Roda Profesi Ojek Daring (1)
Profesi sebagai pengemudi ojek dalam jaringan sebenarnya bukanlah profesi yang baru. Ojek sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia. Namun, dengan sentuhan teknologi yang memodifikasi sistem kerja profesi ini, patutlah pekerjaan ini menjadi peluang dan kesempatan yang menarik.
Ibarat putaran roda, profesi ojek daring sempat menjadi incaran sebagian masyarakat tahun 2015. Pada 12 Agustus 2015 setidaknya 4.000 orang datang mendaftar sebagai pengemudi ojek daring dalam perekrutan terbuka oleh dua perusahaan transportasi daring Go-Jek dan Grab di Gelora Bung Karno, Jakarta.
Dalam waktu singkat, jumlah pengemudi ojek daring bertambah pesat. Hingga Juni 2015, Go-Jek sudah memiliki 15.000 mitra sepeda motor di Jakarta, Bali, Bandung, dan Surabaya. Jumlah itu cukup pesat jika dibandingkan dengan jumlah tahun 2014 yang hanya 1.000 mitra.
Baca Juga : Kisah Para Perempuan Ojek Daring
Fenomena itu menunjukkan bahwa menjadi profesi sebagai pengemudi ojek daring merupakan sebuah kesempatan besar bagi masyarakat yang membutuhkan pekerjaan. Pada 2016, Badan Pusat Statistik mencatat adanya penurunan tingkat pengangguran terbuka 550.000 orang. Salah satu faktor pendorong menurunnya jumlah pengangguran ini adalah serapan tenaga kerja ojek daring.
Jika disandingkan dalam isu ketenagakerjaan, fenomena masyarakat yang berbondong-bondong menjadi pengojek daring itu termasuk dalam mobilitas pekerjaan. Mobilitas pekerjaan adalah perpindahan lapangan pekerjaan atau pergeseran status pekerjaan seorang atau kelompok tenaga kerja. Maksudnya, seseorang dikatakan pindah pekerjaan jika pekerjaan sekarang berbeda dengan pekerjaan sebelumnya baik lapangan usaha maupun status pekerjaan.
Mobilitas pekerjaan
Menariknya, dari kasus mobilitas pekerjaan masyarakat menjadi pengemudi ojek daring, sebagian besar pengojek daring sangat bergantung pada pekerjaan ini. Berdasarkan hasil survei Kompas terhadap 200 pengemudi ojek daring di DKI Jakarta, 81 persen responden menjadikan ojek daring sebagai sumber mata pencarian.
Kelompok ini terbagi menjadi kelompok responden dengan pekerjaan ganda (11 persen) dan kelompok responden yang hanya bekerja sebagai pengemudi ojek daring (70 persen). Sementara sisanya sebanyak 19 persen responden hanya menjadikan ojek daring sebagai pekerjaan sampingan.
Artinya, ojek daring benar-benar menjadi salah satu pekerjaan yang diandalkan oleh sebagian besar masyarakat. Bukan hanya bagi masyarakat yang sekadar bekerja sebagai tukang ojek daring, melainkan juga bagi masyarakat yang memiliki pekerjaan ganda.
Dengan demikian, begitu pentingnya setiap perubahan peraturan perusahaan, tarif, dan pemutusan hubungan kemitraan sepihak yang dilakukan perusahaan transportasi ojek daring.
Latar belakang
Klasifikasi karakteristik latar belakang pengemudi ojek daring berdasarkan status pekerjaan sebelum menjadi pengojek daring terbagi menjadi empat kelompok. Pertama, kelompok orang yang tidak bekerja, pensiunan, pelajar/mahasiswa, orang dengan disabilitas, dan orang-orang yang tidak ingin terikat pekerjaan konvensional berdasarkan jam kerja.
Kedua adalah kelompok yang tersingkir dari persaingan pasar tenaga kerja yang ketat. Ketiga, kelompok yang sangat setuju akan ekonomi berbagi dan menjadikannya pekerjaan utama. Kelompok terakhir adalah kelompok orang yang sudah memiliki pekerjaan utama, tetapi masih mencari tambahan pendapatan lain (Kompas, 6 April 2016).
Dengan demikian, dapat diartikan profesi sebagai pengojek daring terbuka bagi siapa pun dengan status ketenagakerjaan atau latar belakang pengalaman kerja apa pun. Berdasarkan hasil survei Kompas, hanya sebagian kecil responden yang tidak atau belum memiliki pekerjaan sebelum menjadi pengemudi ojek daring.
Mayoritas responden malah sudah memiliki pekerjaan formal seperti menjadi pegawai swasta (62 persen). Sementara sisanya telah bekerja di sektor informal seperti sebagai wiraswasta (15 persen), ojek pangkalan (6 persen), buruh (5 persen), dan serabutan (5 persen). Hanya 5 persen dari responden yang menganggur sebelum menjadi pengemudi ojek daring.
Fenomena seperti ini bukan hanya terjadi di DKI Jakarta. Dalam penelitian ”Dampak Transportasi Berbasis Aplikasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kota Semarang (2019)” menyebutkan bahwa kemunculan transportasi daring ini hanya memberikan dampak kecil dalam penyerapan tenaga kerja untuk kategori masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan.
Lebih banyak pengemudi ojek daring yang memiliki pekerjaan lain sebelumnya. Demikian pula di Kota Bogor, sebagian besar pengemudi ojek daring telah memiliki pekerjaan. Penelitian berjudul ”Efisiensi dan Dampak Ojek Online terhadap Kesempatan Kerja dan Kesejahteraan (2017)” menyebutkan hanya 3 persen responden pengemudi ojek daring yang sebelumnya belum memiliki pekerjaan.
Ojek daring memiliki daya tarik yang tinggi bagi masyarakat. Syarat pendaftarannya mudah, hanya membutuhkan telepon genggam dan dokumen kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, surat tanda nomor kendaraan, dan surat keterangan catatan kepolisian. Selain itu, waktu kerja pengojek daring juga sangat bebas, tidak dibatasi oleh waktu dan target dari perusahaan ojek daring.
Daya tarik
Keputusan seseorang untuk berpindah pekerjaan didasarkan pada keinginan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar dan pekerjaan yang lebih baik. Selain itu, ada alasan pemberhentian dari perusahaan tempat bekerja atau habis masa kontrak kerja yang menjadikan mereka pengangguran.
Secara umum, dua hal pertama itu menjadi alasan pengemudi ojek daring khususnya bagi kelompok yang belum atau tidak memiliki pekerjaan sebelumnya. Namun, nyatanya mobilitas pekerjaan tidak hanya didasarkan pada keinginan untuk memiliki pendapatan dan pekerjaan yang lebih baik.
Waktu kerja yang fleksibel ternyata menjadi alasan 57 persen responden ketika memutuskan untuk menjadi pengojek daring. Alasan lain yang cukup kuat menjadikan mereka memilih pekerjaan ini adalah pendapatan yang dapat diandalkan (25,5 persen) dan belum memiliki pekerjaan tetap (26 persen).
Dengan waktu kerja yang fleksibel, pengojek daring dapat dengan bebas mengatur jam kerjanya sendiri. Tak heran bahwa sebagian pengojek daring memiliki pekerjaan lain. Bahkan, 19 persen responden masih bekerja menekuni profesi masing-masing sebelum menjadi pengojek daring.
Munculnya fleksibilitas dalam pekerjaan dikendarai oleh perkembangan teknologi. Teknologi membantu orang untuk dapat bekerja di mana pun dan kapan pun. Dalam kasus ojek daring, teknologi memampukan pengemudi menemukan konsumennya dan melakukan pekerjaan sebanyak yang dia mampu tanpa batasan waktu. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan masyarakat yang menginginkan pendapatan tambahan sembari mengerjakan pekerjaan lainnya. (Litbang Kompas)