Indonesia Targetkan Jumlah Penduduk Kelas Menengah Capai 70 Persen pada 2045
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menjadi negara maju pada 2045, jumlah penduduk kelas pendapatan menengah di Indonesia harus terus tumbuh. Jumlah penduduk kelas menengah ditargetkan mencapai 223 juta orang atau sekitar 70 persen dari total penduduk.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, dominasi penduduk kelas menengah, terutama usia muda, menjadi salah satu ciri negara maju. Penduduk kelas menengah itu akan memacu konsumsi suatu negara tumbuh tinggi.
”Indonesia bisa menjadi negara maju pada tahun 2045 apabila pertumbuhan ekonomi setidaknya 5,1 persen setiap tahun. Untuk mencapai itu, konsumsi harus tumbuh di atas 5 persen,” kata Bambang saat memaparkan visi Indonesia 2045 di Jakarta, Senin (22/4/2019).
Penduduk kelas menengah Indonesia ditargetkan tumbuh secara bertahap mulai dari 85 juta orang pada tahun 2020, meningkat jadi 145 juta orang tahun 2030, kemudian 187 juta orang tahun 2040, hingga menjadi 223 juta orang tahun 2045. Pertumbuhan penduduk kelas menengah akan mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah pada 2036.
Menurut Bambang, penduduk kelas menengah menjadi pola penentu konsumsi suatu negara. Fenomena penutupan gerai ritel besar-besaran di sejumlah negara bukan karena daya beli penduduk kelas menengah turun, tetapi mereka lebih memilih belanja secara daring. Pemerintah harus jeli melihat perubahan pola konsumsi mereka.
”Kontribusi konsumsi penduduk kelas menengah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang harus dijaga pemerintah,” kata Bambang.
Bappenas menyusun dua skenario menuju negara berpendapatan tinggi. Skenario dasar, yakni Indonesia memiliki produk domestik bruto (PDB) per kapita sebesar 19.794 dollar AS pada 2045 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi minimal 5,1 persen setiap tahun.
Sementara skenario tinggi, Indonesia ditargetkan memiliki PDB per kapita 23.199 dollar AS dengan asumsi rata-rata pertumbuhan ekonomi 5,7 persen per tahun. Skenario tinggi ini akan menempatkan PDB Indonesia ke-5 di dunia.
Untuk mencapai target skenario tinggi, lanjut Bambang, pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya bertumpu pada konsumsi penduduk kelas menengah, tetapi harus didukung investasi. Percepatan pertumbuhan ekonomi harus ditopang investasi bidang industri manufaktur.
”Industri manufaktur akan diarahkan ke luar Jawa, terutama untuk sektor sumber daya alam. Tujuannya, membangun pusat-pusat ekonomi baru,” kata Bambang.
Investasi manufaktur
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, daya saing investasi di sektor manufaktur harus ditingkatkan. Pengembangan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa akan sulit jika hanya mengandalkan insentif fiskal.
”Insentif harus dikaitkan dengan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi lain di dalam negeri. Regulasi bisnis harus lebih transparan dan sederhana, misalnya terkait kendala lahan,” kata Faisal.
Setelah mendorong investasi bidang manufaktur, lanjutnya, pemerintah mesti jeli melihat tren pasar global. Fokus kebijakan bukan sekadar mencari pasar baru, melainkan produk baru. Salah satu ekspor manufaktur yang cukup potensial adalah produk-produk halal. Pasar tradisional Indonesia masih berpeluang menerima produk halal.
Bappenas memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020-2024 berkisar 5,4-5,7 persen. Perekonomian bisa tumbuh 6 persen jika pertumbuhan sektor manufaktur di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Tanpa mengembangkan industri pengolahan, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi semakin berat.
Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara Imam Apriyanto Putro menambahkan, sinergi BUMN akan mendorong perekonomian tumbuh tinggi. Pada 2019, pemerintah akan merealisasikan pembentukan perusahaan induk (holding) bagi BUMN di 10 bidang. Hal tersebut dilakukan agar kemampuan mencari modal semakin besar.
Kesepuluh pembentukan perusahaan induk itu meliputi bidang perumahan, infrastruktur, asuransi, keamanan nasional, maritim, perbankan dan jasa keuangan, survei, pelabuhan, bandar udara, dan farmasi. ”Ini akan segera kita tuntaskan dalam kurun waktu enam bulan,” kata Imam.