Dinamika masa Pemilu 2019 membuat publik disuguhkan oleh kabar bohong, ujaran kebencian, dan berbagai hasutan. Untuk itu, semangat persatuan, kebinekaan, dan keindonesiaan perlu kembali disebarluaskan. Anak muda memegang peran penting dalam hal ini.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Dinamika masa Pemilihan Umum 2019 membuat publik kerap kali disuguhkan banyak kabar bohong, ujaran kebencian, dan hasutan. Untuk itu, semangat persatuan, kebinekaan, dan keindonesiaan perlu kembali disebarluaskan. Anak-anak muda memegang peran penting mewujudkan hal itu.
Deputi V Bidang Kajian Politik dan Pengelolaan Isu-isu Hukum, Pertahanan, Keamanan, dan HAM di Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, kabar bohong atau hoaks ialah fitnah yang tersebar di ruang publik. Hal tersebut berpotensi memecah belah persatuan.
”Wacana merawat kebinekaan dan persatuan agak hilang belakangan ini karena hiruk-pikuk politik pemilu. Saat ada gagasan dari anak muda yang bersama mengangkat itu lagi, perlu diapresiasi,” kata Jaleswari di sela-sela pembukaan Creatormuda Academy di Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (25/4/2019).
Creatormuda Academy ialah kolaborasi dari Cameo Project, Maarif Institute, Love Frankie, Peace Gen, dan Ruang Guru serta didukung Google.org, dengan mengemas konten-konten kreatif. Kegiatan tersebut diharapkan menjadi wadah kreativitas, termasuk penggunaan teknologi secara positif.
Jaleswari menambahkan, sekitar 132 juta penduduk Indonesia merupakan pengguna internet dan 85 persen di antaranya ialah orang muda. ”Konten yang biasanya dibuka terkait jejaring sosial, informasi barang dan jasa, serta media sosial yang digunakan untuk berkomunikasi,” katanya.
Terkait hal itu, sebagian pengguna internet termakan oleh kabar bohong dan ujaran kebencian. Sebagai calon pemimpin bangsa, anak muda, yang merupakan kaum terpelajar dan terbiasa berpikir metodologis, diharapkan selalu mengecek ulang informasi dan selalu mempertanyakan kebenarannya.
Adapun pemerintah, lanjut Jaleswari, selama ini sudah melakukan kontranarasi kabar bohong, termasuk menyediakan portal Stop Hoax. ”Masyarakat yang ragu dapat mengeceknya di portal tersebut. Kita harus kreatif, dalam artian mampu memilah-milah informasi yang kita terima,” ujarnya.
Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin menuturkan, salah satu penyebab menyebarnya intoleransi dan paham radikal karena akal adalah yang menjadi motor penggerak, bukan hati. Seharusnya hati menjadi motor untuk mengarahkan akal. Anak muda perlu menangkalnya, antara lain, dengan melakukan hal-hal positif, seperti berkreasi dan berinovasi.
”Kami berharap ada ide-ide kreatif serta inovasi yang nantinya bisa kami angkat serta bersaing di tingkat internasional. Anak-anak muda sekarang ini yang nanti menjadi pemimpin di masa mendatang sehingga harus disiapkan,” ucapnya.
Siswa SMK Ignatius Semarang, Mei Nathan Firdaus (15), menuturkan, di kalangan anak muda yang akrab dengan gawai, segala informasi mengalir cepat. Ia sadar, segala sesuatu yang diterima perlu dicek lebih dulu kebenarannya. Jika tidak, konten negatif justru akan terus tersebar luas.
Direktur Program Islam dan Media Maarif Institute Khelmy K Pribadi menyebutkan, Creatormuda Academy tahun ini dilaksanakan di 10 kota. ”Kami ingin mendorong agar teman-teman pelajar tidak hanya mengonsumsi informasi, tetapi juga memproduksi informasi yang positif bagi publik,” katanya.