Pembinaan Perempuan Narapidana Perlu Program Menyeluruh
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bertanggung jawab terhadap warga binaan didorong mencari mitra serta kerja sama antar-instansi untuk pemberdayaan warga binaan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program pembinaan kepada warga binaan, khususnya perempuan, di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan harus dilakukan secara menyeluruh. Program pembinaan tidak cukup hanya berupa pelatihan-pelatihan keterampilan.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bertanggung jawab terhadap warga binaan didorong mencari mitra serta kerja sama antar-instansi untuk pemberdayaan warga binaan.
Hal tersebut merupakan salah satu masukan dalam bincang santai Forum Perempuan Pemasyarakatan Indonesia ”Memandirikan Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum” dalam rangka memperingati Hari Bakti Pemasyarakatan Ke-55 dan Hari Kartini 2019 di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
”Ditjen Pemasyarakatan menjalankan program kemandirian agar perempuan warga binaan dapat mandiri ketika kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, perlu masukan-masukan dan dukungan agar perempuan warga binaan ketika kembali ke masyarakat bisa berdaya dan tidak kembali terjerumus,” ucap Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami.
Bincang santai ini menghadirkan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom, Ketua Komunitas Rumah Berbagi RR Tri Palupi, dan pemilik rumah mode Marsya House of Batik and Designer Accessories, Anna Mariana.
Menurut Airin, program binaan harus memperhatikan pengembangan serta peningkatan sumber daya manusia warga binaan perempuan. Pelatihan seperti menjahit dan membatik harus memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan.
”Bukan sekadar pelatihan. Pelatihan tidak hanya berhenti di situ saja, harus sampai ke pemasaran produk dan memperhatikan kualitas agar bernilai jual,” katanya.
Sementara itu, Miranda Goeltom menekankan pentingnya analisis minat warga binaan agar tahu program dan hasil yang ingin diwujudkan. Upaya untuk mewujudkan hal itu bukan tugas Ditjen Pemasyarakatan saja. Diperlukan kerja sama, dukungan modal, dan pemasaran dari pihak-pihak lain.
”Pembinaan selalu dianggap permasalahan Ditjen Pemasyarakatan saja. Pembinaan seharusnya jadi masalah bersama, urusan lintas kementerian dan lembaga. Semua pihak harus melihat di sisi mana bisa berperan,” kata Miranda.
Pernyataan Miranda bukan tanpa alasan. Ia pernah menjadi penghuni Lapas Wanita dan Anak Tangerang selama tiga tahun. Ia menilai, belum ada program jangka panjang dalam pembinaan.
Menurut dia, perempuan warga binaan membutuhkan kemampuan atau keahlian. Hal itu bisa didapat melalui pelatihan bersertifikasi, bahkan program pendidikan.
”Perempuan warga binaan jarang mendapat kesempatan dari pemerintah dan pihak-pihak yang bergerak di bidang pelatihan. Awalnya agak menakutkan untuk memulai program di lapas dan rutan. Akhirnya dicoba, mulai dari Rutan Pondok Bambu. Memang perlu kesabaran,” kata Tri Palupi, Ketua Komunitas Rumah Berbagi.
Anna Mariana menambahkan, diperlukan motivasi secara terus-menerus agar orang berniat untuk mengembangkan diri dalam pelatihan.