Pemungutan suara ulang, susulan, dan lanjutan pada Pemilu 2019 akan diselenggarakan secara bertahap sebelum 27 April 2019.
JAKARTA, KOMPAS— Pemungutan suara ulang, susulan, dan lanjutan Pemilu 2019 dilakukan di sejumlah daerah secara bertahap sebelum batas akhir 10 hari setelah pemungutan suara 17 April. Namun, persentase tiga jenis pemungutan suara itu dinilai tidak signifikan dibandingkan dengan total jumlah tempat pemungutan suara.
Berdasar data Komisi Pemilihan Umum, Senin (22/4/2019), pemungutan suara ulang (PSU) harus dilakukan di 393 TPS, pemungutan suara susulan (PSS) di 2.302 TPS, dan pemungutan suara lanjutan (PSL) di 72 TPS. Dari jumlah itu, penyelenggara pemilu sudah menyelenggarakan PSU, PSS, dan PSL di 1.511 TPS.
”Persentasenya 0,34 persen dibandingkan total TPS yang mencapai 810.000. Jangan pula ditafsirkan itu semua karena kecurangan. Penyebabnya banyak faktor, termasuk kendala alam atau keterlambatan logistik akibat kondisi geografis yang sulit,” kata anggota KPU, Wahyu Setiawan.
Di sejumlah daerah dilaporkan, KPU setempat menyiapkan PSU, PSS, dan PSL sehingga pemungutan bisa tuntas sebelum 27 April atau 10 hari setelah pemungutan suara 17 April.
Anggota KPU Sumatera Selatan, Hepriyadi, di Palembang, mengatakan, PSU dan PSL dilakukan karena beragam masalah. Misalnya, di salah satu TPS ada beberapa pemilih yang tidak masuk daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, dan daftar pemilih khusus.
Di Papua, PSS sudah diselenggarakan di Kabupaten Jayapura, Puncak Jaya, Kepulauan Yapen, dan Keerom. Sementara di salah satu distrik di Intan Jaya, Bawaslu menemukan indikasi perusakan logistik pemilu oleh oknum calon anggota legislatif dan simpatisannya.
Di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, penghitungan suara ulang harus dilakukan di dua TPS karena diduga terjadi penggelembungan suara untuk pemilihan anggota DPRD kabupaten sampai DPR.
Di Kota Surabaya, KPU setempat juga akan menghitung ulang surat suara apabila terjadi ketidaksesuaian antara formulir C1 saksi, C1 berhologram, C1 plano, dan C7. Proses pencocokan penjumlahan perolehan suara dilakukan untuk menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Kota Surabaya. Pencocokan dilakukan di TPS di 60 kelurahan di 26 kecamatan di Surabaya.
Dianggap tidak jurdil
Di Jakarta, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai, pelaksanaan Pemilu 2019 tak mencerminkan prinsip jujur, adil, dan transparan. Direktur Media dan Komunikasi BPN Prabowo-Sandi, Hasjim Djojohadikusumo, mengatakan, pihaknya beberapa kali mengadukan dugaan pelanggaran pemilu sebelum pemungutan suara 17 April ke KPU dan Bawaslu. Misalnya, dugaan 17,5 juta pemilih bermasalah dan temuan surat suara tercoblos di Selangor, Malaysia.
Menurut Hasjim, dua masalah itu tidak ditangani penyelenggara pemilu. BPN Prabowo-Sandi hingga saat ini belum menerima laporan resmi dari KPU dan Bawaslu terkait hasil penelusuran ulang 17,5 juta pemilih bermasalah.
”Kami berulang kali mengirimkan surat resmi ke KPU dan Bawaslu untuk mengusut dan memeriksa dugaan pelanggaran, tetapi tidak ada tindakan dari penyelenggara pemilu. Kami menilai, sekarang pemilu tidak jujur, transparan, dan adil,” ujar Hasjim.
Menanggapi hal itu, anggota KPU Wahyu Setiawan menuturkan, KPU menerima masukan dari BPN Prabowo-Sandi ataupun dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin. KPU sudah menindaklanjuti laporan tim sukses, salah satunya soal dugaan 17,5 juta pemilih bermasalah.
Menurut Wahyu, KPU sudah memeriksa laporan itu, serta sudah ada beberapa forum penjelasan KPU dan tim sukses. KPU juga sudah menyerahkan laporan tindak lanjut ke kedua tim sukses. ”Dalam tindak lanjut itu prinsipnya disampaikan bahwa pemilih yang disampaikan BPN itu bukan pemilih fiktif,” katanya.
(SAN/FLO/WER/SYA/RAM/AGE)