JAKARTA, KOMPAS – Kendati perdebatan, klaim kemenangan, dan tudingan kecurangan dalam Pemilu Presiden masih bertebaran, diyakini semua akan kembali damai. Masyarakat juga akan kembali ke kehidupan semula.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan keyakinannya tersebut kepada wartawan, Selasa (23/4/2019) siang di Jakarta. “Optimis, dalam sejarah empat kali pemilihan (Presiden) langsung, enggak pernah terjadi apa-apa. Aman-aman saja, memang di media sosial pasti tegang tapi di masyarakat biasa-biasa saja,” tuturnya.
Hiruk-pikuk mengenai hasil Pemilu Presiden memang belum berakhir setelah pemungutan suara 17 April kemarin. Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto mendeklarasikan kemenangannya kendati hitung cepat di lembaga-lembaga survei kredibel menunjukkan keunggulan capres nomor urut 01 Joko Widodo. Tudingan mengenai kecurangan di berbagai lokasi juga dilontarkan di media sosial maupun di media massa. Selain itu, masih ada ancaman mobilisasi massa.
Wapres Kalla memastikan, tidak ada sesuatupun yang perlu dikhawatirkan akan terjadi pada NKRI. Dia hanya berseloroh, tentu berharap kedua capres bisa memenangi Pilpres. “Tapi, karena satu boleh menang, ya bagaimana. Kalau harapannya, dua-duanya menang,” selorohnya sambil tersenyum.
Wapres Kalla pun berharap Prabowo Subianto bisa segera bertemu dengan Joko Widodo. “Makin cepat (pertemuan itu), masyarakat di bawah bisa lebih cepat (bersatu),” ujarnya.
Evaluasi
Wapres Kalla juga berharap penyelenggaraan pemilu bisa segera dievaluasi dan dipisahkan kembali antara Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif. Namun, hal ini perlu dibahas di DPR. Penyelenggaraan pemilu serentak seperti 2019 terbukti menyulitkan dan melelahkan para petugas yang bekerja.
“Yang meninggal saja hampir 100 orang. Apa itu diteruskan lagi supaya lima tahun lagi ada ratusan yang meninggal karena keletihan menghitung lama, ini harus sesuai proporsionallah,” tambahnya.
Dalam catatan KPU, setidaknya 91 orang petugas KPPS meninggal dan lebih dari 370 orang sakit akibat kelelahan dalam pemungutan dan penghitungan suara. Pemilu serentak memberikan setiap warga lima jenis surat suara. Semua ini harus dihitung sekaligus oleh KPPS kendati hari berganti. Akibatnya, umumnya KPPS menghitung suara sampai dini hari ataupun pagi hari berikutnya.
Penyelenggaraan pemilu serentak diputuskan Mahkamah Konstitusi pada awal 2014. Kendati demikian, menurut Kalla, semestinya hal ini masih bisa diubah di DPR. Selain itu, lanjutnya, MK pasti melihat kenyataan bahwa banyak petugas baik polisi dan KPPS yang meninggal akibat penyelenggaraan pemilu serentak ini.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.