Cakupan Imunisasi Dasar Belum Optimal, Kekebalan Komunitas Tak Tercapai
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kekebalan pada kelompok anak di Indonesia belum kuat untuk mencegah berbagai penyakit, terutama pada jenis penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Cakupan imunisasi dasar saat ini belum optimal, bahkan ada anak yang sama sekali belum diberi imunisasi.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono, Selasa (23/4/2019), di Jakarta, mengatakan, tantangan utama yang dihadapi untuk mencapai target cakupan imunisasi dasar lengkap ada pada aspek masyarakat. Selain itu, juga pada sistem pelayanan dan tenaga kesehatan.
Menurut Anung, ada masyarakat yang sudah sadar dan paham akan pentingnya imunisasi, tetapi saat akan mendapatkan imunisasi, kondisi anak justru tidak mendukung.
”Misalnya, sekarang seharusnya anak mendapatkan imunisasi, tetapi kondisinya sedang batuk dan pilek, jadi tidak bisa. Padahal, imunisasi sangat bergantung pada waktu dan jenisnya,” katanya di sela-sela acara puncak Pekan Imunisasi Dunia 2019, di Jakarta, Selasa.
Data Kementerian Kesehatan per 31 Maret 2019 mencatat, persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebesar 90,08 persen. Jika merujuk pada ketentuan Badan Kesehatan Dunia (WHO), kekebalan kelompok baru bisa terbentuk apabila cakupan imunisasi dasar mencapai 95 persen.
Dari rincian data Kemenkes, disparitas cakupan imunisasi pun masih terjadi. Dari 34 provinsi, baru 12 yang cakupannya lebih dari 95 persen, antara lain Jawa Tengah, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Selatan. Sementara cakupan terendah dijumpai di sejumlah daerah, seperti Papua (29,6 persen), Nusa Tenggara Timur (51,72 persen), dan Aceh (55,26 persen).
Pekan imunisasi dunia diperingati setiap akhir minggu bulan April. Tahun ini dirayakan pada 24-30 April 2019. Adapun tema yang diangkat di Indonesia adalah ”Imunisasi Lengkap Indonesia Sehat”.
Saat ini, terdapat sembilan antigen vaksin yang telah masuk program imunisasi nasional. Vaksin tersebut adalah hepatitis B, tuberkulosis, polio, difteri, tetanus, meningitis, pneumonia, BCG, dan campak.
Anung menambahkan, tantangan lain dalam upaya meningkatkan cakupan imunisasi di Indonesia adalah pemahaman yang kurang terkait pentingnya imunisasi lengkap. Masih ada masyarakat yang menyangsikan manfaat imunisasi dalam melindungi anak dari ancaman penyakit. Sejumlah orang pun belum sadar untuk mengimunisasi anaknya secara lengkap. Selain itu, isu halal-haram untuk vaksin juga masih menjadi kendala.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi berpendapat, meski banyak tantangan yang dihadapi dalam upaya meningkatkan cakupan imunisasi, beberapa keberhasilan patut diapresiasi selama empat dasawarsa terakhir. Keberhasilan tersebut ialah eradikalisasi cacar tahun 1974, eradikalisasi polio pada 2014, serta eliminasi polio maternal neonatal pada 2018.
Ke depan, pemerintah akan mendorong seluruh lintas sektor untuk bekerja bersama dalam mengupayakan terwujudnya kekebalan komunitas melalui imunisasi dasar lengkap.
”Pasokan vaksin harus terjamin, kualitas manajemen dan layanan imunisasi ditingkatkan, pengetahuan masyarakat akan manfaat imunisasi bisa meningkat, serta isu negatif terkait vaksin bisa diatasi,” katanya.
Oscar menambahkan, untuk memberikan perlindungan yang lebih maksimal, Kementerian Kesehatan akan menambahkan empat vaksin baru yang akan diberikan dalam jadwal imunisasi rutin pada anak-anak. Keempat vaksin baru itu adalah measles-rubella (MR), human papillomavirus (HPV), japanese encephalitis, dan pneumococus.
Sekretaris Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Soedjatmiko menyatakan, imunisasi dasar juga harus diperkuat dengan imunisasi lanjutan pada bayi usia di atas dua tahun, anak sekolah dan remaja, serta imunisasi tambahan pada dewasa. Imunisasi lengkap dan rutin diperlukan untuk mencegah penyakit yang berakibat berat, cacat, hingga meninggal.
”Imunisasi lanjutan sangat penting agar kekebalan tetap tinggi sampai remaja, bahkan dewasa. Kekebalan untuk melawan penyakit berbahaya bisa dicegah dengan imunisasi,” ujarnya.
Vaksin halal
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh menyebutkan, vaksin BCG atau Bacillus Calmette–Guérin telah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI pada 18 April 2019. Vaksin ini diproduksi oleh produsen vaksin dalam negeri, Bio Farma.
”Sertifikasi ini memang perlu waktu. Diharapkan vaksin lain juga bisa melalui proses sertifikasi halal berikutnya sehingga tidak ada lagi kendala dalam memaksimalkan cakupan imunisasi di Indonesia,” ucapnya.