Astra International: Belanja Modal Turun 25 Persen, Laba Naik 7 Persen
Mengawali tahun 2019, PT Astra International Tbk telah menyiapkan anggaran belanja modal untuk aksi korporasi. Meski anggaran lebih kecil, perusahaan siap menyuntikkan dana jika terdapat peluang akuisisi dan ekspansi yang menguntungkan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mengawali tahun 2019, PT Astra International Tbk telah menyiapkan anggaran belanja modal untuk aksi korporasi. Meski anggaran tahun ini lebih kecil dari tahun lalu, perusahaan tetap siap menyuntikkan dana jika terdapat peluang akuisisi dan ekspansi yang menguntungkan.
Presiden Direktur PT Astra International Tbk Prijono Sugiarto mengatakan, Astra International menyiapkan dana belanja modal sekitar Rp 30 triliun pada tahun ini. Jumlah ini menurun sekitar 25 persen dibandingkan 2018, yang totalnya mencapai Rp 40 triliun.
Awal 2018, Astra Internasional sebenarnya menganggarkan dana belanja modal sebesar Rp 22 triliun-Rp 25 triliun. Namun, anggaran tersebut membengkak hingga Rp 40 triliun untuk pembelian tambang emas Martabe oleh anak usaha PT United Tractors Tbk sebesar 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14 triliun-Rp 15 triliun.
”Untuk tahun ini, kalau ada bidang yang berpeluang kita masuki dan memang menggiurkan, kami akan menambah anggaran belanja modal dan investasi,” ujar Prijono seusai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Astra International di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Anggaran belanja modal yang disiapkan Astra Internasional tahun ini akan dialokasikan untuk meningkatkan kapasitas produksi seluruh sektor usaha grup mulai dari otomotif, manufaktur, agrobisnis, dan teknologi informasi.
Anggaran belanja modal yang disiapkan Astra Internasional tahun ini akan dialokasikan untuk meningkatkan kapasitas produksi semua sektor usaha grup, mulai dari otomotif, manufaktur, agrobisnis, dan teknologi informasi.
Dari total Rp 30 triliun itu, belanja modal untuk PT United Tractors Tbk sebesar Rp 15 triliun, PT Astra Agro Lestari Tbk Rp 1,7 triliun, ekspansi jalan tol, pembangunan outlet baru sebesar Rp 2,5 triliun. Selebihnya, belanja modal yang berkaitan dengan teknologi informasi yang diperlukan anak usaha Grup Astra.
Saat ini, lanjut Prijono, terdapat sejumlah rencana ekspansi bisnis untuk sejumlah di bidang infrastruktur, energi, dan jasa keuangan. ”Sudah ada di tata perencanaan atau pipeline, tetapi belum bisa kami kemukakan. Astra tidak jauh-jauh akan berinvestasi di PLTU, asuransi jiwa, jalan tol,” katanya.
Selain itu, katanya, Astra International juga membuka kemungkinan akan berpartisipasi menyuntikkan modal untuk PT Aplikasi Karya Anak Bangsa atau Go-Jek. Secara keseluruhan Astra telah menyuntikkan modal sebesar 250 juta dollar AS untuk Go-Jek.
Sepanjang triwulan I-2019, pendapatan bersih Astra International sebesar Rp 59,6 triliun atau naik 7 persen dibandingkan periode yang sama 2018 sebesar Rp 55,8 triliun. Kenaikan ini mendongkrak kenaikan laba bersih grup menjadi Rp 5,2 triliun, meningkat 5 persen dari triwulan I-2018 sebesar 4,9 triliun.
Direktur Astra International Suparno Djasmin mengatakan, kenaikan tersebut dipicu peningkatan kontribusi dari bisnis jasa keuangan dan alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi. Adapun sektor andalan tahun lalu, yakni otomotif dan agrobisnis, mengalami penurunan kinerja.
Kenaikan tersebut dipicu peningkatan kontribusi dari bisnis jasa keuangan dan alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi. Adapun sektor andalan tahun lalu, yakni otomotif dan agrobisnis, mengalami penurunan kinerja.
Penurunan kinerja di sektor otomotif terlihat dari laba bersih yang diraup. Laba bersih dari unit bisnis otomotif grup, misalnya, turun 10 persen menjadi Rp 1,9 triliun. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan volume penjualan mobil dan kenaikan biaya material pada bisnis manufaktur.
Selain anggaran belanja modal, RUPST juga memutuskan untuk membagikan dividen sebesar Rp 8,6 triliun atau Rp 214,13 per saham kepada para pemegang saham sebagai dividen tunai.
Suparno mengatakan, pembagian dividen telah dibayarkan pada 31 Oktober 2018 sehingga sisanya sebesar Rp 154,13 setiap saham atau seluruhnya sebesar Rp 6,2 triliun akan dibayarkan pada Mei 24 Mei 2019 kepada para pemegang saham.
”Dividen tunai sebesar Rp 8,6 triliun, termasuk di dalamnya dividen interim sebesar Rp 60 per saham atau seluruhnya berjumlah Rp 2,4 triliun,” ujarnya.