Sanksi Pencabutan Izin Pinjam Pakai Hutan Disiapkan
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyiapkan sanksi pencabutan izin pinjam pakai kawasan hutan jika pemohon tidak melakukan penanaman. Di sisi lain, pemerintah juga memperbaiki mekanisme birokrasi serta sistem rehabilitasi lahan untuk memudahkan perusahaan tambang berkontribusi pada percepatan tutupan lahan.
Saat ini, pelaksanaan reklamasi oleh perusahaan tambang yang menggunakan kawasan hutan atau memegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) seluas 31.3512 hektar, 67 hektar atau 37,75 persen dari total luas lahan yang telah dibuka seluas 83.467,74 hektar. Pelaksanaan rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) baru seluas 50.827,65 hektar (18,19 persen persen) dari total luas rehabilitasi DAS 527.984,32 hektar. Reboisasi lahan kompensasi baru 151,82 hektar (1,39 persen) dari luas total lahan IPPKH wajib reboisasi kompensasi 10.789,09 hektar.
Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ida Bagus Putera Parthama, Selasa (23/4/2019), di Jakarta, mengatakan, saat ini terdapat 800-an IPPKH seluas 500.000 hektar. ”Jumlahnya kurang dari 10 persen dari jumlah IPPKH,” katanya saat ditanya jumlah pemegang IPPKH yang taat menjalankan kewajiban penanaman.
Saat ini terdapat 800-an IPPKH seluas 500.000 hektar. Jumlahnya kurang dari 10 persen dari jumlah IPPKH.
Pemegang IPPKH diwajibkan mereklamasi lahan pada area tambangnya yang tak lagi digunakan. Bagi pemegang IPPKH komersial di provinsi yang memiliki kawasan hutan lebih dari 30 persen, KLHK menambahkan kewajiban agar perusahaan juga merehabilitasi DAS di luar areal hutan. Perbandingan luas kewajiban adalah seluas IPPKH plus 10 persen.
Putera mengatakan telah memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan untuk menegur pemegang IPPKH yang belum menjalankan rehabilitasi DAS. Apabila hal ini diabaikan, IPPKH bisa dicabut KLHK.
Ia mengakui kemajuan penanaman yang lambat bukan hanya disebabkan pemegang IPPKH. Institusinya juga lamban memproses permohonan penanaman yang diajukan perusahaan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ego Syahrial mengatakan, pemegang IPPKH kesulitan merehabilitasi di DAS, antara lain, terkait dengan lokasi. Acap kali pemegang IPPKH kesulitan mencari lahan untuk ditanami.
Sistem daring
Karena itu, untuk mengatasi hal itu, KLHK dan Kementerian ESDM bekerja sama untuk mempermudah penanaman, antara lain pemerintah membangun sistem daring terkait dengan lokasi rehabilitasi DAS. Apabila tetap kesulitan mendapat lokasi dalam satu DAS (dengan lokasi IPPKH), rehabilitasi bisa dilakukan di luar DAS tersebut.
Insentifnya, pemerintah memberikan rekomendasi perpanjangan IPPKH bagi pemegang IPPKH yang telah menyelesaikan rehabilitasi DAS. Selain itu, dalam menjalankan rehabilitasi ini, KLHK mendorong agar perusahaan melibatkan masyarakat.
Rehabilitasi lahan dilakukan dengan menanam 40 persen dengan tanaman endemis/alam serta 60 persen dengan tanaman yang membawa manfaat langsung bagi masyarakat. Jenis tanaman yang bisa dimanfaatkan nonkayu antara lain buah-buahan serta kayu putih dan kenanga yang memiliki peluang ekonomi tinggi serta memiliki kemampuan hidup tinggi.