Dua tersangka kasus mutilasi terhadap Budi Hartanto (28), guru honorer di Kediri, Jawa Timur, menjalani rekonstruksi, Rabu (24/4/2019). AS dan AP menjalani 38 adegan di enam lokasi berbeda, di Kota Kediri, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Blitar.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
KEDIRI, KOMPAS — Dua tersangka kasus mutilasi terhadap Budi Hartanto (28), guru honorer di Kediri, Jawa Timur, menjalani rekonstruksi, Rabu (24/4/2019). AS dan AP menjalani 38 adegan di enam lokasi berbeda, di Kota Kediri, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Blitar.
Kasus itu terungkap setelah penemuan koper hitam oleh tiga pencari rumput di rerumputan sempadan sungai di dekat Jembatan Karanggondang, Udanawu, Blitar, Rabu (3/4/2019). Di dalam koper hitam itu ternyata terdapat potongan mayat lelaki tanpa identitas dan kepala.
Reka ulang dilakukan Kepolisian Daerah Jawa Timur dibantu Kepolisian Resor Kediri Kabupaten, Polres Kediri Kota, dan Polres Blitar Kota. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Frans Barung Mangera mengatakan, tersangka memperagakan adegan mulai dari sebelum, saat, hingga pelaku menyembunyikan sepeda motor korban setelah pembunuhan.
Lokasi rekonstruksi pertama, menurut Barung, berada di sanggar tari dekat Gedung Olahraga Jayabaya di Kota Kediri. Saat itu, Selasa (2/4/2019) petang, AS menelepon korban. Mereka kemudian mengajak korban keluar bersama.
Lokasi berikutnya di warung nasi goreng Desa Sambi, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri. Warung itu disewa AS beberapa pekan sebelum pembunuhan terjadi. ”Di warung ini tersangka memperagakan sekitar 20 adengan, mulai dari berhubungan, pertengkaran, pembunuhan, hingga mengambil koper, dan membuang jasad korban,” ucap Barung.
Reka adegan berikutnya berada di sungai tempat koper berisi jenazah korban dan sungai tempat kepala korban ditemukan. ”Lokasi lainnya berada di salah satu tempat di Kabupaten Blitar yang menjadi lokasi pelaku menyembunyikan sepeda motor korban,” katanya.
Menurut Barung, reka ulang digelar untuk melengkapi data formal dan material penyidikan. Selama proses reka ulang berlangsung, para tersangka bisa memperagakannya dengan lancar.
”Mencocokkan benar tidak, sih, apa yang mereka sampaikan kepada penyidik dengan fakta di lapangan. Kalau ada yang tidak sama dengan keterangan yang disampaikan atau proses rekonstruksinya tidak lancar, patut diduga tersangka telah berbohong,” ucapnya.
Disinggung soal jumlah tersangka, ujar Barung, ada satu orang lagi keluarga tersangka yang sempat mengganti pelat nomor sepeda motor korban setelah pembunuhan terjadi. Namun, yang bersangkutan hanya mengganti pelat nomor. Dia tidak tahu pasti masalahnya apa di balik itu semua.
”Nanti akan dilihat lagi oleh penyidik. Makanya, dalam reka adegan ini akan kelihatan orang ini tahu atau tidak terhadap kasus ini. Sejauh ini, tersangka masih dua orang, AP dan AS,” ujarnya.
Sebelumnya, Kompas mewawancarai beberapa warga Desa Sambi yang tinggal di dekat warung tempat pembunuhan terjadi. Menurut mereka, ada sejumlah kegiatan tidak biasa di warung itu saat pembunuhan dan setelah pembunuhan terjadi. Namun, mereka tidak menaruh curiga. Mereka baru menyadarinya setelah AP dan AS ditangkap polisi.
Sujilah (60), warga yang tinggal di sebelah lokasi pembunuhan, menuturkan, pada Selasa malam sempat mendengar suara anak muda setengah berteriak mengucapkan kata takut. Sujilah kemudian mengintip keluar melalui gorden jendela.
”Saya melihat ada seorang anak muda, sepertinya AS, keluar dari kamar yang ada di warung itu. Dia agak setengah berteriak ’Wedi haa wedi... (takut)’ sambil berlari ke arah jalan. Karena takut, saya kemudian menutup gorden dan kembali tidur,” tuturnya.
Keesokan harinya Sujilah tidak mendapati kegiatan di warung itu. Baru pada Kamis (4/4/2019) pagi dirinya melihat AS bersih-bersih lantai dan peralatan warung. Sujilah sempat menyapa dan bertanya mengapa AS tidak jualan lagi.
”Saya juga sempat tanya, kenapa kemarin malam sempat lari sambil bilang wedi? AS kemudian menjawab dia tengah tidur dan merasa ada yang menindih pundaknya (tindihen). Dia lalu melanjutkan berbenah,” katanya.
Sehari kemudian, menurut Sujilah, orangtua AS datang ke warung itu untuk mengambil perkakas jualan anaknya. Saat ditanya alasannya mengambil perkakas itu, orangtua AS mengatakan bahwa anaknya sudah tidak mau berjualan dan hendak berangkat ke Malaysia.
Setelah itu, ada kabar AS tertangkap di atas bus di Jakarta. Dia hendak menyeberang ke Lampung. Sementara AP ditangkap di Kediri. Dia diduga yang membuang kepala korban.