Sidang Kasus Hoaks Tujuh Kontainer Dilanjutkan Pekan Depan
Oleh
Ratih P Sudarsono
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS – Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, mulai menyidangakan perkara dugaan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian dengan terdakwa YH (26), Selasa (23/4) sore. Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mendesak majelis hakim membebaskan YH dari segala dakwaan dan memulihkan nama baiknya.
Dalam sidang kemarin, Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Cibinong, Anita Dian Wardhani, mendakwa YH dengan enam pasal berlapis. Di antara, Pasal 14 ayat (1) Undang –undang Nomor 1 Tahuan 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 45A ayat 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika, dan Pasal 207 KUHP.
Majelis hakim yang menyidangkan perkara YH, warga Cibungbulan, Kabupaten Bogor ini, adalah Andri Andika, Tira Tirtonan, dan Ben Ronald. Terdakwa didampingi dua orang advokat dari LBH Jakarta, Nelson N Simamora dan Oky Wiratama Siagian. Hadir menyaksikan sidangnya antara lain Silmu Gumilar Herlambang dan Suherman, adik dan ayah YH.
JPU Anita Dian Wardhani dalam surat dakwaanya antara lain mengatakan YH pada Rabu, 2 Januari 2018, di rumahnya, menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalang rakyat.
Awalnya, terdakwa menerima berita berupa voice note di sebuah grup WA yang diikutinya. Rekaman suara itu intinya memberitakan ada tujuh container di Tanjung Priok yang berisi kertas surat yang sudah tercoblos nomor 1. Lalu terdakwa mem-posting isi berita itu ke akun Facebook miliknya dan mengirimkan berita itu ke grup Facebook Gerakan 2019 Ganti Presiden.
Kalimat berita yang dipostingnya “Katanya ada 7 kontainer di tanjung priok isinya suara udah di coblos nomor 1 jokowi. Katnya dr cina. Apa bener ga ini? Info dr grup”. Lalu terdakwa memposting tulisan kedua di akunnya, “Mana pendukung jokowi? Sudikah anda? 70jt kertas suara katanya sudaj di coblos nomor 1 Dr cina loh”.
JPU mengatkan apa yang diposting terdakwa itu lalu menjadi viral di media sosial dan menjadi pemberitaan utama di beberapa media cetak dan televise. Apa yang dibuat terdakwa itu untuk menimbulkan keonaran di masyarakat dan tidakan provokatif kepada yang mendukung pasangan calon presiden, memecah belah bangsa, serta mengganggu ketertiban umum.
Majelis hakim yang diketuai Andri Andika menunda pesidangan sampai minggu depan, dengan agenda pembacaan pembelaan terdakwa atas dakwaan JPU. Kuasa hukum terdakwa, berkesempatan juga mengajukan penanguhan penahanan hukum bagi terdakwa, yang sudah tiga minggu menjadi tahanan kejaksaan.
Di luar sidang, Silmu mengatkan harapannya majelis hakim mengabukan permohonan penaguhan hukuman tersebut. “Kakak saya ini tulang punggung keluarga. Anaknya dua masih kecil-kecil. Kami ingin ia tidak dipejara, selama belum ada vonis majelis hakim yang memutuskan kakak saya bersalah dan dihukum,”katanya.
Kakak saya ini tulang punggung keluarga. Anaknya dua masih kecil-kecil. Kami ingin ia tidak dipejara, selama belum ada vonis majelis hakim.
Nelson N Simamora mengatakan, YH tidak pantas disidangkan apalagi sampai dihukum. Ia tidak menyerbarkan hoaks atau ujaran kebencian. Ia memposting berit aitu dilandasi keinginan untuk memverifikasi kebenaran pesan suara tersebut.
“YH hanya bertanya di grup Facebook itu , tanpa ada menyebarkan pesan suara apapun,”katanya.
Simamora menambahkan, LBH Jakarta memandang bahwa Yoga tidak bersalah karena tindakanya bertanya merupakan tindakan mengumplkaninformasi. Tindakan mengumpulkan informasi sekaligus memverifikasi informasi ini, diperkuat dengan menggunkan kata “katanya” dan tanda baca (?).
Tindakan mengumpulkan informasi sekaligus memverifikasi informasi ini, diperkuat dengan menggunkan kata “katanya” dan tanda baca (?).
“Mengumpulkan informasi sendiri merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, juga hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin oleh Pasal 28F Undang-undang Dasr 1945,” katanya.