Selamat Riadi meninggal setelah mengalami koma di RS RK Charitas, Palembang. Penyebabnya diduga terkait kelelahan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Siti Asiah (65) duduk di kursi kayu, di ruang tamu rumahnya. Air matanya menetes mengenang suaminya, Selamat Riadi (67), yang baru meninggal pada Selasa (23/4/2019) dini hari karena sakit. Selamat adalah 1 dari 11 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS di Sumatera Selatan yang meninggal diduga akibat kelelahan.
Rabu (24/4/2019), ibu lima anak ini sedang menyambut kedatangan Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda di rumahnya, di Jalan Eka Bakti, Kelurahan 20 Ilir, Kecamatan Ilir Timur I, Kota Palembang. Fitrianti datang mewakili Pemerintah Kota Palembang, menyampaikan rasa duka atas kepergian Selamat.
Saat itu, Siti tak banyak bicara, penjelasan datang dari anak pertamnya, Heri Kurniawan (39). Beberapa kali Siti menyeka air matanya mendengarkan penjelasan Heri yang menerangkan kepergian Selamat.
Selamat meninggal setelah mengalami koma di RS RK Charitas, Palembang. Penyebabnya diduga terkait kelelahan. ”Kami sudah ikhlas dengan kepergian bapak,” kata Heri di depan Fitrianti.
Peristiwa bermula pada Senin (15/4/2019) ketika Selamat pergi ke Kelurahan 20 Ilir, membahas persiapan pemilu di daerahnya. Ia dipercaya sebagai Ketua KPPS TPS 31 Kelurahan 20 Ilir di Kecamatan Ilir Timur, Palembang. ”Sudah 30 tahun bapak selalu ditunjuk sebagai panitia penyelenggara,” katanya.
Namun, akibat aktivitasnya yang padat, tubuh pensiunan pegawai negeri sipil Dinas Perhubungan Sumsel ini pun akhirnya lemah. Saat di kelurahan, kakinya keram, kemudian mati rasa. ”Saat pulang pun bapak dibopong karena tidak mampu berjalan lagi,” kata Heri.
Khawatir dengan kondisi kesehatan Selamat yang terus menurun, keluarga memutuskan membawa Selamat ke RS RK Charitas, Palembang. Awalnya, ia masih mampu berbincang, tetapi 2,5 jam kemudian koma hingga meninggal satu minggu kemudian. ”Bapak juga tidak sempat mengikuti pemungutan suara karena telanjur dirawat di rumah sakit,” katanya.
Sebelumnya, ungkap Heri, ayahnya sudah mengeluh kelelahan. ”Persiapan pemilu memang membutuhkan tenaga besar,” kata Heri. Apalagi, Selamat juga dipercaya menjadi ketua RT dan masih berkerja di salah satu perusahaan swasta.
Meski begitu, Heri tidak menyalahkan pemilu sebagai penyebab kepergian ayahnya. ”Ini sudah takdir, kami ikhlas menerimanya,” kata Heri.
Fitrianti mengatakan, pemkot berencana memberi penghargaan kepada pejuang demokrasi itu sebagai tanda penghormatan karena berjuang menyukseskan pemilu. Ia berharap semua pihak yang terlibat proses pemilu dapat menjaga kesehatan agar tidak lagi jatuh korban.
Fitrianti juga berharap pemerintah pusat mengkaji lagi skema pemungutan suara serentak ini karena banyak korban yang jatuh. Secara nasional, berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum Pusat, hingga Rabu sore kemarin terdapat 144 petugas KPPS yang meninggal dan 88 yang sakit.
Komisioner KPU Sumsel Bidang Hukum dan Pengawasan Hepriyadi mengatakan, hingga saat ini ada sebelas petugas KPPS di Sumsel yang meninggal. Sebagian besar disebabkan karena kelelahan.
Hepriyadi mengungkapkan, sampai saat ini, pihaknya masih mendata jumlah petugas KPPS yang meninggal atau sakit. Menurut dia, proses pemilu hingga rekapitulasi suara yang sangat melelahkan sangat berisiko bagi petugas yang harus bekerja keras sejak dilantik pada 27 Maret 2019. Hal itu dimulai dari bimbingan teknis (bimtek) sebelum pemilihan, penyebaran undangan, pemungutan, dan penghitungan suara.
Sebenarnya, masa kerja para petugas KPPS mulai pada 10 April 2019, tetapi mereka diikutkan dalam bimtek pemungutan dan penghitungan suara. Hal ini dilakukan agar mereka mengerti teknis di lapangan. ”Bahkan, ada juga yang dilibatkan dalam setting penghitungan suara per TPS,” kata Hepriyadi.
Tugas selanjutnya adalah membagikan undangan C6 kepada pemilih yang dimulai pada 14-16 April 2019. Pada satu hari sebelum pemungutan, mereka juga bertugas menyiapkan TPS. ”Mulai dari persiapan tenda hingga kesiapan logistik,” kata Hepriyadi.
Pada hari pemungutan suara, 17 April 2019, mereka bekerja hampir 24 jam lantaran proses penghitungan suara tidak boleh dihentikan. ”Oleh karena kotak suara sudah dalam keadaan terbuka, jadi penghitungan tidak boleh ditunda. Proses penghitungan harus tuntas,” ucapnya. Hal inilah yang membuat banyak petugas mengalami kelelahan.
Melihat banyaknya petugas KPPS yang meninggal pada saat bertugas, KPU Sumsel bersama jajaran KPU di tingkat daerah berinisiatif memberi dana duka sebagai bentuk penghargaan kepada setiap petugas yang meninggal.
”Untuk santunan, kami tidak memiliki dana. Untuk itu, kami berinisiatif untuk patungan memberikan santunan kepada ahli waris petugas KPPS yang meninggal dalam tugas,” kata Hepriyadi.
Ketua Bawaslu Sumsel Iin Irwanto mengapresiasi petugas KPPS dan KPU yang sudah bekerja keras di lapangan. Menurut dia, meski masih banyak kekurangan, seperti keterlambatan logistik, kekurangan surat suara, atau ketidaksesuaian pemilih dengan daftar pemilih tetap, komposisi kekurangan itu tergolong masih sangat kecil.
Terhitung dari keseluruhan jumlah TPS yang ada di Sumsel sebanyak 25.320 TPS, jumlah TPS bermasalah hanya 0,5 persen. Untuk itu, perlu diadakan evaluasi terhadap segala kegiatan yang terjadi, mulai dari sebelum pemungutan suara, pemungutan suara, hingga penghitungan suara. Hal itu agar tidak perlu lagi jatuh korban.