Nahdlatul Ulama: Indonesia Bukti Islam Berdemokrasi
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Keberhasilan Indonesia dalam menyelenggarakan Pemilu 2019 dinilai Nahdlatul Ulama sebagai bukti bahwa ajaran Islam tidak bertentangan dengan demokrasi. Meski demikian, ini hanyalah langkah awal.
Kedewasaan demokrasi harus terus dipelihara dan semakin dimatangkan, yakni dimulai dengan proses rekonsiliasi antardua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang berkontestasi.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj, Senin (22/4/2019) di Jakarta, menilai, umat Islam Indonesia menunjukkan kematangan dan kedewasaan yang baik dengan terselenggaranya pemilu yang demokratis.
“Artinya, kita semua harusnya sudah paham, Islam dan demokrasi tidak bertentangan dan justru saling memperkuat. Demokrasi diberi spirit Islam dan Islam diperkuat dengan sistem berdemokrasi,” kata Said dalam acara bertajuk “Silaturahim dan Penyampaian Gagasan Kebangsaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama” di Jakarta.
Dalam acara tersebut juga hadir Cawapres Ma’ruf Amin yang juga Mustasyar PBNU, pejabat Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar, dan Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal.
Said mengatakan, keluarga besar NU bersyukur atas penyelenggaraan Pemilu 2019 yang aman dan relatif lancar. Berdasarkan hasil hitung cepat Litbang Kompas, tingkat partisipasi Pemilu 2019 merupakan salah satu yang tertinggi selama masa reformasi, dengan angka sekitar 81 persen.
“Mari kita pelihara kedewasaan dan kematangan ini. Ini menjadi contoh bagi negara-negara lain. Buktinya kita mendapatkan apresiasi dari dunia internasional bahwa Indonesia dengan mayoritas penduduknya menganut Islam mampu berdemokrasi,” kata Said.
Ma’ruf mengatakan, dalam NU, memilih dalam pemilu bukan sekadar hak, namun termasuk tanggung jawab dan kewajiban sebagai warga negara. Untuk itu, ia mengucapkan terima kasih kepada para warga NU yang telah mencoblos.
“Dalam ajaran aswaja (ahlussunah wal jamaah), memilih pemimpin bukan hak tetapi kewajiban. Terima kasih semua sudah menjalankan kewajibannya,” kata Ma’ruf.
Dalam kesempatan itu, Said mengatakan, Nahdlatul Ulama menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya puluhan petugas dan aparat kepolisian yang gugur dalam menyelenggarakan pemilu. “Mereka adalah korban, para pejuang yang gugur saat melakukan tugas. Mudah-mudahan amal mereka diterima oleh Tuhan,” kata Said Aqil.
Rekonsiliasi
Ma’ruf mengatakan, langkah lanjutan untuk menjaga proses demokrasi di Indonesia adalah rekonsiliasi antarpara kontestan. Bangsa harus kembali utuh usai menjalani persaingan yang sengit.
Meski demikian, Ma’ruf mengingatkan, persaingan yang muncul karena pemilihan presiden tetap harus diselesaikan melalui mekanisme yang konstitusional dan sesuai aturan.
“Semestinya kita bisa menyatu lagi. Demi kepentingan bangsa dan negara, kita harus membangun rekonsiliasi,” kata Ma’ruf.
Untuk itu, ia berharap pertemuan rekonsiliasi antara pihak pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin dengan Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dapat segera digelar. “Kalau (pertemuan) bisa sebelum pengumuman oleh KPU itu lebih baik lagi,” kata Ma’ruf.
Said Aqil mengatakan, rekonsiliasi adalah hal yang penting dan sesuai dengan salah satu nilai yang dijunjung oleh NU, yakni ukhuwah wathaniyah (persaudaraan bangsa) yang melintasi batas-batas kelompok, budaya, dan partai politik.