BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 tetap kuat ditopang permintaan dalam negeri. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, tingginya tingkat konsumsi dalam negeri akan ditopang oleh daya beli masyarakat yang terjaga.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Arus modal asing yang secara konsisten masuk ke pasar portofolio dalam negeri perlu dipertahankan. Pelambatan ekonomi global dapat menjadi momentum peningkatan daya tarik aset domestik sehingga stabilitas ekonomi dalam negeri semakin terjaga.
Bank Indonesia (BI) mencatat, aliran modal asing yang masuk ke pasar portofolio domestik hingga Maret 2019 mencapai 5,5 miliar dollar AS. Arus modal memicu peningkatan surplus neraca perdagangan dari 330 juta dollar AS pada Februari 2019 menjadi 540 juta dollar AS pada Maret 2019.
Untuk menjaga daya tarik aset domestik, Rapat Dewan Gubernur BI pada 24-25 April 2019 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI di posisi 6 persen. Suku bunga pinjaman rupiah bank dari BI juga bertahan 6,75 persen. Sementara suku bunga simpanan rupiah bank di BI tetap 5,25 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (25/4/2019), menuturkan, keputusan mempertahankan tingkat suku bunga berlandaskan data terkait inflasi dan pertumbuhan ekonomi, baik dari dalam negeri maupun secara global.
”Kami berupaya untuk menjaga daya tarik aset domestik. Kebijakan suku bunga BI akan selalu berpihak pada upaya mempertahankan stabilitas ekonomi,” ujar Perry.
Menurut dia, data inflasi pada Maret 2019 masih terkendali, yakni 0,11 persen secara bulanan dan 2,48 persen secara tahunan. Kebijakan moneter BI akan diarahkan untuk inflasi di kisaran 2,5-4,5 persen hingga akhir tahun.
Sementara itu, Perry menilai, kondisi perekonomian global masih akan stagnan. Hal ini ditandai dengan prediksi pelambatan ekonomi AS akibat penurunan pendapatan pelaku usaha dan permasalahan struktural di pasar tenaga kerja. Ekonomi China pun diperkirakan melambat meski ada ekspansi fiskal melalui pemotongan pajak.
Sayangnya, sejalan dengan pelambatan ekonomi dunia, volume perdagangan dan harga komoditas global menurun. Namun, reaksi kebijakan moneter global dinilai tidak seketat perkiraan semula sehingga ketidakpastian pasar keuangan global berkurang.
”Perkembangan ekonomi global di satu sisi memberikan tantangan dalam mendorong ekspor. Namun, di sisi lain, berkurangnya ketidakpastian global berdampak positif bagi aliran masuk modal asing ke Indonesia,” katanya.
Konsumsi dalam negeri
Dari sisi domestik, BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2019 tetap kuat ditopang permintaan dalam negeri. Tingginya tingkat konsumsi dalam negeri, lanjut Perry, akan ditopang oleh daya beli masyarakat yang terjaga.
”Bauran kebijakan BI, pemerintah, dan otoritas terkait akan terus diperkuat guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik yang diprakirakan berada dalam kisaran 5-5,4 persen,” ujarnya.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia Febrio Kacaribu menilai, BI masih memerlukan waktu tambahan sebelum menurunkan tingkat suku bunga acuan.
”Bank sentral masih membutuhkan waktu untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan, setidaknya sampai cadangan devisa memenuhi,” ujarnya.
BI mencatat, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2019 mencapai 124,5 miliar dollar AS, setara dengan pembiayaan tujuh bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Akumulasi cadangan devisa yang diperkirakan akan mencapai 130 miliar dollar AS dalam dua hingga tiga bulan ke depan, lanjut Febrio, akan menjadi sinyal bagi BI untuk mengakhiri periode pengetatan suku bunga sekaligus menyiapkan kebijakan pelonggaran moneter.