau caisim, yang dimasak dengan saus padang, asam manis, atau BBQ.
Cara penyajiannya digelar di atas meja yang diberi taplak plastik sebagai ”piring”-nya. Asik dimakan bersama teman.