Sopir taksi berbasis aplikasi itu tertawa ketika ditanya siapa pasangan calon presiden pilihannya. ”Maaf, Pak. Saya kapok menjawab siapa capres pilihan saya,” katany. Dia mengaku hampir setiap penumpang taksi membahas itu.
Pada awalnya dia menjawab apa adanya, tanpa pretensi apa-apa saat seorang ibu menanyakan hal yang sama.
”Ampun deh, Pak. Sepanjang jalan saya habis diceramahi, dibilang macam-macam. Rasanya, pengin segera tiba di tempat tujuan saja. Mana macet pula. Kalau enggak takut kena sanksi, saya pengin menurunkan penumpang saya itu,” kata sopir taksi itu.
Pernah pula seorang penumpang membanting pintu dan berlalu tanpa membayar. ”Diteriakin enggak peduli. Mau saya kejar, di belakang mobil antre banyak,” katanya lagi.
Mengobrol dengan sopir taksi adalah salah satu cara mengusir kejenuhan di tengah kemacetan atau mencari tahu apa yang update di masyarakat. Jika tidak ada tema menarik, obrolan biasanya lebih ke curcol si sopir taksi. Setoran semakin tinggi, penumpang semakin langka, desakan taksi berbasis aplikasi, hingga kesulitan biaya hidup adalah tema populer.
Jelang pemilu di saat kampanye menghangat, obrolan soal politik biasanya lebih menarik. Pengalaman mengangkut berbagai latar belakang penumpang, mendengar radio berita, hingga membaca grup saling sapa (chatting) menyebabkan sopir taksi seperti lebih banyak tahu.
Dua hari seusai pemilu, Jumat (19/4/2019) sore, saat menumpang taksi konvensional, ternyata obrolan soal politik masih seru. Temanya, sedikit beralih menyangkut hasil hitung cepat, tanggapan capres dan pendukungnya, hingga putusnya hubungan antarteman, tetangga, bahkan saudara.
Sopir yang berpengalaman menjadi sopir taksi selama 14 tahun di Jakarta itu mengaku tahu betul bagaimana perkembangan Ibu Kota di tangan masing-masing gubernur yang berbeda.
”Waktu zaman Pak Ahok, dan sekarang zaman Pak Anies, tentu berbeda. Saya sopir taksi, tiap hari keliling jalanan Jakarta hingga ke kampung-kampung, jadi tahu banyaklah perkembangan Ibu Kota,” ujarnya.
Suasana politik nasional itu ternyata, lanjutnya, berpengaruh terhadap penghasilan harian mereka. Saat hari pencoblosan, Rabu (17/4/2019), dia mengaku panen penumpang. Banyak penumpang di pinggiran Jakarta ternyata belum ganti kartu tanda penduduk (KTP). Mereka memilih di tempat asalnya sesuai KTP DKI yang dimilikinya.
”Saya sempat mengantar suami istri dari Pamulang (Tangerang Selatan) ke Priok untuk nyoblos. Suruh nunggu pula, lumayan,” ujarnya.
Sebaliknya, ketika libur panjang akhir pekan sejak Jumat, ternyata tidak banyak penumpang menggunakan jasa taksinya.
”Katanya, mau ada rame-rame ya, Pak. Warga memilih di rumah sepertinya,” sesalnya.
Pemilu sudah berlalu. Namun, proses penghitungan suara oleh KPU masih berlanjut. Warga Ibu Kota berharap suasana kembali adem ayem. Jangan lupa, Gubernur DKI Jakarta sudah lama tidak memiliki wakil yang tentu diperlukan untuk bahu-membahu membenahi Ibu Kota.
Jangan lupa, Gubernur DKI Jakarta sudah lama tidak memiliki wakil yang tentu diperlukan untuk bahu-membahu membenahi Ibu Kota.