Transisi Mercedes Menuju Elektrifikasi
Gelombang elektrifikasi sedang melanda dunia. Begitu juga dengan Asia. Indonesia dikabarkan sedang menuju ke arah yang sama. Mercedes-Benz pun bersiap.
Meski belum ada regulasi tentang kendaraan listrik yang bisa beredar di Indonesia, sejumlah pabrikan otomotif dunia yang ada di Indonesia sudah memulai ancang-ancang menyiapkan produk otomotif sejenis ini.
Tesla, misalnya, sudah ada di Indonesia melalui importir umum. Akan tetapi, pemain lama otomotif di Indonesia memilih berjalan perlahan, menyiapkan fondasi untuk menyongsong era kendaraan listrik tersebut.
Mercedes-Benz adalah salah satunya. Dua tahun terakhir PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (MBDI) sudah mempersiapkan diri untuk mendatangkan produk-produk kendaraan listrik mereka. Di tahun 2022, secara global, Mercedes-Benz akan melepas varian listrik dari setiap model yang telah mereka telurkan ke pasar dunia.
Presiden Direktur PT MBDI Roelof Lamberts bertutur, dua tahun terakhir secara perlahan mereka membangun infrastruktur pengisian daya (charging station) di dua lokasi, yaitu Mal Plaza Indonesia dan kantor mereka di gedung Cibis Nine, Cilandak, Jakarta Selatan. Lamberts mengakui, meskipun belum ada yang melakukan pengisian daya, ”Setidaknya sekarang ini para pelanggan bisa mendapatkan parkir khusus di mal,” katanya sambil tersenyum.
Mengenalkan teknologi
Hal lain yang tengah dicoba adalah mengenalkan teknologi EQ Boost pada setiap produk Mercedes-Benz yang dilepas ke pasar Indonesia. Februari lalu, PT MBDI melepas tiga produk anyar pabrikan yang berpusat di Stuttgart, Jerman, ini. Semua dibekali dengan teknologi EQ Boost.
”Ini merupakan teknologi terbaru yang dikembangkan Mercedes-Benz, dan konsumen di Indonesia dikenal sebagai konsumen yang menyukai teknologi kekinian di kendaraan. Kami ingin mengenalkan kepada konsumen dan calon konsumen rasa berkendara yang berbeda dengan teknologi ini,” kata Lamberts.
Sistem EQ Boost yang bertumpu pada baterai 48 volt memang tidak sepenuhnya menggerakkan kendaraan seperti layaknya pada kendaraan hybrid, plug-in hybrid, atau electric vehicle murni. Namun, boleh dikatakan ini adalah teknologi mild-hybrid atau hibrida ringan yang bisa menjadi jembatan untuk mengenalkan teknologi kendaraan listrik yang lebih maju ke depan.
Secara umum, teknologi EQ Boost merupakan pendamping dari teknologi mesin pembakaran dalam (internal combustion engine). Fungsinya adalah mengurangi jeda tenaga yang keluar dari turbocharger.
Fungsi lain yang penting adalah mengurangi beban mesin untuk menyalurkan tenaga listrik bagi beberapa komponen, seperti pendingin udara (AC). Diyakini, penggunaan teknologi dua baterai ini membuat penggunaan bahan bakar minyak menjadi lebih irit.
Teknologi hibrida
Kompas sempat menjajal teknologi hibrida, teknologi setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan EQ Boost, yang dikembangkan Mercedes-Benz di Malaysia, tahun lalu. Sempat juga melongok sports utility vehicle (SUV) konsep EQC, yang menurut rencana akan dipasarkan pada 2020.
Kala itu Kompas menjajal Mercedes-Benz E 350e PHEV. Mobil premium ini dilengkapi dengan baterai berkekuatan 6,2 kWh yang diklaim mampu membawa penumpang dari satu titik ke titik lain sejauh 33 kilometer tanpa menggunakan mesin bensin.
Semua bertumpu pada tenaga baterai. Dan, ketika Kompas mencobanya, perjalanan sepanjang 14 kilometer dari Waterfront Park City, Kuala Lumpur, ke Menara Petronas ditempuh selama sekitar 20 menit telah menghabiskan tenaga baterai hingga 70 persen.
Namun, pada saat yang sama, ketika mobil bergerak mengandalkan mesin konvensionalnya, secara otomatis baterai pun akan terisi kembali.
Pengembangan teknologi baterai untuk hibrida dan EV terus dilakukan Mercedes-Benz. Mengutip Ola Kallenius, penanggung jawab penelitian dan pengembangan kendaraan Mercedes-Benz Daimler AG, pengembangan teknologi kendaraan terfokus pada tiga hal, yaitu mesin pembakaran dalam yang lebih efisien (penggunaan bahan bakar), pengembangan baterai untuk sistem hibrida, dan pengembangan sel bahan bakar (fuel cell) yang berbahan bakar hidrogen.
Transisi dari penggunaan bahan bakar minyak ke tenaga listrik pun berdampak pada persentase penjualan mobil dengan basis tenaga listrik yang diharapkan mencapai 25 persen dari total penjualan global pada tahun 2025. (MHD/PRA)