Tujuh Penerima "Uang Ketok Palu" di Sumut Jalani Sidang Tuntutan
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Tujuh mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, terdakwa kasus dugaan penerimaan suap dari Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2015, Gatot Pujo Nugroho, menjalani sidang tuntutan. Mereka masing-masing dituntut hukuman 4 hingga 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta hingga Rp 300 juta rupiah.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019), jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat tuntutan kepada tujuh terdakwa. Para terdakwa adalah Pasiruddin Daulay, Tunggul Siagian, Tahan Manahan Panggabean, Taufan Agung Ginting, Elezaro Duhha, Musdalifah, dan Fahru Rozi.
Terdakwa Musdalifah dituntut pidana enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Sementara, enam anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 lainnya dituntut hukuman pidana empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider kurungan empat bulan.
Jaksa Ronald F Worotikan, saat membaca surat tuntutan, mengatakan, hal yang memberatkan para terdakwa adalah perbuatan yang tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Terdakwa Musdalifah dituntut lebih berat karena memberi kesaksian berbelit-belit hingga menyulitkan persidangan.
"Adapun yang meringankan adalah para terdakwa berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dijatuhi pidana, dan telah mengembalikan sebagian uang yang diterima kepada pemerintah,” kata Ronald.
Dalam sidang yang diketuai majelis hakim Hastopo itu, jaksa juga menuntut hukuman tambahan bagi terdakwa berupa pencabutan hak politik untuk dipilih kembali sebagai anggota dewan selama kurun waktu lima tahun. Lalu, kewajiban pengembalian uang pengganti untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut.
Pasiruddin Daulay wajib mengembalikan uang Rp 77,5 juta, Elezaro Duhha Rp 315 juta, Musdalifah Rp 477,5 juta, Tahan Manahan Rp 905 juta, Tunggul Siagian Rp 477,5 juta, Fahru Rozi Rp 372,5 juta, dan Taufan Agung Ginting Rp 192,5 juta.
Sebelumnya, ketujuh terdakwa diduga menerima suap dari Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho, berkisar antara Rp 130 juta sampai Rp 1 miliar per orang.
Mereka melanggar Pasal 12 Huruf b jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Uang ketok
Jaksa Budi Sarumpaet mengatakan, kasus tersebut merupakan perkara turunan dari kasus yang melibatkan pimpinan DPRD Sumut Chaidir Ritonga, M Afan, Kamaluddin Harahap, dan Sigit Pramono Asri. Mereka meminta "uang ketok palu" kepada Sekretaris Daerah Pemprov Sumut Nurdin Lubis, yang kemudian dipenuhi Gubernur Sumut Gatot Pujo pada saat itu.
Uang yang dimaksud digunakan untuk melancarkan persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut untuk Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD Sumut, Persetujuan Perubahan APBD Provinsi Sumut Tahun 2013-2014 oleh DPRD Sumut. Lalu, pengesahan APBD tahun anggaran 2014-2015, dan digunakan juga terkait penolakan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD Sumut pada 2015.
Akibat kerja sama tersebut, Gatot Pujo telah divonis 6 tahun penjara atas korupsi dana hibah yang merugikan negara Rp 4,03 oleh putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan, 24 November 2016. Setelah itu, 38 anggota DPRD Sumut, termasuk tujuh terdakwa di atas, diproses oleh pihak berwenang.
Beberapa mantan anggota dewan penerima suap bahkan sudah dieksekusi di penjara. Salah satunya, Muslim Simbolon yang dikirim KPK ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Senin (22/4). Ia divonis 2 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Ia juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 392 juta untuk negara.