Pacu Konsumsi, Generasi Milenial Kelas Menengah Dibidik
Penduduk kelas menengah dari generasi milenial didorong terus tumbuh untuk memacu konsumsi. Pendapatan mereka mesti ditingkatkan dengan penciptaan lapangan kerja lebih luas.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penduduk kelas menengah dari generasi milenial didorong terus tumbuh untuk memacu konsumsi. Pendapatan mereka mesti ditingkatkan dengan penciptaan lapangan kerja lebih luas, terutama pada sektor pertanian dan manufaktur.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan, jumlah penduduk kelas menengah meningkat secara bertahap menjadi 223 juta orang pada 2045. Penduduk kelompok ini akan memacu pertumbuhan konsumsi sehingga Indonesia bisa keluar dari jebakan negara pendapatan menengah dan menjadi negara pendapatan tinggi.
Pada 2045, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia ditargetkan 19.794 dollar AS atau peringkat ke-7 di dunia.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira, mengatakan, upaya mendorong penduduk kelas menengah harus dilihat dari berbagai aspek, terutama sisi pendapatan. Tidak semua penduduk kelompok ini memiliki keuangan yang tinggi dan stabil.
”Ditilik dari keuangannya, generasi milenial sebagai penopang penduduk kelas menengah justru memiliki pendapatan lebih rendah berkisar 10-13 persen dibandingkan generasi baby boomers atau generasi X,” kata Bhima kepada Kompas, Selasa (23/4/2019).
Pendapatan penduduk kelas menengah yang relatif lebih rendah tidak hanya terjadi pada generasi milenial yang tinggal di perkotaan, tetapi juga perdesaan. Kondisi itu menyebabkan mereka rentan dan berisiko kembali menjadi penduduk miskin jika gejolak ekonomi besar terjadi.
Generasi milenial sebagai penopang penduduk kelas menengah justru memiliki pendapatan lebih rendah berkisar 10-13 persen dibandingkan generasi baby boomers atau generasi X.
Menurut Bhima, upaya mendorong penduduk kelas menengah ini mesti dibarengi penciptaan lapangan kerja yang luas dan beragam. Lapangan kerja diciptakan pada sektor-sektor strategis yang menopang pertumbuhan ekonomi, seperti industri manufaktur dan pertanian.
”Lanskap pekerjaan ke depan akan berbeda. Kelas menengah akan dihadapkan pada tantangan ekonomi digital sehingga kita sangat perlu melakukan inovasi,” ucap Bhima.
Mengacu pada kriteria Bank Dunia, penduduk kelas menengah berpendapatan Rp 1,2 juta-Rp 6 juta per orang per bulan.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro menekankan, penduduk kelas menengah akan memacu konsumsi suatu negara tumbuh tinggi. Indonesia butuh pertumbuhan konsumsi di atas 5 persen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi minimal 5,1 persen.
”Dengan pertumbuhan ekonomi konsisten 5,1 persen setiap tahun, Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah pada 2038. Itu skenario dasar,” kata Bambang.
Indonesia butuh pertumbuhan konsumsi di atas 5 persen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi minimal 5,1 persen.
Luar Jawa
Bambang menyebutkan, pendapatan penduduk kelas menengah bisa meningkat jika terjadi pemerataan ekonomi. Pemerintah kini secara bertahap membangun pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa, terutama untuk industri pengolahan sumber daya alam.
”Industrialisasi termasuk integrasi rantai pasok dan nilai dari hulu ke hilir akan dilakukan di luar Jawa. Adapun Jawa akan difokuskan untuk ekonomi kreatif atau jasa,” ujar Bambang.
Industrialisasi yang diarahkan ke luar Jawa, lanjut Bambang, untuk membangun struktur perekonomian daerah yang lebih kuat. Selama ini, mayoritas daerah di luar Jawa sangat bergantung pada komoditas mentah sehingga rentan terhadap fluktuasi harga global.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara menambahkan, ketergantungan komoditas mentah di luar Jawa berdampak terhadap kerentanan penduduk. Mereka yang sudah masuk penduduk kelas menengah bisa menjadi penduduk miskin karena harga komoditas turun.
”Pemerintah memberikan bantuan sosial untuk menjaga konsumsi penduduk yang rentan itu,” kata Suahasil.
Suahasil menyatakan, konsumsi menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah risiko tekanan global. Kinerja ekspor diperkirakan masih lesu, sementara investasi ada kemungkinan naik pada semester II-2019. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia datar 5,2 persen pada 2019 dan 2020.