Menengok Kembali Perkembangan Kawasan Industri Indonesia
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
Perkembangan kawasan industri menunjukkan geliatnya sejak penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian. UU ini menyatakan pemerintah mewajibkan perusahaan industri agar membangun pabrik di kawasan industri.
Kawasan industri sejatinya berperan sebagai integrator industri hulu, menengah, dan hilir sehingga dapat meningkatkan daya saing industri nasional. Dengan demikian, sektor industri dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Mengutip data Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia, ada 18 wilayah kawasan industri berdasarkan pembagian regional yang tersebar di sejumlah provinsi. Beberapa di antaranya ialah Jakarta, Banten, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Lampung, dan Jambi.
Pada 18 wilayah kawasan industri itu, terdapat 87 kawasan industri yang terdaftar. Dari yang terdaftar, sebanyak 63 kawasan industri telah dibangun dan beroperasi dengan total industri sebesar 9.950 unit per Agustus 2018.
Ketua Umum HKI Sanny Iskandar di Jakarta, Senin (15/4/2019), menyampaikan, tidak dapat dipungkiri, pembangunan kawasan industri masih lebih banyak dilakukan di Pulau Jawa. “Pengembangan kawasan industri di luar Jawa menghadapi banyak tantangan, antara lain realisasi pembangunan infrastruktur yang belum terasa sehingga investor menjadi ragu,” tuturnya.
HKI mencatat, ada 63 kawasan industri yang telah beroperasi. Sebanyak 44 kawasan industri, yang terdiri dari 8.538 unit industri, berada di Jawa. Sisanya, 19 kawasan industri yang mencakup 1.412 unit industri, berada di luar Jawa.
Saat ini, 24 kawasan industri sedang berada dalam tahap persiapan pembangunan. Sebanyak 9 kawasan industri akan dibangun di Jawa dan 15 kawasan industri di luar Jawa.
Sanny melanjutkan, HKI dan pemerintah terus mendorong pemerataan pembangunan kawasan industri di luar Jawa. Upaya yang telah dilakukan, seperti membuat kebijakan percepatan realisasi pembangunan kawasan industri di kawasan ekonomi khusus yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Menurut Sanny, pengembangan kawasan industri luar Jawa sebaiknya berfokus pada industri padat karya atau industri yang lebih mengandalkan tenaga kerja. Sebab, wilayah luar Jawa masih memiliki banyak sumber daya alam dan tenaga kerja. Berbagai sektor industri yang dapat dikembangkan, antara lain pertambangan, agrikultur, perikanan, dan kelautan.
Skema tersebut berbeda dengan jenis industri yang perlu dibangun di Pulau Jawa. Keterbatasan lahan membuat industri padat modal atau industri yang mengandalkan modal untuk kegiatan operasional dan pengembangan bisnis lebih cocok dikembangkan di Jawa.
“Di Jawa sudah mulai banyak industri padat modal, misalnya perusahaan perakitan peralatan elektronik canggih (high technology), otomotif, dan kimia,” kata Sanny.
Direktur PT Jababeka Tbk Hyanto Wihadhi menambahkan, ketika industri padat karya di luar Jawa telah berkembang pesat, hasil bahan baku akan menjadi produk substitusi impor bagi industri padat modal di Jawa.
Sebagai contoh, lanjutnya, PT Unilever Indonesia Tbk) memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara. Setelah selesai diproses, Unilever mengirim barang baku tersebut ke Jawa untuk kemudian diolah menjadi berbagai produk makanan atau perawatan pribadi.
“Harapannya ke depan, Pulau Jawa akan berkembang menjadi semacam hub (pusat) produksi final komoditas mentah untuk semua sektor industri yang dikirim dari industri hulu yang berada di luar Jawa,” kata Hyanto, yang juga sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Kawasan dan Hubungan Internasional HKI.
Pelaku usaha dan pemerintah perlu terus berkolaborasi untuk mengembangkan kawasan industri Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa. Salah satu langkah yang bisa mendorong pengembangan adalah dengan memacu pertumbuhan infrastruktur yang memadai sehingga dapat menarik minat investor.