Tensi Geopolitik Menurun
Tensi geopolitik di Asia cenderung menurun menyusul mengendurnya tekanan Jepang pada Korea Utara. Hal ini akan berdampak positif untuk keseimbangan di kawasan.
TOKYO, SELASA —Dalam beberapa hari terakhir, situasi di kawasan Asia Timur dan Asia Selatan menunjukkan perkembangan positif. Salah satu indikasi dari perkembangan positif itu adalah melunaknya sikap Jepang terhadap Korea Utara.
Jepang, Selasa (23/4/2019), tidak lagi menerapkan ”tekanan maksimal” dalam kebijakan luar negerinya terhadap Pyongyang. Kebijakan itu berbeda saat Tokyo—tahun lalu—meluncurkan Buku Biru Diplomasi. Saat itu, ketika tensi di Semenanjung Korea meningkat, Jepang menyatakan, pihaknya berkoordinasi dengan sekutu- sekutunya ”memaksimalkan tekanan pada Korea Utara dengan segala cara yang ada”.
Namun, bahasa tersebut dihilangkan dalam kebijakan luar negeri Jepang tahun ini. Menurut kepala juru bicara Pemerintah Jepang, Yoshihide Suga, hal itu dilakukan setelah para diplomat ”mempertimbangkan dengan komprehensif perkembangan terakhir Korea Utara”.
”Ada perkembangan besar terkait situasi seputar Korea Utara, seperti pertemuan puncak Amerika Serikat-Korea Utara, Juni tahun lalu dan Februari 2019,” kata Suga.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, yang dikenal agresif dalam kebijakan luar negerinya, pun telah melunakkan retorikanya terhadap Korea Utara. Berulang kali Abe menawarkan diri untuk bertemu dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un guna membahas isu lama soal penculikan warga Jepang oleh agen Korut.
”Jepang mencari cara untuk menormalisasi hubungan dengan Korea Utara dengan cara menyelesaikan masalah-masalah penting, seperti penculikan, nuklir dan rudal, serta menyelesaikan masalah masa lalu,” kata Abe.
Selama ini Jepang merupakan salah satu negara yang bersikap keras terhadap Korut dan sebaliknya menjadi sasaran retorika Pyongyang. Sejumlah insiden uji coba rudal Korut pada tahun 2017 yang mengarah ke Jepang memicu ketegangan kedua negara.
Langkah Korut
Di sisi lain, Pemimpin Korut Kim Jong Un juga terlihat mulai memperluas lingkaran diplomasinya. Setelah bertemu dengan Presiden AS Donald Trump, Presiden China Xi Jinping, dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in, kini Kim mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Menurut dua sumber yang dikutip koran Rusia, Kommersant, pertemuan Putin dan Kim dijadwalkan berlangsung Kamis besok di kota Vladivostok. Para analis melihat, lawatan itu merupakan upaya Kim membangun dukungan luar negeri bagi rencana pembangunan ekonomi negaranya setelah pertemuan terakhir dengan Trump tidak memberikan hasil yang diharapkan.
Kremlin tidak memberikan komentar soal itu. Juru bicara Kremlin, Dmitriy Peskov, Senin (22/4), mengatakan bahwa Putin dan Kim masih berpegang pada rencana untuk bertemu pada akhir April nanti. Sementara itu, PM Abe juga akan segera bertemu Presiden Trump di Gedung Putih. Korea Utara menjadi salah satu isu yang akan dibahas.
Parade AL di China
Di China, saat peringatan terbentuknya Angkatan Laut China ke-70 tahun di Qingdao, Presiden Xi Jinping menegaskan komitmen China pada isu perdamaian. Menurut Xi, negara- negara tidak semestinya saling mengancam dengan menggunakan kekerasan. Dalam pertemuan dengan perwira angkatan laut dari sejumlah negara di Qingdao, Xi menyebutkan, angkatan laut di seluruh dunia harus bekerja sama untuk melindungi perdamaian dan ketertiban maritim.
”Rakyat China cinta dan merindukan perdamaian serta akan mengikuti jalur pembangunan yang damai,” ujarnya.
Sejumlah negara, seperti India, Australia, Jepang, Vietnam, dan Filipina, mengirim kapal perang mereka untuk ikut dalam parade di Qingdao. Sebagai catatan, beberapa negara itu terlibat sengketa wilayah dengan China di Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Terkait relasi China-Jepang, PM Abe hari Minggu lalu memilih tidak mengunjungi Kuil Yasukuni. Keputusan itu dinilai sebagai bagian dari pertimbangannya untuk meningkatkan hubungan dengan China. Presiden Xi diperkirakan akan hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi G-20, Juni mendatang, di Tokyo, Jepang. (AFP/REUTERS/ADH)