Dari sekitar 4.800 perusahaan di Kalimantan Selatan, baru 25 persen yang mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan maupun kesehatan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS – Dari sekitar 4.800 perusahaan di Kalimantan Selatan, baru 25 persen yang mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan maupun kesehatan. Sebagian besar perusahaan ataupun serikat pekerja kurang menyadari pentingnya program jaminan sosial sebagai perlindungan terhadap para pekerja.
Dalam seminar dengan tema ”Peningkatan Pelayanan Lembaga Jaminan Sosial terhadap Perlindungan Pekerja” di Banjarmasin, Kamis (25/4/2019), mengemuka berbagai persoalan yang masih dialami para pekerja. Salah satunya terkait jaminan sosial dan perlindungan yang masih minim.
Kepala Bidang Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Banjarmasin Dian Zulfikar mengatakan, kesadaran perusahaan mikro dan kecil di Kalsel untuk mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan masih kurang. Padahal, mayoritas pekerja di Kalsel berkecimpung dalam sektor tersebut.
”Perusahaan mikro dan kecil umumnya masih beranggapan mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS hanya akan membebani keuangan perusahaan. Mereka masih melihat ini sebagai beban, bukan kebutuhan,” katanya.
Padahal, dengan mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan, perusahaan juga akan mendapat keuntungan. Jika terjadi sesuatu dengan pekerja, misalnya kecelakaan atau kematian, perusahaan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya. Semua biaya pengobatan akan ditanggung BPJS Ketenagakerjaan.
”Untuk itu, kami harus lebih gencar lagi melakukan sosialisasi ke perusahaan mikro dan kecil. Kami harus yakinkan bahwa ini kebutuhan, bukan beban. Jika terjadi sesuatu dengan pekerja, diharapkan kesejahteraan keluarga pekerja tetap terjamin,” tutur Zulfikar.
Menurut Kepala Biro Hukum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Kalsel Sumarlan, salah satu yang menyebabkan masih rendahnya keikutsertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan maupun kesehatan adalah belum optimalnya kedua program jaminan tersebut.
Untuk BPJS Ketenagakerjaan, program jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan kecelakaan kerja, dinilai Sumarlan sudah bagus. Hampir semua pekerja setuju dan mengikuti program itu. Namun, untuk program jaminan pensiun, masih jauh dari harapan karena pekerja dipatok membayar iuran selama 15 tahun dan baru bisa mengambil uang itu saat pensiun pada usia 57 tahun.
”Banyak pekerja yang menolak program jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan karena jika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), maka secara otomatis nilai pesangon yang diterima pekerja akan berkurang,” katanya.
Untuk BPJS Kesehatan, menurut Sumarlan, sebagian pekerja menolak program itu karena pelayanannya belum begitu baik. Misalnya, untuk berobat harus antre lama, obat tertentu tidak ditanggung, dan kamar rawat inap di rumah sakit kerap penuh. ”Meskipun tidak ikut BPJS Kesehatan, biaya kesehatan karyawan tetap ditanggung perusahaan,” ujarnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalsel Sugian Noorbah mengatakan, hak-hak pekerja harus dijamin oleh perusahaan. Karena itu, semua pekerja mestinya menjadi peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan maupun kesehatan.
”Untuk meningkatkan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan, kami sudah menandatangani nota kesepahaman dengan BPJS Ketenagakerjaan. Mudah-mudahan jumlah pekerja yang menjadi peserta terus meningkat,” katanya.