Pemda dan Instansi Diimbau Gunakan Data Meteorologi dalam Perencanaan Pembangunan
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya diharapkan menggunakan dan mempertimbangkan data terkait meteorologi, klimatologi, dan geofisika dalam perencanaan dan program pembangunan. Pemda dan instansi juga didorong untuk menyelenggarakan pengukuran meteorologi, klimatologi, dan geofisika atau MKG.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, kejadian bencana alam terus meningkat tiap tahunnya, salah satunya gempa bumi. Sebelum tahun 2017, rata-rata terjadi gempa bumi antara 5.000 hingga 6.000 kali tiap tahun. Pada 2017 meningkat menjadi 7.500 kali dan 2018 meningkat menjadi 11.900 kali.
“Peningkatan aktivitas seismik di Indonesia tersebut diharapkan dapat memotivasi seluruh pemangku kebijakan untuk melakukan observasi data dan analisa diseminasi sebagai bentuk mitigasi bencana,” kata Dwikorita dalam pembukaan Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional BMKG yang bertajuk Menuju One Observation Policy di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Data terkait dengan cuaca dibutuhkan dalam rangka keberlanjutan peradaban pembangunan dan kesejahteraan bangsa. Karena itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Pasal 3, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan wajib menggunakan data meteorologi, klimatologi, dan geofisika (MKG) dalam menetapkan kebijakan di daerah atau sektornya masing-masing.
Selama ini observasi telah dilakukan, sayangnya belum tersosialisasi dengan baik. Penyelenggaraan MKG juga dapat dilakukan pemerintah daerah, badan hukum, atau bahkan masyarakat sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dalam hal ini, BMKG menjadi koordinator dan mengontrol MKG.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 Pasal 3, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan wajib menggunakan data meteorologi, klimatologi, dan geofisika (MKG) dalam menetapkan kebijakan di daerah atau sektornya masing-masing.
“Artinya, siapapun bisa terkoordinasi, terkontrol, dan terstandar sesuai dengan standar dari BMKG,” ujar Dwikorita. Faktanya, kementerian, lembaga, badan hukum, dan masyarakat belum melakukan penyelenggaraan MKG.
Sebagai contoh, BMKG telah mengeluarkan data terkait pantai utara Jakarta yang berpotensi mengalami tsunami dengan ketinggian tertentu. Hal tersebut terlihat dari pantai utara Jakarta yang sering mengalami banjir rob dan banjir kiriman dari arah hulu. Namun, potensi bencana tersebut belum mendapatkan perhatian secara khusus sebagai upaya mitigasi.
Dwikorita menuturkan, BMKG telah bersinergi dengan Badan Geologi dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Namun, data yang ada masih berserakan dan belum tersinergi. Ia berharap, sinergi dapat dilakukan dalam mitigasi bencana. Ancaman terdekat yakni mengatasi persoalan di pantai utara Jakarta yang berpotensi terjadi gelombang pasang tsunami dan bajir dari hulu.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia berada pada wilayah yang rawan bencana. Namun, hal tersebut bukan menjadi halangan untuk maju.
Bencana menyebabkan berbagai kerugian dari sisi korban jiwa hingga materi. Karena itu, sebagai negara yang berada di wilayah tropis dan rawan bencana, data BMKG sangat dibutuhkan dalam membuat perencanaan pembangunan maupun mitigasi bencana.
Melalui identifikasi potensi bencana, BMKG dapat memberi informasi sebagai upaya mitigasi bencana, khususnya bencana yang sulit ditebak seperti gempa bumi dan tsunami. Persoalannya, masyarakat belum sadar akan potensi bencana yang terjadi di Indonesia.
“Masyarakat belum terbiasa mencari informasi terkini terkait kondisi cuaca dan potensi bencana,” ujar Bambang. Hal tersebut menjadi tantangan dari BMKG agar dapat mengkomunikasikan informasi dengan baik sehingga masyarakat menjadi sadar potensi bencana yang ada di Indonesia.
Data dari BMKG diharapkan juga menjadi bahan perencanaan ketahanan nasional dan pembangunan infrastruktur yang tahan bencana. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2045, dibutuhkan infrastruktur yang tahan bencana dan sistem peringatan dini yang mencakup seluruh kementerian dan lembaga.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Djoko Sasono mengatakan, data BMKG dibutuhkan dalam perencanaan sistem transportasi. Selain itu, dibutuhkan untuk pembangunan infrastruktur transportasi agar aman dan selamat.
Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hari Suprayogi mengatakan, data BMKG dibutuhkan dalam rangka pembangunan infrastruktur agar efektif dan efisien. Ia berharap sinkronisasi data dan koordinasi dapat dilakukan dengan baik demi pemeliharaan keberlanjutan dari pembangunan.
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, sinkronisasi dan koordinasi data dibutuhkan dalam rangka untuk mengoptimalkan peranan BMKG dalam pembangunan nasional. Hal tersebut dalam berimplikasi pada kebijakan penganggaran.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Ardan Adiperdana mengatakan, sinkronisasi dapat mengurangi ketidakefektivitasan yang terjadi di kementerian dan lembaga. Sinkronisasi dan koordinasi akan menghilangkan tumpang tindih kebijakan.